More

    Mencermati Makna Simbolik Pertemuan Bilateral Jokowi-Raesi di Bogor

    Epilog

    Akhir dari rangkaian peristiwa sejarah yang bisa kita petik mengenai kota Bogor dan hubungannya dengan moment-moment kenegaraan di masa lalu dan kekinian, bagi penulis sangat menarik, Jokowi seperti berkomunikasi secara simbolik. “Penggunaan simbol merupakan sesuatu hal yang unik karena hanya dilakukan manusia. Simbol merupakan suatu bentuk komunikasi yang tidak langsung, artinya di dalam komunikasi tersebut terdapat pesan-pesan tersembunyi sehingga makna suatu simbol sangat bergantung pada interpretasi individu. Selain sebagai pedoman sosial, simbol juga dapat berfungsi sebagai alat untuk melakukan budaya”, (Sindung Haryanto, Dunia Simbol Orang Jawa, 2013).

    Berbagai pertemuan penting di Istana Kepresidenan Bogor, seakan-akan ada benang merah yang bisa dijadikan pesan simbolis, simbolisme sebagai bentuk komunikasi itu penting, bahwa sejarah masa lalu dengan berbagai peristiwa yang menarik adalah cerminan kita menatap ke depan. Pentingnya agenda negara terkait pengembangan ibukota negara (IKN) yang sudah disahkan menjadi UU No.3 Tahun 2022 misalkan, sebagaimana yang telah ditunjukkan sejarah Pakuan Pajajaran melalui Sri Baduga Maharaja yang membangun ketahanan ekonomi dan militer di ibukota masa depannya di Pakuan, akan membuat kota negara yang berkelanjutan, menjadi penggerak ekonomi masa depan dan semakin diperhitungkan dalam pergaulan internasional karena posisinya yang strategis. Hubungan bilateral antar negara sahabat harus dipupuk sedemikian rupa, mengingat situasi geopolitik dunia saat ini juga sedang dinamis, ketergantungan terus menerus terhadap satu negara adidaya juga tidaklah sesuai dengan cita-cita pembukaan Undang-Undang 1945, dimana Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif. Dunia saat ini sedang menuju multipolarisme, dan meninggalkan unipolarisme setelah sekian lama Barat khususnya Amerika Serikat telah mendominasi pengaruhnya di negara-negara di dunia, dan efeknya juga dirasakan negara kita. Kehadiran Rusia, Brasil, India dan China (BRICS) diikuti negara-negara besar lain seperti Iran dan Arab Saudi yang memiliki kekuatan ekonomi yang semakin tumbuh kuat, harus menjadi pertimbangan kembali bagaimana hubungan bilateral dibangun secara lebih demokratis, adil, setara, saling menghormati, saling percaya dan menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang diterima secara umum dan piagam PBB.

    - Advertisement -

    Hubungan bilateral yang sehat adalah “Koentji” sebagaimana yang ditunjukkan dalam kunjungan Presiden Iran ke Indonesia kemarin, dan Presiden Reisi menyatakan komitmennya sebagai sahabat yang siap bekerjasama jangka panjang, hingga dapat menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan bagi ke dua belah pihak yang tentunya akan diuji saat implementasinya nanti. Pada kesempatan itupula Jokowi seakan-akan siap memberikan legacykepada calon penerusnya nanti “demi kepentingan negara” (Tempo, 29/5), tanpa ada bisikan-bisikan dari sekelilingnya yang memintanya melanjutkan masa Jabatan Presiden hingga 3 Periode misalkan, sebagaimana Sri Baduga memberikan amanatnya kepada Putra Mahkota Surawisesa, bahwa dia sudah meletakkan pondasi masa depan Indonesia yang lebih baik ke depan, bahwa meneruskan kesinambungan pembangunan pemindahan ibu kota negara dan hubungan bilateral haruslah terus semakin berkembang.

    Jokowi sebagai pemimpin negara yang sudah bekerja membangun Indonesia selama hampir  10 tahun ini dengan segala pencapaian dan kekurangannya, bersiap menyerahkan estafet kepemimpinan nasional dengan damai dan bijaksana, jika Pemilu Presiden 2024 nanti jadi berlangsung, rakyat dan bangsa ini telah siap menentukan pemimpin selanjutnya dari stockyang tersedia saat ini.

    Pertanyaannya sekarang adalah…” Oo Siapa dia??”

    *Penulis adalah Pemerhati Gerakan Civil Society, Juru Bicara Presidium 98 Bandung.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here