Seratus ilustrasi mengisahkan sepak terjang perjuangan bangsa Indonesia dipamerkan di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Salemba, pada Jumat sore (18/12/2015). Pameran ini menghamparkan sejarah gerakan kiri di Indonesia.
Saat pameran dibuka, puluhan orang memadati kantor LBH Jakarta. Gambar-gambar yang dibuat lugas tanpa basa-basi menyedot perhatian. Seratus ilustrasi itu “memudahkan” publik khususnya anak muda untuk memahami gerakan kiri di Indonesia.
Di setiap gambar yang terpajang, selalu ada kengerian dan kisah kelam yang tak pantas terulang. Ditambah dengan teks berukuran besar dan provokatif, pengunjung bisa berlama-lama di depan karya.
Penggagas pameran “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula” adalah Bilven (pengeloa Toko Buku Ultimus Bandung), Yayak Yatmaka (seniman), dan Dolorosa Sinaga (Dosen IKJ dan seniman). Ketiga orang ini mengumpulkan ilustrator alias tukang gambar yang rata-rata anak muda.
Mereka adalah Yayak Yatmaka, Kuncoro Adibroto, Array, Bachrul, Arip, Fahmi, Bebe, Harry Waluyo, Ibay, Ayumaul, Peter Gentur, Aris Prabawa, Aji Prasetyo, Milisi Fotocopy, Taring Padi, Komikazer, Sarehnoto, Indra Audipriatna, Betaria, Gadis F, Tonk, Eckino, Gini Trinawati, Guntur Wibowo, Andrew, Robby Akmal Hidayat, Fachriza, dan Mars Nursmono.
Sejak Agustus 2015, mereka berjibaku membuat gambar Sejarah Gerakan Kiri Indonesia dari zaman ke zaman.
Ilustrasi perlawanan gerakan kiri disusun dari perlawanan terhadap kolonial hingga peristiwa pembantaian yang dilakukan pemerintah Orde Baru.
Khusus bab Orde Baru (1965-1998), para seniman membuat gambar tentang pemerintahan yang melakukan teror di setiap lini kehidupan bangsa Indonesia. Pada bab ini mengisahkan pembunuhan massal, pembungkaman suara kritis, serta pemasungan ruang ekspresi. Hasilnya kita menjadi bangsa yang diam melihat ketidakadilan. Propaganda Orde Baru berhasil melanggengkan Soehartao selama 32 tahun sebagai pemimpin yang diktator. Selama itu pula lah pemerintah menjadi pemegang kebenaran hakiki.
Semua bentuk kekejaman menjadi sah dan semestinya dilakukan. Di sinilah doktrin Orde Baru menjadi kuat dan mengakar dalam pikiran setiap generasi di bawah kekuasaan Soeharto. Doktrin ini tersebar lewat organisasi kepemudaan, media massa, partai politik, kaum cendikiawan, ulama, seniman, hingga di Pos Yandu dan organisasi PKK.
Tak ada sejarah dan kebenaran lain selain versi pemerintahan. Sejarah pun menjadi tunggal. Dengan kata lain, Soeharto benar 1000 persen.
Tugas ilustrator pun menjadi berat. Apalagi yang terlibat rata-rata anak-anak muda yang tidak mengalami peristiwa langsung. Sehingga untuk menciptakan sebuah gambar yang mudah dipahami bukanlah kerja mudah. Mereka harus membaca puluhan atau ratusan buku serta referensi lain untuk menghasilkan sebuah sub judul ilustrasi.
Para penggagas pula meminta pendapat para sejarawan, serta korban-korban tragedi kemanusiaan di Indonesia. Ada juga tanggapan dan kritikan dari aktivis, jurnalis, dosen, serta orang per orang yang memiliki kapasitas. Semua masukan inilah yang diolah menjadi ratusan ilustrasi.
Harus diakui, pemerintah Indonesia dan juga mereka yang tak mau membuka lembaran sejarah, masih menganggap gerakan kiri menakutkan dan berbahaya bagi keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Padahal sesungguhnya gerakan kiri termasuk garda terdepan menentang kolonialisme serta pemerintahan Indonesia yang korup dan diktator.
Dan itu telah dilakukan jauh sebelum republik ini berdiri!
Ilustrasi “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula” akan dikumpulkan menjadi sebuah buku setebal kurang lebih 600 halaman. Rencananya pada bulan Januari 2016, buku siap diedarkan dengan bekerjasama antar kelompok strategis. Dengan kata lain, siapa pun bisa berkontribusi langsung memperbanyak buku. Sekaligus melakukan bedah dan launching buku bersama kelompok atau komunitasnya masing-masing.
Harapannya buku ilustrasi yang berisi sejarah dapat menandingi sekaligus merupakan bentuk perlawanan dari catatan sejarah versi pemerintah.
Pameran Ilustrasi Bakal Buku “Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula” sesungguhnya juga merupakan cara melihat masa lalu dengan bijak. Sebuah penglihatan baru dari lanskap pengalaman berbangsa yang penuh luka. []