
JAKARTA, KabarKampus – Front Mahasiswa Nasional (FMN) telah menggelar Rapat Pleno IV yang digelar di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 05 – 08 Juni lalu. Dalam rapat tersebut mereka merumuskan kondisi Indonesia yang carut marut baik di bidang ekonomi, politik, dan budaya.
Keputusan rapat pleno IV, DPP FMN menyerukan kepada seluruh pemuda, mahasiswa dan rakyat Indonesia, untuk melawan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang anti rakyat dan anti demokrasi. Selain itu mereka juga mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintahan Jokowi- JK diantaranya adalah menolak pencabutan subsisi rakyat baik pendidikan, kesehatan maupun energi di Indonesia dan menolak kenaikan BBM, TDL, dan kebutuhan pokok lainnya.
Sementara itu untuk bidang pendidikan FMN mendesak pemerintah untuk merealisasikan wajib belajar 12 tahun tanpa pungutan biaya apapun pada peserta didik. Selain itu FMN menolah menolak kenaikan biaya pendidikan tinggi (UKT-Sejenisnya) di tahun ajaran 2015-2016, dan berikan pendidikan tinggi murah berkualitas bagi seluruh rakyat.
Fauzi, aktivis FMN yang juga pimpinan rapat mengatakan, saat ini Jokowi-JK sudah menunjukkan watak asli dari pemerintahan Indonesia. Mereka anti terhadap rakyat.
“Berbagai kebijakan yang diambil, mulai dirasakan semakin memperberat beban penderitaan dan kemiskinan rakyat Indonesia,”kata Fauzi.
Ia mengatakan perjuangan atas cita-cita reforma agraria sejati dan industrialisasi bagi rakyat Indonesia, semakin jauh apabila menilai kebijakan-kebijakan Jokowi-JK. Pemerintah Jokowi JK saat ini telah menyandarkan pembangunan ekonomi Indonesia pada Investasi asing dan utang luar negeri.
“Hal ini membuat negara-negara maju khususnya AS semakin kuat penguasaannya atas sumber-sumber daya alam dan manusia di Indonesiam,” kata Fauzi.
Menurut Fauzi, kebijakan-kebijakan Neo-liberalisme yang dianjurkan Negara maju AS mulai dari liberalisasi, deregulasi, privatisasi, semakin diperkuat pemerintahan Jokowi-JK di Indonesia. “Kenyataannya, kebijakan-kebijakan mulai dari pencabutan subsidi, kenaikan BBM-TDL, kenaikan kebutuhan pokok/beras, pembangunan infrastuktur yang pro kepentingan investasi, kenaikan biaya kuliah, Utang luar negeri bertambah, dan sebagainya semakin membuat rakyat semakin miskin dan menderita,” terang Fauzi.