More

    Menenun Indonesia Dengan Benang Toleransi

    Penulis : Dedi Setiadi, Presiden Mahasiswa Politeknik STTT Periode 2015-2016

    Ilustrasi / pusakaindonesia.org
    Ilustrasi / pusakaindonesia.org

    Indonesia adalah satu-satunya Negara yang merdeka, setelah perang dunia ke II, memiliki ideologi yang lengkap terkemas rapih dalam bingkai NKRI. Negara ini menjadi satu kesatuan yang dilambangkan dengan burung garuda yang mencengkram semboyan Bhineka Tunggal Ika. Kita semua sudah mengenal lama tentang hal itu, bahkan sejak duduk manis di bangku sekolah dasar.

    Sayap burung garuda membentang tanpa ragu mengayomi seluruh masyarakat di tanah air. Dengan Pancasila sebagai dasar Negara menjadi ideal untuk membentuk masyarakat yang adil makmur, dan hidup berdampingan dengan penuh kedamaian, serta menguatkan konstruksi tenun kebangsaan.

    - Advertisement -

    Namun realita yang dihadapi bangsa kita hari ini belum dapat menyentuh ekspektasi tersebut di atas. Karena terbukti, hari ini marak terjadi hal-hal yang meresahkan masyarakat. Masih ada keyakinan yang dinistakan, masih ada kelompok masyarakat yang mencoba membangun konsep ideologi terlarang, masih ada yang membatasi kebebasan melaksanakan ritual dan beribadah kelompok lain, serta masih ada kelompok yang belum memahami toleransi secara utuh dalam berbangsa dan bernegara.

    Mereka memanfaatkan undang-undang dan hak asasi manusia sebagai amunisi dalam perang ideologi dan keyakinan. Namun mereka lupa seluruh masyarakat berada dalam dekapan ideologi  bangsa yaitu Pancasila. Ideologi yang mampu menjadi payung dalam naungan masyarakat berbasis lintas agama.

    Contoh yang tejadi di Kota Bandung misalnya, Wali Kota mencanangkan Satgas Toleransi Lintas Agama dengan landasan sebagai wujud perlindungan, “Ini sebagai ekstra perlindungan terhadap keyakinan beribadah di Kota Bandung” (Skybdgnews.com 23 Desember 2012). Saya tidak kontra terkait hal itu, hanya menyayangkan.  Secara logika berpikir kalimat itu sudah tunduk dalam kandungan afirmasi bahwa “Bandung tidak aman”.

    Jika boleh saya ibaratkan dari perspektif pertekstilan, bahwa untuk membentuk konstruksi pertenunan haruslah terlebih dahulu diperhitungkan secara matang kapasitas benang yang akan masuk ke proses produksi (weaving preparation). Hal ini seperti warga Negara yang perlu diseragamkan ideologinya, tunduk dengan sadar dan ikhlas bahwa pancasila sebagai dasar Negara. Juga secara kuantitas bahwa ribuan helai benang yang membujur sebagai panjang kain (benang lusi) seperti masyarakat lintas ras, suku dan agama yang hidup bernegara dengan menerima modernisasi namun konsisten mempertahankan ideologi bangsa. Sedangkan benang yang membentang melintang (benang pakan) akan masuk selang-seling disetiap helai benang yang membujur dan menganyam membentuk helaian kain sebagai bentuk inklusivitas dari rasa persatuan dan kesatuan, toleransi dan rasa cinta tanah air. Sehingga teranyam kuat sebagai konstruksi tenunan kebangsaan dalam helaian ke-bhineka-an.

    Berbicara toleransi, tidak akan jauh dari sebuah keyakinan, oleh karenanya perlu adanya proses pendekatan dengan keyakinan juga. “Keyakinan tidak bisa dilawan dengan logika saja, tetapi harus didekati dengan keyakinan pula”. Bambang Widodo (Guru Besar Hukum Fisip UI). Dengan begitu diharapkan ada kesadaran dalam pikiran dan kesegaraman dalam melangkah sehingga mampu hidup beriringan dengan ketenangan dan kedamaian. Dari sisi iman kristiani tercantum dengan jelas untuk saling mengasihi sesama. “Hormatilah ayahmu dan ibumu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Matius 19:19. “Diatas segalanya, kasihilah satu sama laindengan sungguh-sungguh, karena kasih menutup banyak sekali dosa”. Petrus 4:8. Juga dalam perspektif Islam dijelaskan, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. QS Al Khafi; 29. “Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: ‘bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu’”. QS Yunus; 41.

    Dipaparkan dengan jelas melalui kitab suci bahwa toleransi merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama sebagai pedoman hidup dan ritual yang ditempuh manusia sebagai jalan menuju kebenaran. Nilai-nilai kehidupan yang mesti dijunjung dengan penuh hormat sebagai penghargaan terhadap sesama.

    Bila saya lihat kondisi bangsa hari ini sedang mengalami demam tinggi, maka perlu ada obatnya. Ketika burung hantu hanya terbang saat gelap, dan burung merak yang elok namun tak pernah berada di udara, maka garuda yang berasal dari mitologi Hindu Budha sebagai Elang Jawa, saya nilai sedang mengalami pemudaan diri dengan mencabut bulu, melepas cakar dan mematahkan paruh sebagai upaya pemulihan untuk kembali muda dan hidup dengan rasa optimis sebagai makhluk yang merdeka. Indonesia juga bisa merdeka dengan utuh tanpa dipecundangi oleh banyak ketakutan dan kegelisahan yang hari ini seringkali menyelimuti bangsa kita. Tanah air adalah wilayah yang indah, dan saya bangga ber-Indonesia.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here