BANDUNG, KabarKampus – Demonstrasi mahasiswa untuk memperjuangankan kepentingan rakyat rupanya masih saja direpresif oleh aparat Kepolisian. Tidak jarang aksi mahasiswa berujung bentrok dengan aparat sehingga mahasiswa ditangkap dan dibawa ke kantor Polisi.
Kegelisahan mahasiswa dengan masih adanya represifitas terhadap demo mahasiswa ini menyeruak saat Kapolri Komjen Tito Karnavian mengisi kuliah umum di Kampus ITB, Bandung, Rabu, (08/03/2017). Ketika itu mahasiswa bertanya, apakah mahasiswa dianggap berbahaya oleh pihak kepolisian sehingga harus direpresif oleh aparat Kepolisian?
Menjawab pertanyaan tersebut, Tito mengatakan, setiap warga negara termasuk mahasiswa memiliki hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Namun cara penyampaiannya tidak bersifat absolut. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang No. 09 Tahun 1998, mengenai Kemendekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Ada empat batasannya. Pertama, tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain. Kedua, tidak boleh menganggu ketertiban publik. Ketiga harus mengindahkan etika dan moral. Keempat, harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Tito di hadapan mahasiswa.
Menurut Tito, selagi empat batasan ini dipenuhi, demontrasi diperbolehkan. Namun yang tidak diperbolehkan dan mahasiswa kerap ditindak adalah demontrasi yang menutup jalan, sehingga macet semua dan mengganggu orang lain dan ketertiban publik.
“Apalagi ada yang motong ayam, darahnya dikucurkan ke foto Presiden dan Wakil Presiden. Ini tidak sesuai dengan etika ketimuran. Ini ngga boleh,” ungkap Tito yang pernah menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya ini.
Oleh karena itu menurutnya, sepanjang demontrasi itu disampaikan tanpa melanggar ketentuan, maka diperbolehkan. Bahkan yang melarang demontrasi bisa dipidana. Kalau perlu seperti yang pernah ia usulkan, pemerintah atau pun DPR RI membangun pojok aspirasi yaitu sebuah taman untuk mahasiswa atau masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi.[]