ENCEP SUKONTRA
BANDUNG, KabarKampus-Wacana sekolah sehari penuh (full day school) menuai pro-kontra di masyarakat. Menteri Pedidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi harus menjelaskan lebih rinci konsep full day school.
“Yang menarik ini kan masih wacana, tapi sudah cukup ramai dibicarakan. Biar fair kita dengar dulu bagaimana konsep yang disampaikan Mendikbud, setelah itu baru kita kritisi,” kata Ben Satriana, pegiat pendidikan dari komunitas pendidikan Kalyanamandira, Bandung, saat dihubungi KabarKampus, Selasa (09/08/2016).
Ia yakin Mendikbud tidak asal mengapungkan wacana, tentu ada argumentasi dan konsep. Misalnya, bagaimana ia mengatasi infrastruktur pendidikan yang diperlukan untuk menopang konsep full day school, bagaimana dengan penambahan jumlah guru, dan sebagainya.
“Semua itu belum dirinci Mendikbud,” ujarnya.
Masalah lainnya, berapa banyak sekolah di Indonesia yang siap menjalankan konsep full day school. Kesiapan ini menyangkut fasilitas atau infrastruktur, jumlah guru, kualitas guru, mata pelajaran dan lainnya.
“Sampai saat ini masih ada sekolah negeri yang tak mampu mengurus kantinnya sendiri, bagaimana mau menjamin makanan untuk muridnya? Itu yang paling simple, belum lagi fasilitas lainnya,” ujarnya.
Lebih jauh, bagaimana mengatasi kekurangan guru. Sebab dengan penambahan jam sekolah otomatis akan membutuhkan tenaga guru. Sedangkan dalam Undang-undang yang mengatur guru, jam kerja guru minimal 24 jam dan maksimal 40 jam perminggu.
Memang penambahan guru bisa dilakukan dengan menarik guru honorer. Dengan demikian pemerintah perlu meningkatkan jumlah guru PNS.
“Tetapi di Bandung saja banyak guru honorer yang tak diangkat-angkat. Pemerintah tidak punya anggaran untuk mengangkat tenaga kerja guru baru,” katanya.
Seandainya infrastruktur, jumlah guru, dan lainnya sudah disiapkan, pemerintah juga harus punya konsep matang tentang materi yang akan disampaikan kepada anak didik.
“Full day ini jangan sampai terjebak pada penambahan jam mata pelajaran. Kalau begitu nanti malah akan nambah beban buat anak sekolah. Harusnya yang ditambah misalnya pendidikan karakter, peningkatan kreativitas, penanaman nilai atau moral,” kata Ben Satriana.
Jadi guru yang ditambah bukan lagi guru mata pelajaran yang ada pada kurikulum saat ini, tetapi guru yang terkait kreativitas dan karakter misalnya guru seni, guru agama, dan lainnya.
“Sehingga full day ini bukan nambah beban anak sekolah dengan penambahan jam mata pelajaran. Sekarang saja 6-7 jam di sekolah buku anak sudah banyak banget. Kalau full day hanya nambah jam mata pelajaran misal PPKN dari dua jam menjadi empat jam, saya tidak setuju,” tandasnya. []