More

    Gafatar Bidik Mahasiswa Untuk Dijadikan Pengikut

    Organisasi Gafatar. Foto : gafatar.org
    Organisasi Gafatar. Foto : gafatar.org

    Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) bukanlah sebuah organisasi yang baru berdiri. Organisasi ini dideklarasikan pada 21 Januari 2012 yang lalu di Jakarta. Namun ternyata, tak lama setelah dideklarasikan, pemerintah mencium ada yang tak beres dari organisasi yang diketuai M. Tumanurung ini.

    Pemerintah akhirnya melarang dengan mengeluarkan surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri RI Nomor 220/3657/D/III/2012 tangga 20 November 2012. Namun bukannya surut organisasi ini malah makin memperkuat jaringannya di Indonesia.

    Hingga akhirnya di awal Januari 2016, organisasi ini menyita perhatian masyarakat. Karena banyak warga dinyatakan hilang setelah mengikuti Gafatar.

    - Advertisement -

    Prof. Dr. Koentjoro, Psikolog Sosial UGM, menilai Gafatar banyak membidik kaum muda untuk dijadikan pengikut. Anak muda yang direkrut adalah orang-orang berpendidikan tinggi seperti mahasiswa, dosen, dokter dan lainnya.

    “Yang jadi sasaran Gafatar adalah intelektual muda, tetapi yang tidak mampu berpikir kritis,” jelasnya, Rabu (13/01/2015) di Kampus UGM.

    Menurut Prof Koentjoro, Gafatar sangat lihai memengaruhi calon pengikutnya dengan mempresentasikan visi dan misi organisasi. Mereka mengumbar janji adanya perubahan kehidupan yang lebih baik ditengah pemerintahan yang carut-marut dan banyak terjadi korupsi.

    “Biasanya yang masuk dalam gerakan ini adalah mereka yang merasakan kekecewaan ataupun ketidakpuasan terhadap agama yang ada maupun kondisi pemerintahan saat ini,” terang Guru Besar Fakultas Psikologi UGM ini.

    Ia menambahkan Gafatar melakukan pencucian otak pada anggotanya. Mereka berupaya menanamkan ideologi, target dan tujuan kelompok.

    “Orang diobrak-abrik idealismenya dan dijanjikan memperoleh kehidupan yang lebih dengan menjadi bagian kelompok ini,” katanya.

    Prof Koentjoro menghimbau, guna menghindari terjadinya cuci otak yang sering dilakukan oleh kelompok ini, masyarakat harus berpikir kritis dalam menyikapi setiap persoalan. Dalam melihat fakta tidak hanya dengan asumsi-asumsi saja tetapi juga disertai dengan analisis dan evaluasi informasi sebelum mengambil keputusan.

    “Kuncinya berpikir kritis, supaya terhindar dari berbagai gerakan ekstrim,” tandasnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here