Bridget Brennan – AUSTRALIA PLUS
Sering diabaikan oleh masyarakat Australia yang tidak mengenal peran dan jasa mereka, pada tahun ini, veteran Aborijin untuk pertama kalinya memimpin parade Hari Anzac Nasional di Australia.
Para aktivis menilai, pengakuan terhadap jasa dan peran ribuan veteran Aborijin -yang kepulangannya tidak dipedulikan -sudah sangat lama dinantikan.
“Saya bisa menjamin kalau banyak dari mereka tidak pernah ikut parade sebelumnya karena berbagai alasan,” kata Garth O’Connel, Sekretaris Asosiasi Veteran Aborijin dan Selat Torres.
Menurutnya, kesempatan berparade ini akan menjadi ‘momen yang sangat istimewa dan memilukan’ bagi banyak keluarga veteran Aborijin yang sudah meninggal dunia.
Paman Harry Allie – yang bergabung dengan Angkatan Udara Australia (RAAF) pada tahun 1966 – akan ikut berparade dalam Peringatan Hari Anzac Nasional di Canberra.
“Kami amat bangga dan ini merupakan kesempatan yang sangat amat kami tunggu,” katanya.
“Ini merupakan sesuatu yang sudah kami suarakan ke masyarakat kalau tentara perempuan dan laki-laki Aborijin dan Torres Strait Islander juga ikut berjuang.”
‘Tidak dipedulikan’
Garth O’Connell mengatakan meskipun angkatan pertahanan Australia memiliki sistem penggajian dan persyaratan yang sejajar, banyak tentara pejuang Aborijin sangat menderita ketika mereka tiba di rumah mereka.
“Hal yang menyedihkan adalah, untuk pertama kalinya tentara laki-laki dan perempuan ini, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, mereka mendapatkan kesetaraan dalam hal persyaratan mereka dan kesempatan untuk bepergian,” katanya.
“Kemudian mereka kembali ke masyarakat hanya untuk menjadi pendukung [rekan tentara kulit putih].”
“Setelah merasakan kesetaraan ..anda harus kembali ke kondisi sebelum berperang, tentunya dengan tambahan beberapa anak.”
Dalam beberapa kasus, dana santunan sejumlah veteran Aborijin dicuri, sementara yang lain meninggal dan tidak pernah menerima upacara pemakaman yang layak [sebagai veteran perang].
Asosiasi Veteran Aborijin dan Selat Torres berusaha mengubah hal tersebut.
“Kami banyak sekali menemukan veteran non-Aborijin yang mengatakan: ’ Hey, saya mengenal beberapa rekan pendukung ketika di perang Vietnam dan Korea’,” kata O’Connell.
“Kita kemudian bisa melihat nama-nama itu dan kemudian sekarang dengan jaringan yang kita miliki di masyarakat, berusaha dan melacak keluarga tentara (Aborijin) itu.”
“Kami sudah berhasil membantu beberapa keluarga di seluruh Australia untuk mendapat penghormatan dan pengakuan sebenarnya, yang sudah diberikan kepada rekan tentara non-Aborijin mereka.”
Tidak dibolehkan bergabung RSL
Beberapa dekade setelah Perang Dunia ke-2, Gunner Percy Suey yang tinggal di sekitar Moore, utara New South Wales, masih mengenakan jaket tua berwarna khaki dan masih menyimpan medali perangnya di dalam sebuah kaleng tembakau.
“Warnanya selalu khaki, ayah saya tidak pernah meninggalkan warna itu,” kata anak perempuannya, Linda Boney.
“Anda akan selalu ingat warna itu – itu warna ayah.”
Gunner Percy Suey memanipulasi usianya hingga empat tahun lebih tua agar diterima di Angkatan Bersenjata Australia (Australian Imperial Force), dan berhasil masuk pada tahun 1941.
Kurang dari setahun kemudian, dia dilaporkan hilang dalam perang, dia diambil sebagai tawanan perang oleh Jepang, dan dipaksa untuk mengerjakan pembangunan kereta api Burma.
Banyak dari rekannya yang dipenjarakan bersamanya mengingat Percy Suey sebagai pahlawan, karena dia sering dan melarikan diri serta membawakan makanan bagi mereka, kata Boney.
Dalam satu usaha pelarian tersebut, dia dipukul di bagian kepala dengan gagang bayonet oleh seorang tentara Jepang dan terluka parah sebelum dia akhirnya dibebaskan pada tahun 1945 karena kondisi medis.
Dia pulang ke rumahnya di Moree sebagai pria yang mengalami trauma.
“Itu merupakan masa-masa yang sulit bagi tentara Aborijin yang kembali dari medan perang,” ungkap Boney.
“Coba anda bayangkan, ayah saya pulang setelah tiga tahun mendekam di penjara Malaysia, dan anak-anaknya tidak diperbolehkan datang ke kolam renang Moree.
“Banyak orang tidak membicarakannya karena menganggap hal itu bukan cerita yang ingin didengarkan masyarakat, tapi setiap ada kesempatan pasti saya akan menceritakannya, karena ini sungguh-sungguh merupakan kehidupan yang harus kami jalani,” kata Boney.
Melindungi negara
Para peneliti mungkin tidak akan pernah tahu pasti berapa banyak laki-laki dan perempuan Aborijin serta Selat Torres yang ikut bertugas selama masa perang.
Hingga tahun 1990-an, tidak ada proses pengidentifikasian tentara Aborijin di angkatan pertahanan Australia.
Catatan dan foto-foto menunjukan tentara artileri Aborijin dan Selat Torres ikut berjuang dengan menggunakan seragam militer Australia sejak federasi didirikan.
Tentara Aborijin dan Selat Torres terus berupaya untuk berkontribusi dalam setiap pertempuran mulai dari Perang Boer sampai konflik saat ini. Sedikitnya 1.000 tentara Aborijin dan Selat Torres ikut bertugas selama Perang Dunia I, dan sebanyak 8.000 mungkin telah mendaftar selama Perang Dunia II.
Presiden Asosiasi Veteran Aborijin dan Selat Torres, Gary Oakley, mengatakan motivasi mereka untuk mendaftar tidak sama dengan rekan-rekan non-Aborijin.
Mereka berjuang demi tanah Adat mereka, bukan untuk “Raja dan negara”, katanya.
“Mereka masih memiliki etika prajurit, dan mereka berusaha melindungi negara,” katanya.
“Ini merupakan pertama kalinya dalam hidup Anda, Anda akan mendapatkan upah.
“Kami kira ketika kembali kami akan diperlakukan secara berbeda.” []