Peralatan elektronik bertenaga nuklir bukan sekedar wacana bagi para peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka membuktikannya dengan membuat prototype baterai nuklir untuk peralatan elektronik.
Rancangan baterai nuklir ini dibuat oleh tim peneliti Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM. Mereka terdiri dari 4 orang dosen serta 6 asisten peneliti.
Pada awalnya penelitian ini didanai oleh Dahlan Iskan, Menteri BUMN di Era Presiden Bambang Yudhoyono. Dahlan ingin agar ada sesuatu yang dapat dibuat dari teknologi nuklir, tidak sekedar teori.
“Ini bukti kami sudah melakukan sesuatu yang ada hasilnya, walaupun masih kecil itu tinggal scale-up saja,” terang Ir. Yudi Utomo Imardjoko, M.Sc., Ph.D selaku ketua tim peneliti pada saat dikunjungi peneliti ini ditinjau langsung oleh mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan di Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Yogyakarta, Jumat (22/11/2019).
Dalam dua tahun terakhir, proyek penelitian ini mendapat pembiayaan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan dan telah selesai dilaksanakan. Meski belum sempurna dan masih memerlukan pengembangan lebih jauh, prototipe yang dihasilkan menurutnya sudah cukup baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian lainnya.
“Ini kan masih kecil. Efisiensinya masih kecil walaupun cukup tinggi jika dibandingkan dengan tempat lain,” kata Yudi.
Menurut Yudi, penelitian mereka saat ini terkendala biaya komponen plutonium 238 yang cukup mahal karena harus diimpor. Karena untuk membuat prototipe tersebut, tim ini harus mendatangkan plutonium dari Rusia dengan harga yang mencapai 8.600 dolar per keping.
“Harga per keping hanya 12 dolar, tapi begitu sampai sini harganya itu 8.600 dolar per keping,” terangnya.
Pada kunjungannya ke Pusat Studi Ilmu Teknik UGM, Dahlan Iskan mendengarkan penjelasan dari tim peneliti terkait komponen serta cara kerja baterai. Selain menggunakan plutonium, baterai ini juga dilengkapi dengan sel surya untuk memperbesar listrik yang dihasilkan.
Elly, salah satu asisten peneliti menambahkan, baterai nuklir ini dikonversi secara tidak langsung. Keluarannya kecil maka digabung dengan sel surya agar semakin besar output-nya.
Ia menjelaskan, pengembangan baterai ini, ujarnya, bermula dari ide untuk mencari sumber tenaga yang kecil namun tahan lama. Menurutnya, kalau baterai litium setahun dua tahun sudah habis, sementara baterai nuklir bisa sampai 40 tahun.
Penelitian ini lebih lanjut, diharapkan dapat dikembangkan untuk menghasilkan output yang lebih besar dan memiliki ukuran yang lebih kecil karena baterai berukuran mikro menurutnya dapat dimanfaatkan secara lebih luas.[]