Karyanya yang lain, yang tak kalah memikat adalah ‘Returning to Haifa (1970).’ Novel ini mengurai tentang betapa penting sekaligus genting mengenai makna apa yang disebut Tanah Air dan identitas Palestina. Dalam sebuah cerita disajikan hantaman kuat bagi Bangsa Palestina secara sosial dan budaya. Itu digambarkan oleh kisah sepasang suami istri Palestina yang terusir saat peristiwa Nakba. Mereka kembali ke kota asalnya dan mencari bayi laki-laki yang hilang saat mereka melarikan diri. Kemudian dikejutkan dengan orang Yahudi Israel yang mengadposi anak itu seturut membesarkannya dengan cara mereka. Kisah itu menjadi refleksi kuat tentang identitas Palestina dan arti Tanah Air bagi bangsa Palestina sendiri.
Dalam kisah lain Ghassan Kanafani menuliskan dengan sempurna tentang makna menjadi Palestina dalam ‘Returning to Haifa.’
Karakter utama cerita itu Said, membentangkan pertanyaan, “Apa itu Palestina?” Dari pertanyaan yang dibentangkan itu, Said menjawab dalam cerita itu, “Kami salah ketika mengira bahwa Tanah Air hanyalah masa lalu. Sebagai perjuangan Tanah Air adalah masa depan.”
Sebagai kisah bangsa yang terusir dari Tanah Airnya, sebagai bangsa yang terjajah, Kanafani menggugat pemaknaan Palestina sebagai Tanah Air yang hanya sebatas tentang ingatan dan masa lalu. Baginya Sesuatu yang tidak boleh dilupakan adalah Tanah Air adalah sesuatu yang layak diperjuangkan. Sebuah tugas sejarah yang harus dipenuhi.
Kanafani memelopori kontra hegemoni melawan Zionisme. Sepanjang sejarah epos kesusastraan Palestina, Kanafani membentangkan istilah sastra perlawanan (adab al-muqawama). Kanafani menuturkan, “Sastra perlawanan Palestina, seperti halnya perlawanan bersenjata, membentuk lingkaran baru dalam rangkaian sejarah yang praktis belum pernah terputus selama setengah abad terakhir dalam kehidupan Palestina.”
Dengan pengalaman langsung melihat bangsanya terusir. Sebagai bangsa yang digempur pengepungan sosial budaya dan menjadi entitas yang terjajah. Kanafani lewat tulisannya berupaya merangkai dan memaknai kembali sejarah bangsanya. Ia mengolektivisasi narasi tentang Palestina, menyusun dan membangun ulang rumah sejarah bangsanya. Upaya ini untuk membangunkan hati dan pikiran yang merdeka sekaligus membuka kemungkinan baru atas kenyataan suram sebagai bangsa yang terjajah.
Ghassan Kanafani membentuk tulisan bergaya naratif-politis. Tulisan yang menanamkan kesadaran bagi bangsanya tentang identitas dan nilai dari keberadaan sebagai pribadi dan sebagai sebuah bangsa. Kanafani menyandingkan dua hal, pertama adalah keterikatan yang mendalam atas identitas Palestina. Kedua tergerak dan terlibat aktif menunaikan tugas sejarah untuk kemerdekaan Palestina. Untuk mencapai Palestina yang merdeka sebagai sebuah bangsa.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>