Oleh: Mahdiya Az Zahra*
Dalam kurun waktu 7 Oktober 2023 hingga 11 Mei 2025, sebanyak 12.400 perempuan Palestina dibunuh di Gaza. Sebanyak 7.920-nya adalah seorang Ibu. Artinya, sebanyak 21,3 perempuan terbunuh setiap hari, atau Israel membunuh satu wanita setiap 67 menit.
Euro Med Human Right Monitor
Pekan kedua bulan Mei diperingati sebagai Hari Ibu Sedunia. Hari ini diperingati untuk menghargai peran Ibu dalam mendidik dan mengasuh generasi. Para Ibu yang telah mengorbankan hidupnya untuk melahirkan seseorang ke dunia. Pengorbanannya yang luar biasa tak bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun dibalas dengan perbuatan.
Namun, alih-alih mendapat apresiasi, Ibu-ibu di Gaza justru mendapat perlakuan yang sangat mengerikan. Di hari-hari Ibu, mereka harus mendapati anak-anak yang mereka lahirkan menjadi martir. Mereka juga harus menyaksikan anak-anak mereka disandera. Para Ibu itu harus melihat anak-anak mereka disiksa dan menderita di tengah genosida. Tidak hanya itu, para Ibu di Gaza juga harus mengalami penderitaan dan pembunuhan.
Femisida dan Pembersihan Etnis
Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan karena dia perempuan. Dalam berbagai perang yang terjadi, perempuan dan anak adalah pihak yang harus dilindungi. Di Gaza, semua berbeda. Israel tidak pernah mengenal aturan, norma, dan hukum. Mereka yang mengaku memiliki tanah berdasarkan kitab suci dan merasa sebagai orang beragama justru menunjukkan sikap yang sangat bertolak belakang dengan syariat agama.
Di Gaza, femisida terus terjadi karena yang Israel inginkan adalah pembersihan etnis. Maka, femisida terus dilakukan demi terwujudnya pembersihan etnis Palestina di Gaza. Dalam kurun waktu 7 Oktober 2023 hingga 11 Mei 2025, Euro Med Human Right Monitor mencatat sebanyak 12.400 perempuan Palestina dibunuh di Gaza. Sebanyak 7.920-nya adalah seorang Ibu. Artinya, sebanyak 21,3 perempuan terbunuh setiap hari, atau Israel membunuh satu wanita setiap 67 menit.
Jangan bayangkan jumlah di atas adalah angka, mereka adalah manusia. Bayangkan jika kita sedang di Gaza, dan sedang menunggu giliran dibunuh setiap 2 jam sekali. Bayangkan betapa takutnya kita akan diserang dan dibunuh setiap 2 jam sekali. Masih ingat Hind Rajab? Anak perempuan kecil yang meminta bantuan karena dikepung Israel. Seluruh keluarganya sudah syahid kecuali dia. Dan dia ditembak sebanyak 335 peluru.
Bahkan anak perempuan kecil tanpa senjata pun dibunuh begitu kejinya. Betapa besar keinginan Israel membinasakan perempuan. Betapa mengerikannya menjadi perempuan di Gaza. Perempuan seringkali dilindungi karena merekalah pemegang generasi. Jika tak ada perempuan, generasi akan berakhir. Dan inilah yang terjadi di Gaza, genosida, pemusnahan generasi.
Ditawan, Disiksa, Diperkosa
Bersambung ke halaman selanjutnya –>
Bayangkan,jika kita adalah salah satu dari mereka, perempuan Palestina yang menanti giliran dibunuh setiap 2 jam sekali. Bukan sekadar angka, mereka adalah manusia. Ibu, anak, keluarga.
Seorang gadis kecil seperti Hind Rajab pun ditembak ratusan peluru.
Di Gaza, menjadi perempuan berarti berada di ujung kehancuran, karena mereka tahu: hancurkan perempuan, hancurkan generasi. Inilah wajah genosida. Kita tak bisa diam.
Dengan membunuh perempuan dan anak-anak, Zionis-Israel sejatinya sedang berupaya melenyapkan sebuah generasi. Itu kejahatan dalam levelnya yang paling kejam.
Para ibu sedunia, bersatulah. Dengan persatuan yang dirajut bersama ini kita kelak akan menang.
Tak tau lagi mesti berkata apa. Habis sudah tabungan kosa kata untuk membahasakan kondisi perempuan Gaza. Mata pun rasanya sudah tak sanggup lagi menitikkan airnya menyaksikan derita para kaum hawa itu. Namun sebagai sesama makhluk yang bernama ibu, sebagai sesama manusia hati akan terus menangis, meronta, meminta kita untuk peduli. Apa yang bisa kita perbuat? Bagaimana kita bisa membantu? Pertanyaan demi pertanyaan timbul di benak kita.
Ibu Dina Sulaeman pernah memberi jawaban atas pertanyaan2 di atas sewaktu beliau berkunjung ke Kendari. Beliau menjelaskan bahwa bantuan setidaknya bisa dilakukan di sosial media dengan merepost postingannya ke sosmed kita. Istilah jaman sekarang ‘sharing is caring’. Itu hanya satu contoh. Intinya adalah kemauan. Apakah kita berniat mengulurkan tangan dengan lembut dan berusaha meringankan beban saudara kita di Palestina. Semoga genosida ini segera berakhir. Semoga Gaza kembali damai. Doa kita untuk mereka yang jauh di jarak tapi senantiasa dekat dalam munajat.
Perempuan Palestian adalah sesuangguhnya Super Hero Perempuan Dunia…
Sungguh tak terbayangkan menjadi perempuan di Gaza. Mereka bukan hanya kehilangan rumah dan anak-anak, tapi juga dihancurkan secara fisik dan batin hanya karena mereka adalah ibu dan perempuan Palestina. Dunia harus berhenti menutup mata. Ini bukan sekadar konflik, ini adalah pemusnahan generasi. Hari Ibu yang seharusnya penuh cinta, di Gaza menjadi ladang air mata. Siapa lagi yang akan bersuara kalau bukan kita? Semoga setiap tulisan seperti ini bisa menggugah nurani dan membuka mata lebih banyak orang tentang genosida yang tengah berlangsung.