Fasaz
JAKARTA, KabarKampus – Indonesia memiliki potensi terkena resesi. Hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada dua kuartal di tahun 2020 yang menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan ekonomi yang diraih dapat dilihat di Q1. Kontraksi terjadi pada Q1 2020 di level 2,97 persen, terkoreksi tajam sebesar 2 persen jika dibandingkan dengan Q4 tahun 2019.
Sementara Q2 pada tahun 2020 tercatat di level minus 4,3 persen. Angka tersebut melewati proyeksi pemerintah yang semula diperkirakan minus 3,8 persen.
Pingkan Audrine Kosijungan, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, jika pada kuartal selanjutnya, Indonesia masih mengalami tren yang serupa, maka dapat dipastikan resesi benar-benar ada di depan mata. Meskipun, kondisi ini juga terjadi secara global bahkan hingga ke negara yang menjadi mitra dagang strategis bagi Indonesia seperti Singapura dan juga Korea Selatan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan beberapa waktu yang lalu, lanjut Pinkan, menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia menyusut pada Q2 tahun 2020. Angkanya diperkirakan mencapai minus 4,3 persen.
Untuk itu, Pinkan menekankan agar pemerintah saat ini mendorong beragam upaya untuk mendongkrak kembali perekonomian dan menghindari terjerumus ke jurang resesi. Salah satunya terus menggerakkan konsumsi untuk menghindarkan Indonesia dari resesi.
“Melihat perkembangan perekonomian saat ini memang betul, konsumsi perlu terus digerakkan setidaknya untuk meminimalisir dampak dari peluang resesi yang ada. Salah satu stimulusnya adalah dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada kelompok masyarakat yang tergolong rentan. Jika melihat data jumlah penduduk miskin secara bulanan, angkanya naik dari 25,1 juta menjadi 26,4 juta pada Maret 2020 yang lalu,” jelas Pingkan.
Baginya, peningkatan angka ini tentu saja menggambarkan kelas menengah bawah yang terdampak oleh disrupsi ekonomi selama pandemi dan pada akhirnya masuk kelompok miskin. Dengan melihat kondisi tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa dari 115 juta orang atau sekitar 30 juta rumah tangga kelas menengah kebawah yang ada di Indonesia akan menjadi sangat rentan terhadap guncangan ekonomi, termasuk dalam hal konsumsi. Karena itu sangat beralasan jika pemerintah berniat memberikan bantuan kepada mereka juga.
Untuk itu, Pingkan meminta pemerintah memperjelas ketentuan kelas menengah yang dimaksudkan seperti apa, mekanisme pendataan penerimanya bagaimana. Selain itu juga tahapan pelaporan jika terjadi kendala teknis/kejanggalan distribusi seperti apa untuk menghindari potensi masalah yang kerap kali dihadapi saat membagikan BLT.
Menurutnya, hal ini perlu menjadi catatan pemerintah untuk segera dikomunikasikan kepada masyarakat. Pemerintah juga dikabarkan berencana untuk menyalurkan bantuan dalam bentuk transfer.
“Untuk opsi penyaluran melalui rekening ini agar cashless saya rasa cara yang baik, namun perlu diperhatikan bank mana saja yang dapat melakukannya serta harus dikomunikasikan jauh-jauh hari kepada masyarakat. Hal ini dapat meminimalisir adanya korupsi maupun kendala penyaluran yang tidak terkoordinir dengan baik antara pusat dan daerah,” tandasnya.[]