More

    Belajar Dari Portugal Dalam “Pemberantasan Narkoba”

     

     

    Sebanyak 7000 mahasiswa Tel-U berfoto bersama usai mengikutipenyuluhan penyalahgunaan narkoba di Kampus Tel-U.

    BANDUNG, KabarKampus – Tenggat perwujudan “Dunia bebas Narkoba 2019” yang ditetapkan PBB tinggal setahun lagi. Sebelumnya Indonesia telah tiga tahun melewati batas waktu yang ditetapkannya bersama ASEAN untuk perwujudan mimpi tersebut. Namun kondisi yang diinginkan justru lebih buruk.

    - Advertisement -

    Bagi Rumah Cemara, untuk memwujudkan cita-cita tersebut, kebijakan pemberantasan narkoba sudah waktunya untuk dievaluasi dan diubah. Indonesia harus belajar dari sejumlah negara telah membuktikan penurunan masalah-masalah yang berkaitan dengan narkoba.

    “Portugal sudah membuktikan terjadinya penurunan permasalahan narkotik,” Ardhany Suryadharma, Manajer Program Rumah Cemara, Selasa, (26/06/2018).

    Ia mengungkapkan, pada 2001, Portugal menghapus hukuman pidana bagi kepemilikan untuk konsumsi pribadi zat-zat yang terdaftar dalam Konvensi PBB mengenai Narkotik (1961) dan Psikotropika (1971). Warga di sana diperkenankan memiliki hingga 25 gram ganja kering, 1 gram ekstasi, 1 gram heroin, dan 2 gram kokaina.

    Dampaknya, di seluruh Portugal, hanya 40 konsumen narkoba suntik yang hasil tes HIV-nya positif pada 2014. Jumlah ini menurun drastis dari 1.482 hasil tes HIV positif pada tahun 2000.

    Selain itu, jumlah kematian terkait narkoba menurun dari 131 pada 2001 menjadi 20 kematian pada 2008. European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction pada 2016 melaporkan, tingkat kematian akibat narkoba pada usia 15-64 tahun di Portugal merupakan yang terendah kedua setelah Rumania.

    “Apa yang dilakukan Portugal membantah asumsi bahwa kebijakan dekriminalisasi akan membuat narkoba lebih banyak dikonsumsi. Buktinya, tingkat konsumsi narkoba dalam setahun terakhir menurun dari 3,6% pada 2001 menjadi 2,9% pada 2012,” kata Ardhany.

    Menurutnya, konsumsi narkoba teratur menurun secara konsisten dari 44% pada 2001 menjadi 31% pada 2007. Kemudian berlanjut menjadi 28% pada 2012.

    Selain itu, harga narkoba yang didekriminalkan di Portugal juga dilaporkan turun. Hal ini turut berdampak pada menurunnya angka kriminalitas yang dilakukan untuk mencukupi pembiayaan narkoba konsumennya.

    Ardhany mengungkapkan, upaya menyingkirkan para penjahat dari bisnis narkoba menjadi lebih efektif bila negara mengambil alih pengelolaan komoditas tersebut. Ini bisa dipelajari dari sejumlah negara yang meresepkan heroin bagi para konsumennya, di antaranya Swiss dan Jerman. Uruguay juga bisa dijadikan contoh karena sejak 2015 pemerintah resmi menguasai budi daya dan perdagangan ganja.

    “Untuk keperluan medis, negara-negara Afrika seperti Zimbabwe dan Zambia bahkan telah memperbolehkan pemanfaatan ganja yang di Indonesia masih dilarang konsumsinya kecuali untuk pengembangan IPTEK. Ancaman hukuman kepemilikan ganja minimal penjara 4 tahun,” terang Ardhany.

    Dari pengalaman negara-negara tersebut, Ardhany menilai Indonesia perlu belajar dari praktik dekriminalisasi dan pengelolaan narkoba oleh sejumlah negara telah membuktikan penurunan masalah-masalah yang berkaitan dengan narkoba. Bila Indonesia masih bersikeras untuk terus melanjutkan ‘perang terhadap narkoba’ hanya menjadikan 26 Juni sebagai ajang tahunan mempermalukan diri atas cita-cita “dunia bebas narkoba” yang terus direvisi batas waktu perwujudannya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here