More

    Bagaimana Novel Coronavirus Bisa Menjebol Sistem Pertahanan Tubuh?

    Talkshow “Virus Corona dalam Perspektif Medis & Biologi Molekuler” di Kampus ITB, Bandung, Rabu (5/2/2020).  (Dok ITB)

    BANDUNG, KabarKampus – Pada dasarnya manusia memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk menangkal bibit penyakit. Jadi di musim novel coronavirus (2019-nCov) seperti sekarang ini, orang tak perlu khawatir dan panik jika sistem kekebalan tubuhnya bagus.

    Lantas bagaimana virus bisa menginfeksi tubuh manusia sekaligus menjebol sistem pertahanan tubuh? Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan sedang lemah atau tidak sehat. Virus akan masuk melalui sel-sel tubuh dan melemahkan sel-sel tersebut. Ketika sel tubuh kita melemah, maka tubuh kita menjadi sakit.

    Azzania Fibriani, staf dosen Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) ITB, bilang sebenarnya virus tidak bisa sembarangan masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi sel-sel di dalamnya. Virus akan berusaha mencari pintu masuk ke dalam sel.

    - Advertisement -

    “Bagaimana virus bisa masuk ke sel? Jika sel ibarat urangan ada pintunya yang memungkinkan sesuatu masuk dan keluar. Pintu sel disebut reseptor yang posisinya di permukaan luar sel. Reseptor ini yang mmberi izin apakah sesuatu itu bisa masuk ke dalam sel atau tidak,” terang peneliti dari Kelompok Keahlian Genetik dan Teknologi Molekuler ITB ini, dalam talkshow “Virus Corona dalam Perspektif Medis & Biologi Molekuler” di Kampus ITB, Bandung, Rabu (5/2/2020).

    Setelah masuk ke dalam sel, virus akan memperbanyak diri. Selama memperbanyak diri, dia menyerap semua nutrisi dan energy yang ada dimilikki sel tubuh. “Jadi yang terinfeksi akan kehilangan nutrisi dan energi sehingga sakit,” katanya.

    Pada kasus infeksi novel coronavirus, dia masuk melalui reseptor ACE2 yang ada di sel pembuluh darah jantung, ginjal, pernapasan, dan pencernaan. Sehingga tidak heran jika virus ini berakibat fatal terhadap pasien yang sudah memiliki penyakit jantung, ginjal, maupun diabetes. Virus ini juga menyerang pernapasan dan menimbulkan diare.

     “Itulah kenapa novel coronavirus menyerang pernapasan karena ada reseptornya yang menerima virus masuk ke tubuh kita. Virus ini juga bisa timbulkan gejala diare karena ada reseptor di pencernaan,” terang Azzania Fibriani.

    Novel Coronavirus Tak Seganas Virus Unta 

    Novel Coronavirus bisa dibilang tidak seganas virus lain sebangsanya seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang mewabah di China pada 2003, dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) atau virus unta yang mewabah di Arab Saudi pada 2012. Tingkat kematian akibat infeksi Novel Coronavirus (2019-nCov) relatif kecil, yakni 2,1 persen dari total kasus terkonfirmasi.

    Namun virus korona jenis baru ini menjadi booming, apalagi setelah WHO menyatakan penularan virus ini sebagai wabah global. Azzania Fibriani bilang, yang bikin virus 2019-nCov booming adalah tingkat penularannya yang tinggi dan cepat.

    Data terbaru wabah virus 2019-nCov global Selasa (5/2/2020), sebanyak 20.684 kasus, 427 meninggal, dan tersebar di 28 negara. Jumlah tersebut terjadi sejak pertama kali virus ditemukan di Wuhan pada Desember 2019. 

    “Kalau dihitung tingkat kematian akibat infeksi virus ini sebenarnya sekitar 2 persen. Lebih rendah dari infeksi virus lainnya.” katanya.

    Pada wabah SARS, kasus infeksi pertama terjadi pada 2002 dan sampai sekarang total terkonfirmasi 8.000-an kasus. Sedangkan MERS-CoV sampai 2019 terdapat 2.494 kasus terkonfirmasi. Jika dibandingkan dengan 2019-nCov, jumlah kasus terinfeksi sangat banyak dalam waktu singkat.

    “Perbandingan novel coronavirus dalam sebulan ada 500 terkonfirmasi, dan sekarang jumlahnya sudah lebih dari 20 ribu kasus. Dengan kata lain, virus Wuhan ini lebih menular dibandingkan SARS dan MERS-CoV,” terangnya.

    Sedangkan tingkat kematian MERS-CoV sebanyak 34 persen dari total kasus, SARS sebanyak 10 persen dari total kasus, dan novel coronavirus 2 persen saja. “Kita menghadapi virus (novel coronavirus) yang lebih cepat penularannya tapi fatalitasnya lebih rendah,” terangnya.

    Menurut penelitian, lanjut dia, novel coronavirus mampu memperbanyak diri pada tubuh inangnya (pasien) dalam waktu yang singkat. Dalam waktu tiga hari pascaterinfeksi, virus ini bisa beranak pinak dan menyebar ke sel-sel tubuh.

    Sementara dr Yovita Hartantri Sp.P.D. (K)PTI menyatakan, tingkat kematian akibat novel coronavirus memang kecil, yakni masih di angka 2,1 persen dari total kasus. Hanya saja tingkat penularan virus sangat cepat, apalagi sudah ada bukti penularan dari manusia ke manusia.

    Kendati demikian, kasus kematian tidak murni disebabkan langsung oleh virus melainkan ada penyakit bawaan yang memperparah kondisi pasien. “Pasien yang terkena di Wuhan kebanyakan usia lanjut, daya tahan tubuh mereka menurun, yang meninggal dunia punya penyakit yang mendasarinya seperti diabetetes, jantung, ginjal, dan penyakit kardiovaskular lainnya. Jadi begitu kena jadi berat dan itu yang menyebabkan kematian. 50 persen mereka punya penyakit yang mendasarinya,” papar dr Yopita yang juga ketua tim penanganan penyakit infeksi khusus Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, di tempat yang sama.

    Sementara gejala yang dialami para pasien bervariasi mulai ringan sampai berat yang ditandai dengan pneumonia (infeksi paru). Hal ini juga tergantung dari tingkat kekebalan tubuh pasien. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah berusia lanjut yang sistem kekebalan tubuhnya rendah. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here