Penulis : Totoh Wildan Tohari
Keilmuan sejarah beberapa minggu kebelakang, seperti dibangunkan oleh isu Gaj Ahmada. Siapa itu Gaj Ahmada? Tidak lain dan tidak bukan, adalah nama lain Gajah Mada, Mahapatih kerajaan Majapahit. Munculnya Gaj Ahmada dilatarbelakangi Penelitian Sejarah oleh Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta.
Pangkal persoalan berita ini adalah hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa Gajah Mada kemungkinan beragama Islam, dan Majapahit adalah sebuah Kesultanan Islam! https://www.dream.co.id/news/ramai-gadjah-mada-muslim-ugm-ganti-nama-1706160.html
Majapahit adalah sebuah legenda romantis yang menggambarkan kebesaran Nusantara masa lalu. Kisah semboyan “Bhinneka Tunggal”, “Sumpah Palapa”, lalu asal usul nama “Nusantara”, hingga kepahlawanan Mahapatih Gajah Mada adalah propaganda yang sudah kita terima sejak menginjakan bangku Sekolah Dasar.
Menariknya hasil penelitian ini adalah munculnya temuan baru tentang kontruksi sejarah bangsa Indonesia yang selama berpuluh-puluh tahun hanya menerima satu versi saja tentang Legenda Majapahit. Versi bahwa Majapahit adalah besar, kuat, menyatukan Nusantara, Hindu dan hal lainnya tentang Majapahit.
Bagi saya secara pribadi, munculnya isu “Gaj Ahmada” ini adalah terobosan besar untuk menguak kebenaran sejati akan sejarah kebesaran Majapahit. Apakah benar Majapahit itu benar menguasai Indonesia? Siapakah Gajah Mada? Lalu jika benar Majapahit itu besar, kenapa sedikit sekali bukti kebesaran Majapahit yang bisa digambarkan melalui bangunan Candi misalnya.
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah kebenaran yang harus dijawab oleh kita semua. Mungkin benar, argumentasi tentang Gaj Ahmada adalah sangat-sangat lemah, karena hanya didasarkan pada bukti koin yang bertuliskan lafadz “La Ila Hai Lah”.
Tapi yang harus kita apresiasi adalah keberanian sebuah lembaga untuk mempertanyakan ulang sejarah Majapahit di Indonesia. Keberanian itu yang saat ini hilang dari para peneliti sejarah Indonesia.
Setelah berita Gaj Ahmada merebak, muncul semacam sindiran-sindiran untuk menentang hasil penelitian tentang Gaj Ahmada. Salah satunya artikel ini https://mojok.co/gaj-ahmada/.
Sebagai sebuah kritikan, itu adalah sebuah kewajaran. Hal ini terjadi karena kita masih terbelenggu akan paham bahwa sejarah yang hari ini dituliskan dan diajarkan mutlak dan tidak dapat berubah. Sebuah doktrin orde lama dan orde baru yang masih kuat dan mengakar di masyarakat Indonesia.
Sebagai orang yang peduli akan kebenaran sejati, isu Gaj Ahmada harus dipandang sebagai titik pijak bahwa kita harus berani mempertanyakan kisah-kisah sejarah yang selama ini diajarkan kepada kita. Bahwa sejarah hari ini adalah kisah yang ditulis ulang oleh pemerintahan masa lalu dengan segala kepentingannya.
Bukankah kita tahu, kisah kebesaran Majapahit itu adalah “kisah sementara” yang dipakai oleh Presiden Soekarno pada masa awal-awal kemerdekaan untuk memberi argumen bahwa Indonesia pernah punya peradaban hebat di masa lalu.
Mempertanyakan Gajah Mada berarti secara tidak langsung berarti mencari kepingan-kepingan lain yang hilang terkait peradaban Indonesia di masa lalu. Penelitian tentang Gajah Mada dan Majapahit sudah seharunya terus dikembangkan, karena masih banyak misteri yang belum terkuak terkait Gajah Mada dan Majapahit. Salah satunya adalah, dimanakah letak keraton kerajaan Majapahit? Apakah di Desa Trowulan atau Desa Sentonorejo? Soal itu saja masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan arkeolog.
Rasanya sudah lama kita membiarkan pikiran kita terkait sejarah bangsa Indonesia tertutup. Padahal perkembangan sejarah dunia sedang mengarah ke Indonesia. Banyak peneliti dari luar negeri yang mempelajari sejarah awal mula peradaban dunia dari Indonesia. Kita bisa ambil penelitian Profesor Stephen Oppenheimer terkait hasil riset yang menyimpulkan bahwa Indonesia sebagai induk peradaban dunia http://sains.kompas.com/read/2010/10/27/1856144/Indonesia.adalah.Induk.Peradaban.Dunia dalam bukunya yang berjudul “Eden in the East”.
Orang Indonesia mungkin beranggapan ini adalah khayalan belaka, tapi penelitian ilmiah menunjukan teori lain terkait sejarah bangsa Indonesia. Masih banyak buku lain yang memberikan argument baru terkait sejarah bangsa Indonesia, khususnya hasil penelitian warga negara asing.
Jadi sudah seharusnya kita banyak belajar dan mengambil hikmah dari keluarnya penelitian terkait Gaj Ahmada, diantaranya, kita belajar untuk mempertanyakan ulang sejarah bangsa saat ini, lalu belajar untuk memahami pentingnya kebenaran akan penulisan sebuah sejarah dan mengambil hikmah untuk tidak percaya langsung pada kisah sejarah yang dituliskan oleh individu ataupun kelompok. Terlepas kebenaran akan penelitian tentang Gaj Ahmada itu, sudah seharusnya kita menghargai itu sebagai karya anak bangsa.
Jadi terima kasih Gaj Ahmada.[]
*Penulis adalah Mahasiswa UIN SGD Bandung dan anggota Future Club .