Ulasan Penutup
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami adanya politik perseteruan terbuka yang nyata atau material dalam konteks relasi yang kompleks antara negara dan masyarakat sipil dalam dinamika internasional dan tatanan dunia. Politik perseteruan terbuka secara global di tingkat lokal, nasional, dan internasional yang melibatkan aktor negara dan aktor non-negara (dalam hal ini ada organisasi bisnis atau korporasi dan organisasi masyarakat sipil transnasional) semakin menyadarkan kita betapa semakin kompleksnya permasalahan yang ada dalam dinamika global.
Pandangan positif dan negatif yang menghasilkan sikap optimis dan pesimis tersebut juga mengingatkan kita pada kajian dan diskursus tentang globalisasi –sejak dikenal karena adanya Konsensus Washington- yang biasanya dihadapi dengan opitimis oleh para hiperglobalis dan pesimis oleh para anti-globalis yang bergeser menjadi alter-globalis (atau globalisasi alternatif yang lebih manusiawi dan adil, terutama sejak terjadinya protes global dalam pertemuan WTO di Seattle pada tahun 1999 yang terkenal dengan “Battle of Seattle”).
Pandangan berbeda dari dua pandangan tersebut adalah pandangan transformasionalis yang memungkinkan untuk melihat politik perseteruan global ini harus dilihat sebagai proses politik yang struktural dan sistemik, di mana kemungkinan terjadi pergeseran hegemoni karena terjadi pertentangan antara rezim hegemon yang dilawan oleh gerakan kontra-hegemoni di dalam tatanan dunia. Rezim hegemon tampak secara sederhana di lihat pada organisasi atau lembaga-lembaga internasional seperti WB dan IMF yang kemudian didukung oleh negara dan korporasi transnasional. Keberadaan mereka dengan sikap dan tindakan yang menjadi perilaku mereka merefleksikan kepentingan-kepentingan mereka yang secara rasional mereka konstruksikan. Begitupun gerakan kontra-hegemoni yang dilakukan oleh masyarakat sipil yang terorganisir dan beroperasi di tingkat lokal, nasional, dan internasional, Keberadaan mereka dengan sikap dan tindakan yang menjadi perilaku mereka, juga merefleksikan kepentingan-kepentingan mereka yang secara rasional mereka konstruksikan.
Pertanyaan-pertanyaan yang selalu muncul seperti: (1) big push dan sikap dan perilaku pro-tourism, (2) Bali yang cukup aman, (3) menjadi terbesar sepanjang sejarah, (4) inisiatif-inisiatif dalam pertemuan itu, (5) efek jejaring, efek kompetensi, efek infrastruktur, dan image effect, (6) perputaran uang, (7) dampak positif perekonomian dari pertemuan tersebut; pada akhirnya akan berujung pada pertanyaan besar: apa maknanya, untuk apa, dan bagi siapa?
Pertanyaan-pertanyaan kritis yang lahir dari pengamatan atas realitas empiris, dan pencarian jawaban-jawaban etis yang menuntut proses politik demokratis dan emansipatoris dalam tatanan dunia, sebagaimana disuarakan oleh Teori Kritis yang transformasionalis, akhirnya juga menyadarkan bahwa tatanan dunia dan dinamikanya yang tidak mengalienasi atau mengasingkan satu orangpun di dunia ini dan adil secara sosial bagi semua orang, hanya bisa diciptakan oleh satu kekuatan sosial yang mampu berproduksi dan mereproduksi berbagai sumber daya untuk berpolitik dalam membentuk negara dan mempengaruhi dinamika politik global.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>