More

    Berislam di Kota Seribu Gereja Adelaide

    Nur Khofifah Bahru – AUSTRALIA PLUS

    Bulan puasa Ramadan tinggal menghitung hari, membuat warga Muslim di berbagai negara bersiap menyambutnya, termasuk warga Muslim asal RI di Adelaide, Australia.

    Perempuan Muslim asal Indonesia dalam kegiatan menyambut Ramadan 2017 di Adelaide. FOTO : Nur Khofifah Bahru

    Ibukota Australia Selatan ini menjadi tempat dimana banyak warga RI menempuh pendidikan. Tidak jarang ketika alumni penerima beasiswa seperti LPDP maupun Australia Awards yang telah kembali ke tanah air, memilih kembali datang melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi di kota ini.

    - Advertisement -

    Salah satunya adalah Khusaini Muhammad, mahasiswa University of Adelaide yang melanjutkan pendidikan Ph.D setelah sebelumnya berhasil meraih Master di sana.

    Dia memilih Adelaide karena kota ini menyuguhkan kenyamanan bagi warga Muslim. Terlebih karena dia lebih suka melaksanakan sholat berjamaah di masjid.

    Adelaide menawarkan pesona pemandangan alam seperti Mount Lofty, Botanical Garden dan taman-taman terbuka. Bangunan bersejarah dari abad ke-19 dan awal abad ke-20, juga mengundang banyak wisatawan.

    Terlebih kota ini sangat ramah karena biaya hidup murah bila dibandingkan dengan negara bagian lain di Australia. Tidak salah, jika banyak mahasiswa Indonesia memilih Adelaide sebagai tujuan melanjutkan pendidikan.

    Karena itulah kemudian banyak orang Indonesia berinisiatif membawa keluarga hingga ada yang mendirikan komunitas tersendiri.
    Perkumpulan yang diharapkan menjadi sarana berkumpul bagi setiap warga RI yang ingin merasakan kehangatan persaudaraan dan menuntut ilmu agama di negeri jiran.

    Salah satunya adalah Masyarakat Islam Indonesia Australia Selatan yang disingkat MIIAS. Organisasi ini didirikan tahun 1998, sampai kini aktif dalam mengadakan kegiatan keislaman.

    Belum lama ini misalnya MIIAS mengadakan Tarhib Ramadan 2017 menghadirkan pembicara Imam Hamzah.

    Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan jamuan makan sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap warga Indonesia yang ingin memanjakan lidah dengan menu masakan daerah.

    Selain itu digelar pula Festival Lomba Anak Sholeh dan Sholehah di Oasis Function Room, Flinders University.
    Sehingga banyak orangtua tertarik hadir dan mengikutkan anak mereka pada lomba seperti hafalan surah pendek, colouring, fashion show, dan lomba azan.

    MIIAS sendiri telah mendapatkan pengakuan pemerintah setemoat sebagai organisasi yang sah di Australia Selatan. MIIAS juga memberi perhatian atas kinerja muslimah dengan menggelar Talk Show “Inner and Outer Beauty Seorang Muslimah”. Talk Show tersebut menghadirkan seorang dosen di Flinders University, Dr. Darfiana sebagai pembicara pada pertengah Maret lalu.

    Tidak berhenti sampai di situ, MIIAS juga mengadakan kotak infak termasuk membantu warga kurang beruntung yang ada di Indonesia.
    Saat ini MIIAS memiliki cabang-cabang pengajian di beberapa tempat di Adelaide. Misalnya Annisa yang berpusat di University of Adelaide, Pengajian Mile End, Pengajian Tonsley, hingga Pengajian Kurralta City Beach.

    Kehadiran MIIAS membuat napas Islam bagi warga RI di Adelaide terasa kental. Apalagi ada pula organisasi lain seperti KIA (Kajian Islam Adelaide) yang berdiri tahun 2009. KAI merupakan organisasi independen yang juga mengadakan pengajian serta diskusi ilmiah setiap pekannya. KIA berusaha selalu menghadirkan kesan Islam yang ramah.

    Organisasi seperti MIIAS dan KIA inilah yang menjadi wadah bagi warga Muslim RI di Adelaide. Mereka tetap bisa memperdalam ilmu agama meski jauh dari Indonesia.

    Di Adelaide yang dikenal sebagai Kota Seribu Gereja pun terdapat masjid misalnya di jalan Little Gilbert Street, di pusat kota. Ada pula Marion Mosque di jalan Marion Road.

    Kehadiran masjid tentunya memudahkan warga Muslim menjalankan sholat berjamaah, tarawih pada bulan Ramadan, buka puasa bersama hingga sholat Ied.

    Kita belajar bahwa berislam bisa dimana saja. Terlebih bagi warga Muslim RI di Adelaide.  Terutama ketika mengingat keramahan warga Adelaide yang mengerti dan terbuka dengan kemajemukan budaya yang ditunjukkan kepada para pendatang.

    Mereka menerima perbedaan, menjunjung prinsip bahwa tidak seorang pun boleh dirugikan hanya karena perbedaan tempat kelahiran, warisan budaya, bahasa, jender atau agama.[]

    *Nur Khofifah Bahru, aktif dalam organisasi Masyarakat Islam Indonesia Australia Selatan (MIIAS) di Adelaide. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here