JAKARTA, KabarKampus – Indonesia memerlukan vaksin khusus yang berbeda dari vaksin yang dikembangkan negara lain. Hal itu karena tiga jenis atau strain virus Covid-19 yang menyebar di dalam negeri belum terkategorisasi oleh database terkait influenza dan coronavirus di dunia, Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).
Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Riset dan Teknologi mengatakan, GISAID bank data influenza di dunia, telah mengumpulkan semua virus Covid-19. Mereka sudah melakukan namanya whole genome sequencing yaitu virusnya sudah bisa dibaca karakternya dan mereka kemudian lakukan klasifikasi.
“Pertama mereka hanya ada tiga klasifikasinya, klasifikasi S, G, dan V. Kemudian (jenis virus) yang lain masih dianggap others (belum dikenali) dan ternyata tiga yang Indonesia kirim dari Eijkman, ketiganya masuk others, tidak masuk yang S, G, maupun V,” ungkap Bambang dalam siaran pers Menristek, Rabu, (03/06/2020).
Saat ini Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, lanjut Bambang memimpin riset di sektor vaksin untuk transmisi lokal dalam Konsorsium Riset dan Inovasi tentang Covid-19 yang didanai oleh Kemenristek/BRIN. Perkembangan terakhir, mereka sudah tambah dari tiga menjadi tujuh kategori.
“Tapi ternyata yang tiga (strain) dari kita tetap masuk others jadi ternyata virus yang dari Indonesia masih dikenali dulu karakternya. Kenapa ini penting karena kalau kita buat vaksin, vaksin itu harus bisa menjawab transmisi lokal yang ada di Indonesia,” ungkapnya.
Bambang memperhitungkan akhir tahun ini bibit vaksin atau vaccine seed khusus untuk strain coronavirus di Indonesia sudah ada. Setelah bibit vaksin lolos uji medis, paling tidak vaksin dapat diproduksi massal untuk separuh penduduk Indonesia. Kemudian baru tahun depan imunisasi massal dapat dilakukan.
“Memproduksi vaksin itu jelas tidak gampang dan skalanya sangat besar. Untuk Indonesia kita ada 260 juta (penduduk) jadi kita buat vaksin antara separuh sampai dua per tiga penduduk yang harus divaksin,” tambah Bambang.
Artinya jelas Bambang, vaksin yang dibutuhkan antara 130 sampai 170 juta. Itu belum menghitung boosternya. Karena ketika seseorang divaksi sekali vaksin belum tentu imun kita muncul sehingga harus ada boosternya sampai imun muncul.
“Tentu saja setiap orang berbeda, ada yang sekali vaksin langsung muncul. Ada yang tidak muncul-muncul,” ungkap Menteri Bambang.[]
Danareksa Distinguished Speaker Series ini dihadiri sekitar dua ratus peserta dari berbagai BUMN dan perusahaan di bidang pasar modal dan bidang lain yang tertarik mengetahui perkembangan terakhir inovasi penanganan Covid-19 dan dampak ekonomi selama new normal diberlakukan.