Masyarakat VS Flexing
Jika masyarakat menyaksikan para pejabat menggunakan dana publik untuk kepentingan pribadi, maka mereka akan merasa kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Karena itu, keberadaan etika administrasi publik sangatlah penting dalam pemerintahan. Etika tersebut memungkinkan para administrator atau birokrat untuk menjadi lebih kompetitif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan wewenang mereka. Di tengah-tengah negara yang sedang berkembang ini banyak sekali masyarakat yang sedang berjuang hanya untuk sesuap nasi, pastilah kecemburuan itu akan muncul saat mereka melihat para pejabat ini asik memamerkan kekayaannya di tengah penderitaan masyarakat.
Cara kita sebagai masyarakat dalam menyikapi flexing
Perilaku orang lain bukan berada pada kontrol kita. Jadi, ketika kita menemui kondisi serupa, kita yang harus mengusahakan diri kita supaya tidak terdampak dari perilaku mereka. Dilansir dari buku Psychology Today, cara pertama untuk menghadapi situasi tersebut adalah dengan tidak memberikan apresiasi kepada para pencari atensi. Kita sebisa mungkin bersikap netral atau jika memungkinkan jauhkan diri dari orang tersebut. Meski terasa menyebalkan, cobalah untuk tidak mempermalukan para pelaku flexing di depan umum. Penolakan sosial akan mengundang lebih banyak kemarahan dan perilaku agresif dari pelaku.
Topik-topik yang membelokkan percakapan dari konteks ‘pamer’ akan menjadi opsi yang baik ketimbang harus ‘ikut bersaing’ dengan pelaku. Jadi, dibanding menanggapi apa yang mereka pamerkan, jauh lebih baik membuat situasi lebih netral dengan menanyakan hal lain seperti cuaca atau berita terbaru yang sedang banyak diperbincangkan. Kebijakan untuk menggunakan media sosial dan meregulasi respons adalah tanggung jawab masing-masing orang.
Menurut pandangan penulis “Sebenarnya bukan hanya tindakan flexing saja yang harus dihentikan, melainkan tindakan mengambil yang bukan haknya apalagi merugikan Negara, yang biasanya disebut dengan Korupsi. Fenomena flexing bisa saja terjadi dan tidak akan rumit dipermasalahkan jika memang itu hasil kekayaan murni bukan dari hasil korupsi. Para birokrat juga seharusnya dapat mengedepankan etika seorang pejabat dengan tidak memamerkan kekayaan atau flexing di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang kita ketahui masih banyak yang hidup dalam keterbelakangan ekonomi ”.
Hakikatnya, penyelenggara negara adalah seorang pelayan publik, yang menurut penulis tidak hanya membutuhkan kompetensi teknis maupun leadership, namun yang tidak kalah penting juga harus mempunyai etika. Sebab, tanpa adanya etika maka penyelenggara negara biasanya akan cenderung besikap arogan, tidak peka, bahkan diskriminatif terhadap rakyat lapisan bawah. Etika sendiri membawa kepada nilai-nilai kejujuran, adil, solidaritas, dan penyetaraan, dalam bentuk kepedulian dan keprihatinan terhadap orang, dalam penyelenggaraan negara adalah terhadap rakyat baik di segala lapisan.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>