More

    Bagaimana Menyikapi Pro Kontra Pertemuan IMF & WB di Bali?

    Oleh: Virtuous Setyaka[1] dan Try Adhi Bangsawan[2]

    Ilustrasi. Dok. Nusadua.com

    Setelah ada pertemuan bertaraf internasional Global Land Forum (GLF) yang diselenggarakan oleh International Land Coalition (ILC) di Bandung pada September 2018, berikutnya ada Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali pada Oktober 2018 mendatang. Dua pertemuan tersebut memang tidak ada hubungannya secara langsung, namun juga sama-sama terjadi kontroversi di sekitar penyelenggaraannya.

    Dalam tulisan ini, akan dianalisis tentang kontroversi atau pro dan kontra terhadap pertemuan di Bali tersebut. Diawali dengan mengumpulkan informasi dari berbagai media massa yang bisa dihimpun oleh Penulis untuk menunjukkan kontroversi dalam Pertemuan IMF-WB 2018 di Bali tersebut. Setelah itu akan ditutup dengan sedikit ulasan yang mungkin bermanfaat dalam dialektika politik perseteruan terbuka dalam konteks relasi yang kompleks antara negara dan masyarakat sipil dalam dinamika internasional dan tatanan dunia.

    - Advertisement -

    Menyikapi Pertemuan IMF-WB 2018 Bali?

    Pertemuan ini bernama resmi Annual Meeting IMF-World Bank Group (AM IMF-WBG)  atau International Monetary Fund (IMF) and the World Bank (WB) Annual Meetings diselenggarakan pada 8-14 Oktober 2018 di Bali dan Pemerintah Indonesia bertindak sebagai tuan rumah. Berbagai bentuk persiapan pun dilakukan, bukan hanya secara teknis pelaksanaan, namun juga pewacanaan tentang pertemuan tersebut dalam dua perspektif yang berbeda: optimis dan pesimis. Opitmisme ditandai dengan mendukung atau pro, sedangkan pesimisme ditandai dengan menolak bahkan melawan atau kontra, terhadap rencana penyelenggaraan pertemuan tersebut. Setiap sikap dan tindakan para aktor tersebut tentu saja punya rasionalisasi masing-masing dalam setiap argumentasi yang mereka sampaikan. Penyampaian argumentasi disertai dengan berbagai tindakan juga menandai adanya kepentingan-kepentingan para aktor tersebut. Oleh sebab itu, menarik untuk mengikuti dan mengamati dinamika ini dan mungkin kita dapat menyikapinya dengan lebih arif.

    Pro Pertemuan IMF-WB 2018 Bali

    Berikut ini adalah suara-suara yang pro dengan pertemuan tersebut, dan memandang pertemuan tersebut secara postif dan optimis dengan perspektif masing-masing:

    Pertama, Haryo Kuncoro Direktur Riset SEEBI (the Socio-Economic & Educational Business Institute) Jakarta menuliskan bahwa Direktur Eksekutif IMF Christine Lagarde akan datang ke Indonesia untuk menghadiri pertemuan tersebut. Menjadi tuan rumah adalah kesempatan langka karena siklus pertemuan tahunan rutin digilir dua kali di markas besar IMF di Washington DC, dan satu kali di negara anggota yang jumlahnya 189. Perlu menunggu 567 tahun bagi negara anggota untuk menjadi tuan rumah. Jumlah peserta yang diklaim Panitia Nasional, akan dihadir 22 Kepala Negara, 189 Menteri Keuangan, 189 Gubernur Bank Sentral, lembaga internasional, CEO industri keuangan, investor, awak media, observer, dan pemangku kepentingan lain. Total delegasi mencapai 20.000 orang dengan potensi perputaran pendapatan Rp 7 triliun.

    Pertemuan ini bagi Indonesia adalah untuk mempromosikan kemajuan dan ketahanan ekonomi nasional. Sangat potensial menjadi dorongan besar (big push) yang diteorikan Rosenstein-Rodan (1943). Dorongan besar dibutuhkan untuk mengatasi ketertinggalan dengan memanfaatkan jaringan kerja melalui skala kehematan dan cakupan (economies of scale and scope). Sasarannya adalah segera keluar dari perangkap keseimbangan yang rendah. Tantangan terbesarnya adalah masyarakat memiliki impresi kurang baik terhadap IMF.

    Menurut Haryo, IMF sudah menyadari kekeliruan akan kebijakannya di masa lalu, restrukturisasi yang digeber IMF tidak serta merta mengubah citra bagi negara berkembang yang pernah memperoleh bantuan IMF. Dukungan masyarakat luas menjadi modal utama, sikap dan perilaku pro-tourism turut andil dalam suksesnya agenda akbar tersebut. Bangsa Indonesia tidak perlu malu belajar dari Thailand yang berhasil menarik puluhan juta wisatawan setiap tahun lantaran penduduk lokalnya sangat peduli[3].

    Kedua, Ketua Pelaksana Harian pertemuan IMF-World Bank, Susiwijiono mengatakan belum ada rencana untuk memindahkan lokasi pertemuan tersebut, meskipun Bali diguncang beberapa kali Gempa, dan daerah terdekatnya yaitu Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) juga mengalami beberapa kali gempa yang cukup besar. Bali cukup aman untuk penyelenggaraan pertemuan IMF-World Bank ini. Meski begitu, pihaknya juga tetap mengawasi perkembangan terkini terkait gempa ini dengan menggandeng pihak terkait seperti PVMBG dan BMKG[4].

    Ketiga, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pihak IMF dan Bank Dunia mengaku puas dengan persiapan yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan menyatakan bahwa pertemuan ini, mengutip Lin Jianhai (Sekjen IMF), akan menjadi terbesar sepanjang sejarah[5].

    Keempat, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyatakan bahwa Indonesia akan memaksimalkan posisi sebagai tuan rumah pertemuan IMF-WB 2018, sebagai suatu event yang tidak hanya sukses di penyelenggaraannya tapi juga menunjukkan show case bahwa Indonesia ataupun Asia ini sudah semakin maju dan kuat. Apalagi dengan berbagai kebijakan reformasi yang harus berjalan. Inisiatif yang akan dilakukan diantaranya adalah di bidang ekonomi keuangan dijital (Bali Fintech Agenda), agenda-agenda pengembangan fintech dirumuskan dan dijadikan acuan pengembangan fintech di Indonesia juga di seluruh dunia. Selain itu, inisiatif-inisiatif untuk menunjukkan kemajuan ekonomi Indonesia antara lain terkait pembiayaan infrastruktur, syariah economy finance dan dengan women empowerment dan berbagai isu di bidang pembangunan[6].

    Kelima, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan pertemuan ini akan membuat Bali dikenal sebagai lokasi pertemuan berkelas internasional. Sama seperti Davos, Swiss, yang sering menggelar dan. dikenal sebagai lokasi langganan penyelenggaraan ajang pertemuan internasional, salah satunya World Economic Forum (WEF) yang dilaksanakan setiap tahun. WEF di Davos memunculkan efek jejaring, efek kompetensi sebagai penyelenggara event internasional, efek infrastruktur dan image effect yang menunjukkan kemampuan negara sebagai tuan rumah yang sangat capable jadi tuan rumah mega meeting. Diharapkan terjadi, Bali usai menyelenggarakan pertemuan itu.

    Dampak langsung terhadap ekonomi Bali akan mencapai Rp 5,9 triliun, di antaranya dari investasi infrastruktur mencapai Rp 3 triliun, dan belanja wisatawan mancanegara dan domestik sebesar Rp 1,1 triliun. Pada 2018, pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan mencapai 6,5 persen. Pada 2018, jika Bali berpola tidak ada pertemeuan itu, pertumbuhan ekonominya hanya 5,9 persen. Masih di bawah 6 persen, masih melambat yang sejak 2017. Tapi karena pertemuan itu, bisa naik 0,64 persen sehingga di 2018 pertumbuhan ekonomi Bali menjadi 6,54 persen[7].

    Keenam, Kepala Unit Kerja Pertemuan IMF-Bank Dunia 2018 Peter Jacobs menuturkan, perputaran uang selama perhelatan internasional tersebut akan sangat besar. Ditaksir mencapai lebih dari 100 juta dollar AS, bisa terjadi untuk memenuhi beragam kebutuhan, mulai dari sewa-sewa gedung sebagai lokasi pertemuan, kamar hotel, makanan dan minuman, perjalanan, dan kebutuhan mendasar lainnya. Angka tersebut adalah jumlah belanja sekira 15.000 orang selama pertemuan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan ada beragam kesepakatan perdagangan tercipta. Sebab, juga akan dihadiri para investor, pebisnis, dan sosok-sosok penting investasi global. Perputaran uang lebih besar bisa terjadi di sektor pariwisata dan penyangganya di Bali dan daerah-daerah sekitarnya. Berkemungkinan besar para delegasi dan peserta akan kembali ke Indonesia untuk berwisata pasca pertemuan. Perputaran uang akan menguntungkan Indonesia[8].

    Ketujuh, Bank Indonesia (BI) menyebutkan event tersebut mampu berdampak positif untuk perekonomian nasional dan pasar keuangan nasional yang bergejolak. Kepala Departemen Internasional BI, Dodi Zulverdi menjelaskan pertemuan itu akan meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia. Jika sukses akan menjadi confidence tersendiri hingga memberikan sentimen positif. Juga akan meningkatkan kerja sama antar negara yang hadir dalam pertemuan tersebut. Sudah ada beberapa lembaga negara yang tergabung dalam IMF-WB merencanakan pertemuan dengan pemerintah Indonesia maupun BI. Ada pemimpin-pemimpin ekonomi dari negara-negara IMF. Mereka juga akan bertemu dengan perusahaan dan lembaga keuangan negara lain[9].

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here