BANDUNG, KabarKampus – Solidaritas Pers Mahasiswa Se- Indonesia mengecam tindakan kekerasan terhadap Muhammad Iqbal, reporter Lembaga Pers Mahasiswa Suaka yang berlangsung pada, Kamis kemarin, (12/04/2018). Mereka menuntut Kepolisian untuk menghormati dan melindungi jurnalis yang tengah melakukan tugas jurnalistik sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Iqbal mengalami kekerasan saat meliput demonstrasi penolakan rumah deret di depan Balai Kota Bandung. Foto hasil liputan Iqbal dihapus. Ia juga dipukul oleh aparat Kepolisian.
Irwan Sakkir, Sekjendnas PPMI mengatakan, Iqbal dan bahkan masyarakat sipil siapapun itu berhak untuk mendokumentasikan apa yang terjadi di ruang publik saat itu. Begitu juga dengan aparat Kepolisian, mereka tidak berhak melakukan tindakan pemukulan dan menyakiti masyarakat sipil yang mendokumentasikan tindakan beringas yang dilakukan polisi.
“Tindakan pemukulan, dan intimadasi kepada Iqbal yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya tentu melanggar Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 F,” kata Irwan dalam keterangan Persnya, Selasa, (17/04/2018).
Bunyi UU tersebut kata Irwan yaitu “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyebarkan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran tersedia. Kemudian Instrumen hukum lain yang juga dilanggar dalam kejadian ini adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) atau instrumen HAM internasional terkait hak sipil dan politik warga negara.
“Kemudian adalah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) pasal 13 ayat (1), serta pasal 19 dan 20, kemudian diteruskan dalam ICCPR pasal 12, 19, 21, 22 ayat (1) dan (2) menyatakan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap kebebasan dasar setiap manusia yang meliputi hak kebebasan berpendapat, berekespresi, berkumpul, dan berserikat,” ungkapnya.
Semantara itu, Erlangga Permana Supriyadi, Koordinator FKPMB menambahkan, aparat Kepolisian dalam hal menyelenggarakan tugas-tugasnya, harusnya juga menaati Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia. Ini diatur dalam pasal 4 UU Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002.
“Peserta aksi, dalam hal ini, memiliki hak untuk menyatakan pendapatnya di muka publik dan melakukan pengorganisiran massa sehingga suaranya dapat didengar oleh Pemerintah Kota Bandung,” ungkapnya.
Iqbal sendiri menurutnya, sebagai masyarakat sipil maupun sebagai jurnalis pers mahasiswa. Ia memiliki hak untuk bebas berekspresi melalui kerja jurnalistik yang dilakukannya.
Oleh karena itu, kata Erlangga, mereka mengatasnamakan Solidaritas Pers Mahasiswa Se-Inonesia menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis LPM Suaka dan masyarakat sipil. Selain itu mereka juga menuntut Kepolisian Republik Indonesia mengevaluasi kembali aturan dan penerapannya terkait perlindungan terhadap masyarakat sipil yang tengah melakukan aksi demi menyampaikan aspirasinya.[]