Nampaknya, sampai saat ini, persoalan fungsi-fungsi dalam kalimat pasif masih membuat bingung orang yang awam terhadap ilmu linguistik. Namun, ternyata, hal itu juga masih membuat “gagap” para pakar linguistik.
Kebingungan atau kegagapan linguistik tersebut timbul karena adanya konvensi dalam ilmu linguistik perihal subjek pada kalimat atau klausa (inti). Di dalam ilmu sintaksis konvensi itu menyatakan bahwa setiap subjek mesti diletakkan di awal kalimat atau klausa, tak peduli itu adalah kalimat (klausa) aktif atau kalimat (klausa) pasif.
Berikut ini saya akan memberikan bukti (proof) bahwa fungsi-fungsi pada kalimat pasif taklah berubah setelah dibalik dari kalimat aktif. Kenapa? Karena pembalikan fungsi-fungsi dalam kalimat pasif itu hanyalah “amsal”, hanya perumpamaan sementara, dan bukan fakta struktural. Itu pula sebabnya dikatakan bahwa kalimat pasif adalah derivasi atau turunan dari kalimat aktif.
Untuk memulai pembuktian itu, maka saya akan mulai dengan membahas perihal objek dan komplemen terlebih dahulu, hal yang di dalam kalimat pasif (secara amsal) dianggap menjadi subjek.
Karenanya, agar lebih jelas, saya akan memberikan contoh satu kalimat berikut ini:
Contoh kalimat: “Ibu membelikan adik sepatu baru.”
Dalam buku-buku tata bahasa Indonesia, biasanya kalimat di atas akan diurai fungsi-fungsinya sebagai berikut:
Penguraian Fungsi Kalimat: Ibu (S) + membelikan (P) + adik (O) + sepatu baru (Komplemen).
Dalam tata bahasa lama fungsi komplemen dikenal sebagai “objek tambahan” (O2), tetapi dalam ilmu linguistik modern di Indonesia saat ini objek tambahan tersebut dikenal sebagai fungsi komplemen (bila dalam tata bahasa Inggris disebut “complement”).
Namun, di dalam tata bahasa Inggris, komplemen sebenarnya adalah kata atau frasa yang melengkapi fungsi subjek, komplemen bukanlah objek. Komplemen menyatu dengan subjek, tidak berbeda dengan subjeknya. Contoh: “I am a poet (Saya seorang penyair)”. Antara “saya” dan “seorang penyair” pada kalimat di atas tidaklah berbeda, karena kata “penyair” adalah profesi dari kata “saya”. Artinya, kata “saya” dan “penyair” tidak dapat dipisah, sebab bukan merupakan dua hal yang berbeda seperti halnya subjek dengan objek.
Objek pada dasarnya adalah hal yang berbeda dari subjek. Misalnya (seperti contoh kalimat di atas) “Ibu membelikan adik sepatu baru”. Baik kata “adik” maupun frasa “sepatu baru” jelas berbeda dari “ibu”. Kata “adik” dan frasa “sepatu baru” juga bukan komplemen dari subjek, karena tidak menyatu dengan subjek, dan bukan kata atau frasa yang melengkapi (komplemen) dari fungsi subjek.
Jadi, cara membedakan objek dan komplemen adalah dengan melihat dari sudut pandang subjek. Bila berbeda konteksnya dari subjek, maka itu adalah objek. Bila konteksnya sama dengan subjek, maka itu adalah komplemen. Itu pengertian komplemen dan objek dalam tata bahasa Inggris. Dan saya yakin pengertian komplemen dalam bahasa Indonesia terpengaruh dari bahasa Inggris. Namun, saya tidak mengerti pendapat para ahli bahasa di sini yang menyatakan bahwa pengertian komplemen dalam bahasa Indonesia setara dengan objek. Bila kita melihat kalimat dalam contoh bahasa Inggris di atas, maka fungsi komplemen bukanlah objek, tetapi fungsi predikat. Kenapa? Karena klausa atau kalimat di atas bila diurai memang terdiri dari fungsi subjek dan predikat saja, yaitu: Saya (S) + seorang penyair (P). Bila dalam klausa, maka klausa di atas akan digolongkan menjadi klausa nominal karena predikatnya adalah nomina (kata benda).
Sekarang, terkait contoh kalimat pertama di atas, timbul satu persoalan, yaitu: Manakah yang berfungsi sebagai objek transitif dan mana yang berfungsi sebagai komplemen? Apakah penguraian fungsi-fungsi kalimat seperti yang saya contohkan di atas (lihat pada “Penguraian Fungsi Kalimat”) sudah benar? Sekarang, mari kita uji:
Penguraian Fungsi Kalimat 1: Ibu (S) + membelikan (P) + adik (O) + sepatu baru (Komplemen).
Peletakan kata “adik” sebagai fungsi objek, menurut saya, salah. Kenapa salah? Karena kata “adik” itu bukanlah hal yang dibeli oleh ibu. Hal yang dibeli oleh ibu adalah benda yang bernama “sepatu baru”. Kata “adik” di dalam kalimat di atas berfungsi sebagai “keterangan tujuan”, dan bukan objek maupun komplemen. Jadi, penguraian yang benar dari fungsi-fungsi dalam kalimat di atas adalah sebagai berikut:
Penguraian yang Benar dari Fungsi Kalimat (Aktif): Ibu (S) + membelikan (P) + sepatu baru (O) + untuk adik (K).
Sekarang bila hendak diubah menjadi kalimat pasif, maka penguraian fungsi-fungsi kalimat pasifnya menjadi seperti ini:
Penguraian yang Benar dari Fungsi Kalimat (Pasif): Sepatu baru (O) + dibelikan (P) + oleh ibu (S) + untuk adik (K).
Yang menjadi persoalan dari penguraian fungsi-fungsi kalimat pasif di atas adalah soal “objek” yang diletakkan di awal kalimat (inti). Ini melanggar konvensi tata bahasa yang ada, sebab dalam kalimat (inti) yang pertama kali mesti diletakkan di awal kalimat adalah subjek, bukan objek. Namun, aturan atau konvensi itu menurut saya yang mesti dipertanyakan dalam konteks kalimat pasif. Sebab, kalimat pasif sesungguhnya adalah derivasi dari kalimat aktif. Karena itu, seperti saya sudah sering katakan sebelumnya dalam status-status Facebook saya, untuk mengetahui fungsi subjek dan objek secara benar dalam satu kalimat, maka satu kalimat pasif mesti dikembalikan dulu menjadi kalimat aktif. Kenapa? Karena ini terkait semantik juga. Secara semantik konsekuensi dari tindakan (verba) adalah objek, bukan subjek. Sementara yang melakukan tindakan adalah subjek, bukan objek. Pembalikan fungsi-fungsi dalam kalimat pasif sebagai derivasi dari kalimat aktif hanyalah “amsal”, dan bukanlah “fakta” secara semantik. Pembalikan itu hanyalah satu “metode sementara”, dan bukan struktur yang sah. Kenapa? Karena secara semantik, makna kalimat pasif maupun kalimat aktif itu sama, hanya “penekanannya” yang berbeda. Kalimat pasif lebih menekankan pada fungsi “kejadian atau hasil (objek)”, sedangkan kalimat aktif lebih menekankan pada fungsi pembuat kejadian atau pelaku tindakan (subjek).
Bagaimana menguji hal di atas, menguji bahwa pembalikan fungsi (amsal) tersebut tak mengubah makna kalimat secara semantik? Gampang. Cobalah bertanya perihal fungsi-fungsi satu kalimat, baik pada kalimat pasif maupun aktif, dan jawabannya akan sama. Itu artinya, baik kalimat pasif maupun kalimat aktif, tetap sama fungsi-fungsinya; dan pembalikan fungsi itu tak lain “amsal”, hanya sekadar perumpamaan yang merujuk kepada fakta struktural sintaksis yang sebenarnya dalam satu kalimat. Amsal, misalnya metafora, bukanlah fakta yang sebenarnya yang ditunjuk oleh amsal itu, tetapi hanya perumpamaan saja.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>