Program Makan Bergizi Gratis Sebaiknya Dikaji Ulang

Oleh: Muhammad Farhan Suhu*

Ilustrasi. (Foto: setneg.go.id)

Banyak dampak yang muncul dan akhirnya berbuntut pada pertanyaan mengenai seberapa siap sebenarnya pemerintah terhadap program makan bergizi gratis ini.

Tanpa mengurangi rasa hormat atas keinginan pemerintah dalam memperbaiki kualitas gizi masyarakat, juga tanpa menyertai perasaan curiga kepada pemerintah atas berlangsungnya program ini, sebaiknya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dikaji ulang.

Kita paham bahwa tujuan pemerintah melaksanakan program ini sebagai bentuk perhatian terhadap generasi muda penerus bangsa dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Kita juga paham bahwa niat baik ini memerlukan dukungan yang besar, baik dari pemerintah sendiri, maupun masyarakat sebagai pihak yang menerima manfaat tersebut. Namun, ada beberapa hal yang semestinya harus diperhatikan terkait keberlangsungan program makan bergizi gratis.

- Advertisement -

Pertama, distribusi program MBG ini harus lebih terukur dan tepat sasaran. Pada dasarnya pelajar yang ada di Indonesia ini memiliki latar belakang kondisi ekonomi yang berbeda. Sehingga dalam tumbuh kembangnya, anak-anak disuguhkan juga dengan menu makanan yang beragam. Proses yang begitu lama akhirnya menciptakan kebiasaan dalam kehidupan anak. Ada yang biasa makan mewah, makan di restoran, makan nasi bungkus sebagai konsumsi harian, makan nasi kotak, makan dengan lauk seadanya, juga ada anak yang untuk makan pun susah lantaran keadaan ekonomi keluarga.

Kebiasaan makan yang beragam dilandasi dengan kondisi ekonomi tersebut, menghasilkan respon yang bermacam juga terhadap program MBG ini. Beberapa anak bersyukur dengan adanya kegiatan ini. Selama ini mungkin mereka belum sempat menikmati makan siang atau bahkan belum bisa menikmati makan itu sendiri, sehingga dengan hadirnya program tersebut mereka sangat terbantu untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Juga anak-anak yang komplain dengan menu makanan yang ditawarkan. Mereka tidak dapat disalahkan, karena kebiasaan makan mereka dari dahulu menilai bahwa program ini seolah ‘downgrade’ terhadap kualitas makanan dan masakan yang selama ini mereka konsumsi.

Artinya, respon tersebut lumrah lahir di tengah masyarakat. Pemerintah sebagai pihak yang memprakarsai program ini semestinya lebih memperhatikan respon masyarakat sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam langkah evaluasi ke depannya. Sayang sekali apabila niat baik ini tidak tersalurkan dengan tepat ke depannya, sebab akan menjadi polemik di tengah masyarakat. Banyak cibiran, kritikan, atau bahkan pertentangan yang akan timbul nantinya. Hal ini bukan sebagai sikap yang menunjukkan bahwa pemerintah anti terhadap kritik dari masyarakat, namun apabila bisa diminimalisir akan jauh lebih baik sehingga gonjang ganjing yang ada di masyarakat bisa lebih diredam ke depannya.

Kedua, program MBG ini membutuhkan anggaran yang sangat besar. Apalagi ke depannya akan dilakukan pemerataan ke seluruh wilayah yang ada di republik ini. Keputusan Presiden dalam menetapkan efisiensi anggaran seolah menjadi pedang bermata dua. Efisiensi anggaran dilakukan untuk optimalisasi kinerja berbagai kementerian dan lembaga sehingga anggaran yang dihemat bisa dimanfaatkan untuk menunjang program prioritas, salah satunya makan bergizi gratis. Namun harus diperhatikan juga, beredar kabar di tengah masyarakat bahwa efisiensi anggaran ini berdampak sangat signifikan. Salah satunya isu fenomena PHK yang saat ini bergulir di tengah masyarakat.

Situasi seperti PHK tersebut menjadi sinyal bahwa ada perkara lain yang timbul dari kebijakan ini. Belum jelas kenapa praktik efisiensi anggaran berbuntut pada fenomena PHK, Namun yang jelas apabila ini memang terjadi sebagai dampak efisiensi anggaran, sangat dibutuhkan perhatian khusus oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Sederhananya adalah, keinginan pemerintah untuk menyediakaan makan gratis bagi pelajar tidak harus mengorbankan keberlangsungan hidup orang tuanya.

Bisa kita bayangkan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk pemenuhan gizi para pelajar berdampak terhadap hilangnya lapangan kerja karena status PHK tadi. Artinya adalah pemerintah mengorbankan banyak orang tua yang berjuang demi kehidupan keluarganya dengan satu porsi makan gratis yang hanya dinikmati oleh perseorangan. Jelas situasi ini sangat perlu perhatian dari pemerintah dan harus dihindari agar tidak terjadi di kemudian hari.

Bersambung ke halaman selanjutnya –>

- Advertisement -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here