BANDUNG, KabarKampus – Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung turut hadir dalam peringatan Hari Buruh Internasional di depan Gedung Sate Bandung, Selasa, (01/04/2018). Mereka hadir dalam barisan ratusan buruh dari berbagai wilayah di Jawa Barat.
Salah satu masalah ketenagakerjaan yang diangkat dalam kesempatan tersebut adalah masalah tenaga atau peserta magang. Para mahasiswa ini menolak peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.36 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan pemagangan di dalam negeri, karena belum ada peraturan dalam menjamin hak pekerja sesuai sesuai dengan porsi kerja seharusnya.
Ahmad Wali Radhi, Ketua KM ITB menjelaskan, dalam Permen ini pengupahan tenaga magang, tidak harus mengacu pada upah minimum provinsi atau kabupaten. Sehingga upah yang diterima oleh tenaga magang ditentukan berdasarkan perjanjian pemagangan dalam bentuk uang saku.
“Hal ini dapat mejadi celah bagi para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan target produksi tanpa memperhatikan kondisi pekerja,” kata Ahmad Wali di depan Gedung Sate, Bandung.
Selain itu tambah mahasiswa pertambangan 2014 ini, Permen ini juga mengatur bahwa perusahaan dapat menerima tenaga magang sampai 30 persen. Baginya, ini juga dapat melanggengkan praktik tenaga kerja untuk untuk produksi tanpa jaminan upah yang pasti.
“Upah tenaga magang yang berupa uang saku dapat melegalkan pengusaha untuk memperkerjakan tenaga magang di bawah upah minimum kabupaten kota dan Upah Minimum Regional,” ungkap Wali.
Kemudian tambah Wali, jika tujuan pemagangan ini adalah untuk memperoleh kompetensi semata, maka sebaiknya terdapat perbedaan beban kerja bagi pekerja magang. Namun pada kenyataannya dalam beberapa kasus justru sebaliknya.
Selanjutnya ungkapnya, tanggung jawab keberadaan pemagang juga tidak terdefinisikan lagi dengan terlibatnya Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), sebagai penyelenggara pelatihan kerja. Sehingga tidak ada penanggung jawab yang pasti antara perusahaan dan LPK.
“Ini bisa membuat kedua belah pihak saling lempar tanggung jawab jika terjadi pelanggaran terhadap pemagang,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Wali, praktik seperti ini berindikasi mengeksploitasi pada pekerja sebagai pemenuh target produksi. Padahal seharusnya pemagangan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan antara pencari keterampilan dengan penyedia keterampilan.
“Bukan relasi pencari kerja dan pemberi kerja,” tambah Wali.
Selain menolak Peraturan Menteri tentang pekerja magang, ada empat tuntutan KM ITB dalam aksi hari buruh tersebut. Diantaranya menuntut pemerintah untuk mnciptakan sistem pengawasan yang lebih ketat kepada perusahaan dalam melaksanakan Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Kemudian menindak tegas kepada perusahaan yang tidak menjamin K3.
Tuntutan lainnya adalah meninjau ulang Pepres No 2 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing. Kemudian pemerintah juga diminta juga memperketat sistem pengawasan dan membatasi para pekerja asing yang bekerja sebagai tenaga ahli.[]