More

    Komnas Perempuan Minta Presiden Menghargai Pejuang Kendeng

    Ilustrasi / Ibu-ibu dari kaki Gunung Kendeng menyemen kaki mereka di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu, (13/03/2016). Foto : Fauzan

    JAKARTA, KabarKampus – Komnas Perempuan turut memberikan pernyataan sikap terhadap Aksi para petani Kendeng yang menyemen kaki di depan Istana Negara. Dalam pernyataanya mereka mendesak pemerintah agar segera membangun konsensus nasional mengenai pengelolaan alam dengan menerapkan pembangunan berkelanjutan.

    Dari hasil pantauan Komnas Perempuan terhadap pengelolaan sumber daya alam, di pegunungan Kendeng, menunjukkan praktik penambangan batu kapur yang dilakukan di tiga kabupaten: Pati, Rembang, dan Grobogan. Penambangan tersebut telah menggerus pegunungan Kendeng, menyisakan lubang-lubang besar di bumi, bekas penambangan tersebut, merusak kesuburan tanah dan mengancam sungai-sungai bawah tanah sebagai cadangan air tanah di masa depan.

    Sri Nurherwati, Komisioner Komnas Perempuan mengatakan, terkait penambangan tersebut, para ahli lingkungan mengkhawatirkan hilangnya keanekaragaman hayati yang dimiliki pegunungan Kendeng. Hal tersebut akibat penambangan yang merusak ekosistem gua berikut seluruh mahluk hidup di dalamnya.

    - Advertisement -

    “Sementara itu Ibu-ibu yang tinggal di sekitar pegunungan Kendeng mengkhawatirkan udara yang polusi, panen yang gagal serta aneka tumbuh-tumbuhan jamu dan obat yang semakin langka,” kata ” kata Sri Nurherwati, Komisioner Komnas Perempuan dalam keterangan persnya, Jumat, (17/03/2017).

    Selanjutnya Sri menambahkan, dengan berbagai kerusakan tersebut, bukannya melakukan perbaikan, bahan operasional pabrik semen justru terus berlanjut. Tindakan ini kemudian terjadi penolakan bahkan hingga masuk dalam ranah hukum.

    “Bahkan yang mengkhawatirkan adalah terjadinya penggusuran warga dari sumber kehidupannya, kebijakan otonomi daerah yang mengakibatkan perusakan lingkungan, polusi udara dan tanah (dan air), potensi hilangnya situs bersejarah, makam leluhur dan mata air, konflik horisontal antar warga, bahkan perubahan grand design pembangunan dari daerah pertanian menjadi daerah tambang dan industrialisasi,” jelas Sri.

    Bagi Komnas Perempuan, semua itu berdampak pada perempuan. Karena dimana bagi perempuan, air tidaklah sekedar air, air adalah hak. Termasuk di dalamnya, hilangnya pengetahuan asli perempuan, lemahnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, perempuan mengalami kerumitan ekonomi, potensi pekerja migran dan trafiking perempuan meningkat, stigma pada perempuan pembela HAM sebagai anti pembangunan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan.

    Oleh karena itu mempertimbangkan kerentanan perempuan dan warga yang menolak pabrik semen, serta potensi konflik yang masih besar, Komnas Perempuan mendesak agar Presiden Jokowi memerintahkan kepada Gubernur Jawa Tengah untuk tindaklanjuti keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan warga Rembang. Selain itu meminta secara tegas melaksanakan moratorium penghentian ijin pabrik semen baru dan menghentikan seluruh kegiatan operasional pabrik semen yang berpotensi merusak lingkungan.

    Selain itu tegas Sri mereka juga mendesak pemerintah untu membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang harus dilakukan secara independen dan konsensus nasional dalam pengelolaan sumber daya alam yang melibatkan masyarakat yang pro maupun yang kontra. Kemudian menghargai upaya perempuan-perempuan Kendeng yang telah berjuang selama kurang lebih 7 tahun dengan membuka dialog konstruktif  yang mendengarkan suara perempuan.

    “Menghentikan kriminalisasi dan membebaskan petani dari segala tuntutan hukum yang tidak masuk akal dan menjamin keselamatan warga yang menolak pabrik semen dan memastikan aparat penegak hukum tidak berpihak,” tegasnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here