I. AKTIVISME DAN GERAKAN SOSIAL
1. Politik Masyarakat Sipil: dari Lokal ke Transnasional
Tarrow berpendapat bahwa individu yang bergerak ke aktivisme transnasional, keduanya (aktivisme individu dan aktivisme transnasional) dibatasi dan didukung oleh jaringan domestik; dalam melangkah, mereka mengaktifkan proses-proses transisi antara negara-negara (politik domestik) dan politik internasional; dan ketika mereka kembali ke rumah, membawa bentuk-bentuk tindakan baru, cara-cara baru untuk membingkai isu-isu domestik, dan mungkin identitas baru yang mungkin suatu hari melebur dalam perseteruan politik domestik dan internasional. Aktivisme transnasional bersifat transformatif. Transformasi itu menjadi penghubung antara dunia negara dan negara di mana sesungguhnya tidak lebih dari satu identitas di antara banyaknya yang disebut lokal, nasional, dan transnasional (Tarrow, 2015: 2).
Dari pendapat Tarrow tersebut, dapat dipahami bahwa (1) aktivisme itu berdimensi individual atau personal. Sedangkan gerakan sosial itu berdimensi sosial karena yang sosial adalah ketika para aktivis dengan aktivisme masing-masing menjadi aktivitas bersama yang biasanya disebut dengan aksi kolektif (collective action). (2) Aktivisme yang dilakukan individu dapat berlangsung atau mengambil area di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Kemungkinan untuk menjadi aksi kolektif yang lebih efisien dan efektif dalam serangkaian tindakan yang disebut gerakan sosial adalah pengorganisasian[1], tidak sekedar berjejaring atau jaringan yang bisa dibedakan antara jaringan individu dengan jaringan organisasional. Organisasi dan jaringan secara lebih spesifik dapat disebut sebagai “basis gerakan sosial”, sedangkan aksi kolektif dan berbagai bentuk yang ditunjukkan para aktivis dalam gerakan disebut sebagai “kampanye gerakan sosial”. (3) Jaringan (yang) domestik dinyatakan bisa membatasi atau mendukung tersebut menandakan bahwa pertama, jaringan bersifat dinamis atau bisa terus berubah. Sehingga para aktivis dituntut memiliki kemampuan untuk membangun dan merawat jejaring selain organisasi. Kedua, jaringan domestik (lokal dan nasional) berbeda dengan jaringan transnasional (melampaui batas negara-bangsa). (4) Gerakan sosial yang dimaksud adalah tindakan-tindakan yang didalamnya ada langkah-langkah transisi (bergeser dari yang lokal ke nasional sampai internasional –dijelaskan dengan scale up begitupun sebaliknya yang disebut scale down) dan proses-proses melakukan perubahan atau transformasi sosial tersebut. Pergeseran itulah yang dimaksud dengan internasionalisasi. (5) Gerakan perubahan sosial yang dinamis dari dan ke yang lokal dan internasional atau mengglobal yang digerakkan oleh para aktivis tersebutlah yang dimaksud dengan mengapa aktivis harus menjadi kosmopolitan yang berakar dengan terciptanya identitas baru yang melampaui seluruh batasan.
Internasionalisasi dalam dinamika aktivisme dan gerakan sosial dapat dianalisis secara umum dalam konteks internasionalisasi gerakan sosial maupun secara khusus dipelajari dalam konteks internasionalisasi aksi kolektif atau transnational collective action (TCA)[2]. Marisa von Bülow (2010: 5-9) menjelaskan bahwa aksi kolektif transnasional adalah proses di mana individu, kelompok non-negara, dan / atau organisasi memobilisasi bersama di isu, tujuan, dan target yang menghubungkan arena domestik dan internasional. Berbeda dengan yang ditunjukkan dalam kampanye internasional terkoordinasi jaringan aktivis (individual) terhadap aktor internasional, negara, atau lembaga internasional (della Porta dan Tarrow, 2005a: 7). Tarrow juga menyatakan bahwa tidak semua aktivisme yang relevan dengan politik transnasional terjadi di arena internasional (Tarrow, 2005: 30).
Lima argumen saling terkait dalam analisis TCA adalah: (1) interaksi antar aktor yang relevan, (2) aksi kolektif nasional cenderung menjadi kurang otonom dari politik internasional, (3) bentuk-bentuk tindakan kolektif transnasional yang muncul tidak dapat dipahami sebagai independen dari konteks politik, (4) bentuk organisasi baru yang menghubungkan skala lokal dan global merepresentasikan rekonfigurasi dari repertoar organisasi yang tersedia bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), (5) mekanisme relasional seperti perluasan, penekanan, difusi, dan transformasi dapat memperkuat hubungan antara sekutu heterogen secara internasional, tetapi juga dapat mengarah pada penurunan aksi kolektif di tingkat domestik.
Dalam salah satu perspektif dinyatakan bahwa masyarakat sipil transnasional atau transnational civil society (TCS) adalah “Non-governmental Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal yang terkait dengan aktor transnasional” yaitu para donor (gagasan, norma, dana). Perkembangan terkini dalam politik dunia: pemerintah lokal, TCS, dan donor. Ada dua karakteristik TCA: (1) mutasi potensinya melalui waktu dan variasinya lintas skala. Bagi TCS, tidak mudah untuk memutuskan dengan siapa membangun hubungan, keberlanjutan atau menghindari kerapuhan hubungan ini melalui waktu, dan (2) berbagai dilema yang harus dihadapi ketika terlibat dalam aksi lintas skala.
Dalam transnasionalisasi, CSO tidak bisa hanya memilih antara tindakan kolektif nasional versus tingkat global, tetapi harus hadir pada kedua skala; dari kegiatan lokal hingga global untuk mempengaruhi negosiasi internasional, menjangkau sekutu di luar batas-batas nasional, meluncurkan kampanye gabungan, membuat agenda bersama, melobi lembaga-lembaga domestik, fokus pada perilaku memengaruhi negara, pejabat organisasi internasional, CSO lainnya, dan hal-hal lainnya dengan menargetkan opini publik. TCA tidak akan membiakkan hubungan yang dilembagakan atau stabil. Singkatnya, ada proses dinamis dalam konfigurasi dan konfigurasi ulang interaksi di TCA (von Bülow, 2010: 20 – 36).
Setiap aktivitas masyarakat sipil terorganisir atau Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) adalah politik. Aktivitas politik terjadi di luar saluran politik formal[3]. Jenis-jenis OMS diantaranya: (1) sangat terlembaga, contoh organisasi keagamaan, serikat pekerja atau asosiasi bisnis; (2) organisasi lokal, contoh asosiasi masyarakat, organisasi petani atau kelompok budaya; dan (3) kelompok lebih longgar, contoh gerakan dan jaringan sosial[4]. Bangkitnya masyarakat sipil didorong oleh penyebaran literasi, demokrasi dan gagasan tentang hak yang telah mendorong peningkatan kewarganegaraan aktif. OMS membantu warga membangun kepercayaan dan kerjasama di mana semua masyarakat bisa bergantung. OMS berfungsi di luar tingkat individu atau rumah tangga tetapi di bawah negara[5].
Masyarakat sipil memainkan peran penting dalam sistem politik tertutup, seperti negara satu partai. Keberadaan OMS penting untuk memperbaiki tata kelola/pemerintahan (governance). Tekanan terhadap OMS meningkat dalam pembangunan ‘ruang masyarakat sipil’ yakni kemampuan CSO untuk beroperasi, berkampanye dan mengekspresikan suara tanpa takut represi, legal maupun fisik. Penindasan sering kali dilengkapi atau dipicu oleh tindakan-tindakan lebih canggih: hambatan hukum atau kuasi-hukum, pembentukan organisasi, kegiatan operasional, advokasi dan keterlibatan kebijakan publik, komunikasi dan kerja sama dengan pihak lain, perakitan dan memperoleh sumber daya dari luar negeri. Hingga taraf tertentu, OMS menjadi korban dari kesuksesan mereka sendiri. Aksi OMS terjadi di level multilateral[6]. Pembangunan OMS internasional memungkinkan lebih agresif dalam beroperasi: bergabung dengan organisasi lainnya, melobi pemerintah nasional, dan mendukung OMS tempatan atau lokal. OMS perlu dikelola melalui pergeseran dari penghindaran risiko ke manajemen risiko yang sadar. Dalam menghadapi permusuhan terhadap ruang masyarakat sipil, perlu memahami pembangunan ekonomi mandiri dalam menumbuhkan perjuangan hak asasi manusia[7].
Bersambung ke halaman selanjutnya –>