- JUKSTAPOSISI “SEPASANG BEJANA BULAN”
Di dalam buku “The Principles of Science, A Treatise on Logic and the Scientific Method” (1874) karya W.S. Jevons, yang membahas prinsip-prinsip operasi dalam aljabar logika (aljabar Boole), ada dinyatakan soal hukum kombinasi dan hukum berpikir, sebagai berikut (tanda + diganti menjadi tanda ⋅∣⋅):
A. HUKUM KOMBINASI:
- Hukum Simplisitas: A = AA = AAA = &c
- Hukum Komutatif Perkalian: AB = BA
- Hukum Kesatuan: A ⋅∣⋅ A = A
- Hukum Komutatif Penjumlahan: A ⋅∣⋅ B = B ⋅∣⋅ A
- Hukum Distributif: A (B ⋅∣⋅ C) = AB ⋅∣⋅ AC
(Sewaktu Jevons menulis bukunya, hukum kombinasi kelima ini belum diberi nama).
B. HUKUM BERPIKIR:
- Hukum Identitas: A = A
- Hukum Kontradiksi: Aa = 0
- Hukum Dualitas: A = AB ⋅∣⋅ Ab
Sistem operasi aljabar logika yang dirumuskan oleh Jevons ini kemudian dijadikan dasar operasi dalam logika proposisional (logika simbolis atau logika matematika) oleh Bertrand Russel dan A.N. Whitehead pada awal abad ke-20, termasuk Ludwig Wittgenstein dalam bukunya “The Tractatus Logico-Philosophicus”. Selanjutnya temuan Jovans itu juga menjadi dasar bagi aljabar diskrit yang digunakan dalam operasi logika pada bahasa pemrogaman komputer hingga saat ini.
Saya berpikir, apa yang dirumuskan oleh Jevons ini juga amat penting untuk memahami prinsip-prinsip simetri dan komposisi, seleksi dan kombinasi, di dalam puisi (atau seni pada umumnya), termasuk mengenai teknik jukstaposisi di dalam sastra.
Jukstaposisi adalah penjajaran dua hal berbeda secara langsung untuk menimbulkan kontras yang berfungsi menegaskan subjek/objek tertentu yang dilawankan. Karena itulah untuk memahami jukstaposisi perlu terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud proposisi di dalam logika. Dengan kata lain, paradoks atau jukstaposisi di dalam istilah teknik seni bukanlah kontradiksi.
Menurut hipotesis saya, jukstaposisi itu logis berdasarkan prinsip koherensi, karena pembuktiannya ada pada hukum dualitas. Saya bisa memberikan bukti (proof) menggunakan logika simbolis berdasarkan hukum dualitas yang dirumuskan oleh Jevons terkait pernyataan saya bahwa jukstaposisi itu logis. Begini:
Hukum dualitas seperti yang dirumuskan oleh Jevons adalah sebagai berikut: A = AB ⋅∣⋅ Ab. Pertama, proposisi matematis dari hukum dualitas tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi satu proposisi logika simbolis, yaitu: p = (p ∧ q) V (p ∧ -q), agar dapat dibuktikan benar atau salahnya menurut prinsip koherensi di dalam logika simbolis.
Pembuktian hukum dualitas dapat menggunakan operasi properti logika konjungsi (∧ = dan) serta disjungsi (V = atau), kemudian dicek kebenarannya (berdasarkan prinsip koherensi) melalui tabel kebenaran atau hukum-hukum logika simbolis. Operasi tersebut dikenal dalam logika simbolis sebagai operasi “distribution of conjunction over disjunction” (distribusi dari konjungsi yang lebih besar daripada disjungsi), seperti berikut ini:
Hipotesis:
“Hukum dualitas ekuivalen dengan hukum identitas.”
Bila:
∧ = dan (operator konjungsi)
V = atau (operastor disjungsi)
~ = negasi (ingkaran)
T = true (simbol nilai benar untuk satu proposisi)
Maka:
(1) p = (p ∧ q) V (p ∧ ~q) —————————> Proposisi.
(2) p = p ∧ ( q V ~q) ———————————> Hukum distribusi.
(3) p = p ∧ (T) —————————————-> Tautologi.
(4) p = p ———————————————–> Hukum simplisitas.
(5) p = (p ∧ q) V (p ∧-q) ≡ p = p ——————-> Hipotesisi terbukti.
Jadi, berdasarkan pembuktian logika simbolis di atas, hipotesis bahwa “hukum dualitas adalah ekuivalen dengan hukum identitas” adalah terbukti benar. Konsekuensinya adalah jukstaposisi juga logis berdasarkan prinsip koherensi, karena pembuktiannya ada pada hukum dualitas. Dualitas itu logis berdasarkan prinsip koherensi (benar), karena dualitas adalah tautologi dan bukan kontradiksi. Dan, terakhir, dualitas itu benar (tautologis), karena dualitas itu tak lain ekuivalen atau varian dari hukum identitas.
Berikut saya beri contoh bila proposisi-proposisi tersebut hendak dinarasikan dengan mengisi variabel-variabelnya dengan kalimat:
Bila:
p = Aku menulis puisi
q = Kamu menulis puisi
~q = Kamu tidak menulis puisi
Maka:
(1) Aku menulis puisi = (aku menulis puisi dan kamu menulis puisi) atau (aku menulis puisi dan kamu tidak menulis puisi).
(2) Aku menulis puisi = aku menulis puisi dan (kamu menulis puisi atau kamu tidak menulis puisi) ——–> Hukum distributif.
(3) Kamu menulis puisi dan (benar bahwa kamu menulis puisi atau kamu tidak menulis puis) ——–> Tautologi.
(4) Aku menulis puisi = Aku menulis puisi ————> Hukum simplisitas.
(5) Hipotesis terbukti bahwa hukum dualitas ekuivalen dengan hukum identitas.
Keterangan:
(3.a) Hukum identitas dan hukum tautologi = Benar dan Benar.
(4.a) Benar dan Benar = Benar ——————> Hukum simplisitas.
Di mana aspek jukstaposisinya dalam kalimat (proposisi) di atas? Hal itu ada pada penjajaran “aku menulis puisi dan kamu menulis puisi” ditambah kalimat “kamu tidak menulis puisi” sebagai kontras yang justru menegaskan aktivitas dari “aku menulis puisi”. Kontras dalam contoh jukstaposisi di atas tidak dimaksudkan untuk menegaskan subyek “si kamu”, melainkan subyek “si aku”. Itu yang dimaksud jukstaposisi. Jadi, jukstaposisi itu bukan semata menghadirkan kontras, tapi kontras itu berfungsi untuk menegaskan keberadaan subjek/objek tertentu yang hendak dilawankan.
Contoh konkrit dari jukstaposisi adalah seperti gambar “bejana bulan” (bejana keramik khas Korea) dilatari lanskap senja dengan gunung, laut, awan, dan langit pada esai ini. Langit atau awan atau laut atau gunung hadir sebagai kontras untuk menegaskan kehadiran bejana bulan yang tegak di sisi kiri foto, atau sebaliknya. Tergantung mana yang mau dijadikan protagonis dan antagonis. Kalau protagonisnya adalah awan, maka antagonisnya adalah bejana bulan. Begitu sebaliknya.
Saya sudah memberikan bukti (proof) melalui pembuktian logika simbolis bahwa jukstaposisi itu memang logis. Belum ada yang memberikan bukti logis soal jukstaposisi dalam sejarah ars poetica dunia. Bahkan Ezra Pound, penyair Amerika Serikat pada awal abad ke-20 yang mencetuska konsep “jukstaposisi” dan ars poetica imajisme, tidak memberikan bukti logis itu. Hal yang hendak saya tunjukkan dengan bukti logis itu semata untuk menegaskan bahwa puisi modern—terutama puisi-puisi imajisme dan surealisme yang menggunakan teknik jukstaposisi—adalah logis menurut prinsip koherensi. Hal ini juga membuktikan bahwa teknik jukstaposisi masih berada dalam wilayah prinsip kebenaran tautologi monistik, dan belum masuk ke dalam wilayah logika parakonsisten atau hipotesis logika presensionis.
—————————————————————
Esai © Ahmad Yulden Erwin, 2016 – 2018
—————————————————————
*) Ahmad Yulden Erwin lahir tahun 1972 di Tanjungkarang, Lampung. Ia menulis puisi dan prosa sastra sejak 1987. Saat ini ia sepenuhnya bertekun dalam dunia kepenulisan sastra, kritik seni keramik dan lukisan, serta filsafat—khususnya logika dan epistemologi.