TANGERANG, KabarKampus – Cerita Malin Kundang menginspirasi Dr. Clara Evi Citraningtiyas, Dosen Fakultas Liberal Arts Universitas Pelita Harapan (UPH) dalam membuat sebuah konser drama musikal. Namun ia merekontruksinya menjadi cerita “Nilam Kandung”.
Konser drama musikalitas ini digelar di @america, Pasific Place Mall, Jakarta Selatan, Sabtu, (02/03/2019). Konser digelar berkolaborasi dengan program studi Music Therapy Conservatory of Music (CoM) UPH.
Dr. Clara sengaja merekontruksi cerita tentang Ibu yang mengutuk anaknya jadi batu ini menjadi “Nilam Kandung”. Karena meskipun hanya permainan kata, namun berdasarkan hasil riset S3nya, cerita yang menerapkan prinsip seperti itu, dampaknya kurang baik ketika dibacakan kepada anak-anak.
“Jika cerita aslinya Malin dikutuk oleh ibunya maka di cerita ini saya membuat Nilam Kandung dimaafkan,” ungkap Dr. Clara.
Dengan cerita ala Dr. Clara merekonstruksi cerita Malin Kundang menjadi “mata ganti kasih”. Meskipun sang Ibu disakiti, ia tetap memaafkannya.
Menariknya, cerita ini diangkat ke dalam sebuah konser drama musikal yang ditujukan bagi publik terutama bagi orang yang berkebutuhan khusus. Tentunya bukan sekedar untuk menyampaikan ide cerita tetapi juga untuk memberi kesempatan kepada kepada anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat menikmati konser musik dengan nyaman dan menyenangkan.
Dr. Clara yang juga merupakan seorang penulis buku memang telah banyak membuat cerita rekontruksi dan menerbitkannya. Ia pun mengaku sangat bersyukur atas kesuksesan cerita rekonstruksi yang dibawakan dengan sangat baik dalam konser ini.
“Saya terharu dan senang karena keinginan saya adalah cerita ini dapat dipahami dan dinikmati banyak orang, melihat sekarang banyak yang kurang suka membaca. Saat saya mempresentasikan projek rekonstruksi saya, Monica, ketua peminatan Music Therapy tertarik menampilkannya di acara musik terapi ini karena menurutnya cerita ini punya nilai yang bagus,” ujarnya.
Sementara itu, dari sisi Conservatory of Music, Tia Iskandar, dosen CoM UPH menjelaskan, konser musik ini ingin agar semua orang tanpa terkecuali anak-anak berkebutuhan khusus dapat menikmati konser. Tidak hanya itu, acara ini diharapkan dapat menjadi media untuk memperkenalkan budaya Indonesia.
“Background music yang dipakai dalam konser ini juga ada berasal dari lagu daerah sehingga publik yang hadir semakin kenal musik daerah. Namun tetap kita menggabungkan genre musik lainnya. Ini sengaja kita lakukan untuk mencari balance supaya tidak ada tembok di dalam musik karena musik tidak ada batasnya, baik dari jenisnya, cara bermainnya, maupun penikmatnya,” tambah Tia.[]