BANDUNG, KabarKampus – Koalisi Melawan Tambang- Jawa Barat mengingatkan adanya modus ijon politik antara politisi dengan para pebisnis tambang. Hal ini, karena adanya hubungan sebangun antara proses politik Pilkada Jawa Barat dengan bisnis tambang yang berlangsung dalam 10 tahun terakhir, termasuk Pilkada 2018.
Dadan Ramdan, Direktur Walhi Jawa Barat mengatakan, praktek dan bisnis pertambangan di Jawa Barat semakin masif terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir baik yang berizin maupun yang tidak berizin. Pertambangan ini telah memberikan kontribusi besar dalam menurunnya kualitas lingkungan di Jawa Barat.
“Dari Jumlah 620 IUP yang diterbitkan dalam kurun waktu 2008-2012, hanya 329 IUP yang clean and clear (CNC) dan 291 IUP yang non clean and clear (Non CNC). Di Luar IUP, ada sekitar 913 SIPD yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat sebelum tahun 2009 dengan luasan mencapai sekitar 900.000 ha,” kata Ramdan, dalam konferensi persi di KaKa Cafe, Jalan Tirtayasa, Bandung, Rabu, (11/04/2018).
Selain itu, kata Ramdan, kawasan hutan pun lenyap oleh praktik pertambangan. Dari tahun 2011-2016, secara legal, dari total 99 IPKKH, ada sekitar 85 lokasi tambang yang berlokasi di kawasan hutan yang dikelola oleh perhutani dengan luasan tambang mencapai sekitar 4.300 ha melalusi skema IPPKKH.
Sementara dari hasil kajian Walhi Jabar : Ada 792 KSO, 143 KSO Pertambangan di kawasan hutan di Wilayah Perhutani Jabar, 12 Perusahaan / Usaha di KPH Bogor sudah dilaporkan Walhi Jawa Barat kepada Polda Jawa Barat. Namun hingga saat ini belum ada tindakan nyata pasca kemenangan pra peradilan atas SP3 yang dikeluarkan Polda Jawa Barat.
Tak hanya itu, menurut Ramdan, permasalahan yang muncul selain kerusakan sosial dan lingkungan hidup, hutan, karst dan pesisir laut di Jawa Barat adalah Perizinan tambang. Perizinan ini banyak diberikan menjelang akhir jabatan kepala daerah dan pilkada kab/kota dan provinsi.
“Ada 291 IUP Non CNC yang ditemukan KPK tidak ditindaklanjuti secara tuntas oleh Pemrov Jawa Barat dan Pemkab di Jabar,” ungkapnya.
Selanjutnya, menjelang Pilgub Jawa Barat pada tahun 2018 ini juga, ada sebanyak 34 izin pertambangan yang dikeluarkan oleh Pemprov Jawa Barat. Rinciannya adalah 4 IUP eksplorasi, 7 IUP produksi perpanjangan, 21 WIUP dan 2 Izin produksi baru.
“Perpanjangan izin dan pengeluaran izin baru ini ada indikasi kuat dengan kepentingan politik kandidat yang didukung oleh petahanan,” tambahnya.
Sementara itu, Ki Bagus, Kepala Simpul dan Lingkat Belajar JATAM menambahkan, terbitnya Izin Usaha Pertambangan menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) patut diduga menjadi modus ijon politik antara politisi, baik itu kandidat, tim sukses ataupun partai politik, dengan para pebisnis pertambangan. Hal inilah yang harus diwaspadai, salah satunya di Jawa Barat.
“Sudah ada 34 IUP diterbitkan oleh gubernur pada 31 Januari 2018, dua pekan menjelang penetapan calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat.
Tidak hanya dari IUP yang baru diterbitkan saja, menurut Ki Bagus, saat ini di Jawa Barat juga tercatat 263 IUP yang sudah habis masa berlakunya. Besarnya jumlah IUP habis masa berlaku ini juga menjadi potensi dilakukaannya ijon politik antar politisi dan pebisnis tambang.
“Padahal sesuai dengan ketentuannya pada Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2017, perpanjangan IUP hanya bisa dilakukan paling cepat 5 tahun dan paling lambat 1 tahun sebelum habis masa berlakunya,” ungkapnya.
Bagi Ki Bagus, jika para kandidat pemimpin Jawa Barat berkomitmen untuk menghentikan laju kerusakan dan memulihkan lingkungan hidup, maka 263 IUP habis masa berlakunya ini harus tidak diperpanjang. Karena sudah bukan rahasia, politisi yang berkontestasi dalam Pilkada maupun pebisnis tambang sama-sama memiliki kepentingan.
“Para kandidat berkepentingan untuk mengumpulkan dana kampanye secara cepat, sedangkan para pebisnis tambang berkepentingan untuk mendapatkan jaminan politik dan keamanan dalam menjalankan bisnis tambangnya di suatu wilayah,” tutupnya.[]