More

    Simalakama Ukraina di Pertemuan G20

    Oleh: Andikha Jupri*

    Presiden Jokowi bertemu Prersiden Ukraina Volodymyr Zelensky di istana Maryinsky, Kyiv (29/06/2022). (Foto: Layly Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden via detik.com)

    BANDUNG, kabarkampus.com – Pertemuan G20 di Bali kali ini berselimut kontroversi. Pasalnya, para kekuatan ekonomi dunia menilai, seolah-olah kehadiran Ukraina di forum itu lebih penting daripada visinya sebagai forum ekonomi dunia itu sendiri.

    Terutama, ini terkait pada peran G20 dalam memediasi konflik Rusia dan Ukraina, sekalipun dinilai tak sejalan dengan tujuan utama G20. Meskipun bukan anggota G-20, Indonesia sebagai tuan rumah didesak menghadirkan Ukraina. Desakan itu dilatari anggapan, Indonesia sebagai mediator strategis untuk menjaga stabilitas dunia.

    - Advertisement -

    Faktanya, tuntutan itu telah memicu polarisasi. Di satu sisi, posisi G20 dituntut berperan sebagai mediator. Tuntutan ini muncul dari sejumlah pandangan strategis.

    Pertama-tama, urgensi hadirnya Ukraina pada G20 di Bali muncul lantaran konferensi ini dapat dijadikan Indonesia sebagai jalur penyelesaian konflik melalui diplomasi. Sebelumnya, banyak negara yang berupaya untuk memediasi konflik kedua negara itu. 

    Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, semua usaha itu belum berbuah manis. Contohnya, perundingan pertama yang berlangsung di dekat Sungai Pripyat di perbatasan Belarus, pada 28 Februari 2022. Pada perundingan ini, isu utama yang dibahas, yaitu gencatan senjata secepatnya. Namun hingga sekarang, kesepakatan gencatan senjata masih belum tercapai. 

    Selanjutnya, Indonesia merupakan negara dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif. Prinsip itu membuat Indonesia seharusnya aktif dalam menjaga perdamaian dunia sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Dengan kata lain, Indonesia dapat menjadi mediator yang strategis dengan posisi sebagai presidensi G20. Selain itu, Indonesia memiliki hubungan baik dengan kedua negara yang berkonflik itu. Alhasil, mediasi dapat dilakukan untuk mencapai penyelesaian perang yang terjadi.

    Namun demikian, sejumlah pihak kembali mempertanyakan alasan yang mendesak tersebut. Hal itu dikarenakan masih banyak yang beranggapan bahwa forum G20 harus berfokus pada misinya, dalam pemulihan ekonomi negara-negara berkembang.

    Alasan pertama, seharusnya G20 tidak dijadikan sebagai alat politik bagi negara-negara yang berpotensi memiliki kepentingan lain, dan tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya G20.

    Selain itu, yang perlu diperhatikan kembali, upaya penyelesaian konflik antara Rusia dan Ukraina tidak harus menggunakan forum G20 sebagai sarana penyelesaiannya. Ini untuk menjaga netralitas forum ini yang berfokus pada permasalahan ekonomi dunia. Daripada menggunakan forum ini sebagai media untuk penyelesaian konflik, akan jauh lebih efektif apabila G20 ini dijadikan sebagai upaya bersama dalam penyelesaian permasalahan ekonomi secara kolektif.

    Akhirnya, terlepas dari urgensi hadirnya Ukraina pada KTT G20 di Bali mendatang, ada banyak pro-kontra sehingga menimbulkan polemik di masyarakat. 

    Di satu sisi, terdapat urgensi menghadirkan Ukraina ke Indonesia dalam pertemuan KTT G-20 dengan alasan upaya mewujudkan perdamaian dunia sehingga berbagai krisis global yang dialami saat ini dapat diatasi. 

    Namun di sisi lain, kedatangan delegasi Ukraina ke Indonesia justru menunjukkan sikap pro Barat dan menjadikan KTT G-20 menjadi sarana perpolitikan negara-negara adidaya. Dengan demikian, dipertanyakan netralitas forum ini sebagai forum kerjasama ekonomi dunia.

    *Penulis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas (UNAND)peserta kelas menulis KabarKampus asuhan Desmond S. Andrian, S.S., M.Si.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here