
KAIRO, KabarKampus.com – Zaskia Adya Mecca baru-baru ini mengungkapkan bagaimana kisah 10 warga negara Indonesia (WNI) yang bergabung dalam gerakan Global March to Gaza. Sebanyak 10 WNI termasuk Zaskia ini terbang dari Jakarta pada 12 Juni 2025 ke Kairo, Mesir untuk bersama-sama dengan ribuan aktivis di seluruh dunia menuju Rafah untuk menuntut bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
Zaskia dari Jakarta terbang bersama Hamidah Rachmayanti, Ratna Galih Indriani, Irfan Farhad, Indadari Mindrayanti, Wanda Hamidah, Hemy Sution, Nur Aminah, Tandya Rachmat Sampurna, Muhammad Hibatur Rahman. Dari unggahan terbarunya, Zaskia CS sudah masuk ke wilayah Mesir dan menceritakan bagaimana situasi di sana secara langsung.
Ia menceritakan bahwa rombongannya diikuti oleh pihak kepolisian serta intelijen, karena dicurigai akan mengikuti aksi Global March to Gaza. Zaskia menceritakan bahwa rombongannya terdaftar untuk mengikuti aksi under kontingen Malaysia, karena terlambat melakukan pendaftaran. Kemudian ia dijelaskan bahwa semua dokumen dan apapun yang terjadi ditanggung oleh masing-masing peserta aksi, sebab Global March to Gaza merupakan aksi damai dengan risiko tinggi.
Zaskia pun menjelaskan jika saat di keimigrasian, kontingen Indonesia dapat masuk secara lancar dan tidak ada masalah hingga malam hari usai sampai di hotel. “Ketika masuk Kairo situasi memang terasa sangat berbeda. Di airport, aku melihat teman-teman dari negara lain dideportasi (terutama dari Eropa). Sudah banyak aktivis yang ditangkap, ada yang ditahan tapi juga ada yang dipulangkan,” tulisnya di akun Instagramnya.
Kemudian pada pagi harinya, kabar datang bahwa peserta aksi dianggap ilegal oleh pemerintahan Mesir dan pihak kepolisian berhak untuk melakukan penangkapan. Terus diikuti, akhirnya 10 WNI ini memutuskan untuk pindah ke hotel bintang 5 dengan menduga jika pihak kepolisian tidak akan mengikuti.
“Malam-malam vibe-nya sudah enggak enak. Ada polisi yang langsung mencatat semua paspor dan berbicara serius sambil melihat kami dan staf hotel. Jam 7 pagi ada tiga mobil polisi datang ke hotel melakukan sweeping, empat bule dibawa dengan mobil polisi dan kami yang bernegosiasi harus bertindak tepat, apalagi baca pergerakan tetap berjalan, semua ambil risiko,” sambung Zaskia.
Protokol hotel yang cukup ketat, membuat hal tersebut nyatanya keputusan salah. Staf hotel dipanggil oleh aparat dan mereka siaga selama Zaskia dan kawan-kawan berada di sana. Akhirnya mereka bersikap seperti turis sambil memastikan apakah tetap diawasi pihak hotel dan kepolisian atau tidak.
“Tatapan marah juga curiga dari semua staf hotel seolah kami semua tahanan. Kami menyewa kapal di depan hotel yang disewakan karena kami playing tourist. Dari pagi kami mengalami tekanan seperti ini aja rasanya lelah luar biasa, entah kekuatan sebesar apa yang dimiliki saudara di Palestina,” tandasnya.
Sementara itu, Mesir juga termasuk dalam gelombang kebijakan anti-imigrasi oleh Pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat (AS). Mesir termasuk dalam 36 negara yang disebut akan menghadapi potensi pembatasan perjalanan ke AS jika tidak segera memenuhi standar pemeriksaan keamanan yang ketat.
Negara-negara yang masuk dalam daftar diberi waktu 60 hari untuk menyampaikan rencana pemenuhan persyaratan baru tersebut. Selain Mesir, ada pun Nigeria, Ethiopia, Sudan Selatan, dan lainnya. Mesir memang merupakan mitra strategis Washington dalam berbagai isu keamanan di Timur Tengah.