More

    Dosen Adalah Buruh, Dosen Harus Berserikat!!

    Pernyataan Sikap

    Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)

    #SayaDosenSayaBuruh

    - Advertisement -

    Menjelang hari buruh sedunia yang jatuh tepat pada hari senin 1 Mei 2023, beragam konsolidasi telah dipersiapkan oleh berbagai organisasi buruh. Lantas bagaimana dengan dosen, apakah juga akan mengambil bagian pada momentum hari buruh nanti? Setidaknya ada 3 alasan mendasar mengapa dosen-dosen di Indonesia juga harus bergabung merayakan hari buruh. 

    Pertama, dosen juga buruh. Jika mengutip definisi standar mengenai buruh, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh juncto Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka siapapun yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, maka ia adalah seorang buruh. Berdasarkan definisi tersebut, maka dosen adalah buruh. Polisi juga buruh, tentara juga buruh, dan para ASN yang bekerja dikantor-kantor Pemerintahan itu pun juga buruh. Kita semua sama, Buruh

    Kedua, dosen harus berserikat. Karena berserikat inilah, maka dosen harus berhimpun dan belajar bersolidaritas dengan sesama buruh lainnya. John Ingelson dalam buku, “Buruh, Serikat, dan Politik: Indonesia pada 1920an-1930an”, mengisahkan bagaimana buruh-buruh disektor publik, terutama guru, adalah termasuk kelompok orang Indonesia paling pertama yang membentuk serikat[1]. Secara umum, pasca 1926 serikat-serikat buruh sektor publik mendominasi gerakan buruh. Tiga pengorganisiran sektor publik terbesar ketika itu adalah Jawatan Kereta Api, Jawatan Pos, serta Departemen Pendidikan. Sebagian besar buruh-buruh sektor publik tersebut memiliki tingkat upah yang rendah, ketidakpastian kerja, tanpa tunjangan dan dukungan dana pensiun serta liburan[2]. Dan pada tahun 1930an, lebih dari 40.000 orang Indonesia bekerja sebagai guru sekolah negeri, dimana sebagian besarnya guru desa atau asisten guru dengan upah rendah[3].

    Ketiga, dosen harus bersatu. Setumpuk persoalan yang kerap dihadapi dosen hari-hari belakangan ini, harus disuarakan. Karena itu, dosen butuh persatuan. Bersatu dengan sesame dosen, sekaligus bersatu dengan sesama buruh lainnya. Hanya dengan persatuanlah, posisi tawar kita jauh lebih kuat. Masalah beban administratif, masalah kesejahteraan, masalah kebebasan akademik, hingga masalah regulasi yang merugikan dosen semacam PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2003, hanya mungkin kita perjuangan jika kita bersatu. Dan tentu wadah persatuan tentu saja melalui serikat buruh. Dengan serikatlah, persatuan mampu kita bangun, dan solidaritas kita bentuk. Sebab buruh tidak mengenal warna kulit, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan. Semua sama, Buruh. Pun demikian dengan dosen yang tidak boleh dipisahkan dengan warna jas almamater. Buruh juga tidak mengenal batas-batas wilayah. Semua sama, buruh. Pun demikian dengan dosen yang tidak dibatas dengan sekat-sekat kampus! 

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here