More

    Ketika Don Quixote Terjaga Dari Mimpi Heroiknya

    ——————————–
    KE ARAH BALKON
    ——————————–

    Karya Goenawan Mohamad

    Ke arah balkon itu Don Quixote de La Mancha
    Bertanya, “Ke manakah jalan ke kastil yang
    Dulu ada dan kini tidak?”

    Seorang perempuan menengok ke bawah
    Sebentar. Rambutnya yang lurus, hitam,
    Membuat bayang pada langsat pipinya.
    Matanya kecil, mengingatkannya pada punai
    Yang terbidik.

    “Engkau ketakutan!”

    Dan laki-laki yang merasa dirinya gagah itu
    pun turun dari kudanya.

    Ia berjalan mendekat. Ia melihat, sekilas,
    tangan Peri Kesepian
    mengangkat tubuh rapuh itu ke dalam sebuah
    gumpalan mega,
    di mana setiap perempuan akan ditinggalkan.

    “Jangan!”

    Don Quixote menghunus
    pedangnya yang retak. Tapi
    semua bergerak pelan.

    2007

    Pertanyaan terbesarnya: Apa yang akan terjadi ketika kita mulai menyadari semua citra personal yang kita puja, imajinasi tentang keagungan itu, sama konyolnya dengan sosok Don Quixote yang merasa bertarung dengan seekor naga–padahal hanya kincir angin di tepian sebuah desa? Apa yang akan terjadi ketika kita menyadari misteri hanyalah sebuah ilusi? Apa yang akan terjadi ketika harapan–mimpi indah itu–telah tak ada lagi? Mungkin semua ini sia-sia–sebuah kegilaan yang tercipta karena kita berharap ada yang tak sia-sia–dan kita bisa terus-menerus meratap karena telah dilemparkan dari surga. Mungkin kita bisa tertawa, menertawakan sekian abad kekonyolan pikiran manusia, dan terus melanjutkan hidup kita dengan keriangan seorang pemula: “Begitulah, di sini, kita bisa berbahagia.”

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here