JAKARTA, KabarKampus – Adriana Viola Miranda, mahasiwi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berhasil menjuarai kompetisi internasional bertajuk : MIT COVID-19 Challenge: Latin America vs COVID-19. Dalam kompetisi yang digelar tersebut juara untuk kategori “Track B. New Ways to Deliver Care in a COVID-19 World” .
MIT COVID-19 Challenge diselenggarakan Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat. Kompetisi ini digelar secara daring dari tanggal 19 – 21 Juni 2020 yang dilakukan secara daring.
Andriana bersama timnya bernama AMIGO menawarkan solusi berupa pelayanan kesehatan dengan sistem telemedicine berbasis WhatsApp atau SMS bagi yang tidak memiliki akses ke internet. Sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi populasi rentan dengan kondisi kronis.
Mahasiswi angkatan 2016 ini, merupakan satu-satunya mahasiswa dari Indonesia di dalam Tim AMIGO. Tim ini anggotanya berasal dari berbagai negara, yaitu Chili, Brasil, Argentina, Sri Lanka, dan Amerika Serikat.
Anggota tim ini pun memiliki latar belakang profesi yang beragam mulai dari dokter, pakar kesehatan masyarakat, hingga ahli bioteknologi. Hanya Adriana dalam tim ini yang masih berstatus mahasiswi kedokteran.
Dalam ajang tersebut Andriana dan tim menawarkan solusi terkait telemedicine. Mereka berharap melalui machine learning, sistem ini mampu menjadi teman bagi para pasien dengan mengirimkan pesan-pesan untuk memantau gejala, konsumsi obat, serta membantu penjadwalan konsultasi ke rumah sakit.
“Ke depannya, AMIGO akan dikembangkan untuk dapat mentriase kebutuhan pasien berdasarkan gejalanya. Saat ini, tim AMIGO sedang dalam proses bekerja sama untuk pilot study dengan sebuah rumah sakit di Chili. Harapan saya solusi yang dibawakan AMIGO ke depannya dapat diimplementasikan juga di Indonesia.” terangnya.
Secara garis besar, tantangan yang dihadapi oleh Adriana dan kawan-kawan di trek B adalah mencarikan metode pelayanan kesehatan selama COVID-19 yang dapat memastikan keselamatan pasien. Adriana menuturkan, “Kompetisi ini memberikan pengalaman menakjubkan sekaligus menantang. Untuk bisa ikut di dalam kompetisi, saya harus terlebih dahulu mengikuti seleksi berdasarkan keterampilan dan motivasi bersama 5.000 pendaftar lainnya yang berasal dari 90 negara.”
Pengalaman Adriana di kegiatan hackathon menyadarkannya orang-orang di seluruh dunia, dengan latar belakang keahlian yang berbeda-beda, memiliki keinginan yang besar untuk membantu masyarakat luas dalam menangani pandemi ini. “Oleh karena itu, selama ada kemauan dan keterbukaan dalam berkolaborasi, setiap orang dapat berkontribusi dalam melawan COVID-19 meski dengan kapasitas dan kemampuan yang terbatas. Jika ada kemauan, pasti ada jalan,” ujar Adriana.[]
MIT COVID-19 Challenge adalah kompetisi daring beregu yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi masyarakat ikut andil dalam menangani pandemi COVID-19 dan konsekuensinya di bidang sosial ekonomi. Kegiatan ini didukung oleh lebih dari 70 mitra, termasuk UNESCO dan European Institute of Innovation & Technology (EIT) Health, sebuah badan resmi Uni Eropa. Kompetisi MIT COVID-19 Challenge menggunakan sistem hackathon, yakni kolaborasi dalam pengembangan ide dan prototipe startup kesehatan berbasis teknologi dalam 48 jam. Setiap tim akan berkompetisi di treknya masing-masing, mulai dari trek A hingga trek J.
Pada hackathon ini, setiap peserta diminta untuk membentuk tim multidisipliner dengan peserta lain dari berbagai negara. Selama proses hackathon, setiap tim dibimbing oleh berbagai mentor yang memiliki kepakaran di bidang kesehatan, teknologi dan bisnis. Pemenang dipilih berdasarkan proses pitching atau presentasi, dengan kriteria penilaian berupa impact pada masyarakat, innovation, implementation dan efektivitas presentasi. []