More

    Data Korban Gempa Lombok Berbeda-beda, Manakah yang Harus Dipegang?

    Salah satu rumah warga yang ambruk akibat gempa bumi di Lombok, Dok. Sutopo Purwo Nugroho

    LOMBOK, KabarKampus – Jumlah korban jiwa gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Bara terus bertambah. Dari catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) jumlahnya hingga 08/08/2018 mencapai 131 korban jiwa.

    Namun data lain, menunjukkan jumlah yang berbeda. Dari data yang dikeluarkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) jumlah korban jiwa di Lombok mencapai 381 orang. Sementara menurut Gubernur NTB mencapai 226 orang dan data Bupati Lombok Utara mencapai 347 orang.

    Data manakah yang dapat dipegang?

    - Advertisement -

    Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengatakan, semua data adalah benar karena berdasarkan data dari lapangan. Perbedaan tersebut adalah hal yang biasa selama masa tanggap daurat.

    “Kebutuhan kecepatan melaporkan kondisi penanganan bencana saat krisis diperlukan sehingga menggunakan data sendiri,” katanya dalam keterangan pers BNPB.

    Sehingga kata Sutopo, antara institusi memiliki data sendiri-sendiri dan berbeda yang dapat membingungkan masyarakat. Untuk itu perlu koordinasi bersama menyamakan data korban bencana.

    “Hal ini dapat disepakati di Posko Utama Tanggap Darurat Bencana. Begitu juga dalam penanganan dampak gempa Lombok,” tambahnya.

    Oleh karena itu menurutnya, Pos Pendamping Nasional (Pospenas) melalui Dansatgas dan Wadansatgas berencana telah mengundang Kementerian, Lembaga dan Pemda untuk menyamakan data korban pada 9/8/2018. BNPB akan mendampingi Pemda dalam pertemuan tersebut.

    Menurutnya, masing-masing lembaga diminta membawa data dengan lebih detil yaitu identitas korban meninggal dunia. Mulai dari nama, usia, jender dan alamat. Data akan di-crosscheck-kan satu sama lain.

    “Sebab seringkali satu korban tercatat lebih dari satu. Misal instusi menyebutkan nama panggilan sehari-hari, nama lengkap, atau nama kecilnya sehingga data terhitung tiga orang,” ungkap Sutopo.

    Ia menjelaskan, identitas korban sangat diperlukan terkait bantuan santunan duka cita kepada keluarga korban. Pemerintah akan memberikan Rp 15 juta kepada ahli waris korban.

    Namun ungkap Sutopo, sesuai regulasi yang ada, data resmi dari korban akibat bencana yang diakui Pemerintah adalah data dari BNPB dan BPBD. Data ini akan menjadi data resmi nasional. Makanya seringkali data yang keluar dari BNPB dan BPBD lambat dibanding data lain.

    “Sebab perlu verifikasi agar valid. Penyampaian data korban bencana buka  soal cepat-cepatan tetapi adalah kehati-hatian untuk menjamin data tersebut benar,” ungkapnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here