
Bagaimana merespon serangan balik Iran ke Israel secara akademis?
Sebuah artikel ilmiah berjudul “Zionism and the war(s) on terror: extinction phobias, anti‑Muslim racism, and critical scholarship” oleh C. Heike Schotten, yang dipublikasikan pada April 2024 di Critical Studies on Terrorism (volume 17, issue 2), DOI: 10.1080/17539153.2024.2337448; menelusuri asal-muasal wacana “terorisme” abad ke‑21.
Penelitian itu mengeksplorasi bagaimana diskursus “Perang Melawan Teror” berakar pada pemikiran neokonservatif Amerika Serikat dan propaganda Zionis-Israel sejak pertengahan hingga akhir abad ke‑20. Artikel itu mengidentifikasi adanya ketakutan ekstasis — sebuah “extinction phobias” — yang menjadi pijakan narasi ketahanan kolektif terhadap terorisme, sering diwarnai dengan diskriminasi terhadap umat Muslim .
Pemikiran neokonservatif pasca Perang Dingin mengadopsi pendekatan agresif dalam menjustifikasi campur tangan militer global; wacana ini diadopsi dalam “Perang Melawan Teror” pasca 9/11. Heike Schotten menyoroti bagaimana propaganda Zionis ikut membentuk kampanye global, di mana penggunaan kata “terorisme” sering dikaitkan dengan narasi pembelaan Israel dan meminggirkan suara Palestina.
Konsep “phobia kepunahan” digunakan untuk menciptakan narasi darurat yang mendukung tindakan keras — termasuk tindakan melanggar HAM — demi menjaga identitas dan eksistensi nasional. Rangkaian narasi keamanan ini dikritisi karena melekatkan stigma dan merasionalisasi diskriminasi sistemik, di mana umat Muslim dibingkai sebagai ancaman dan “lawan eksistensial”.
Heike Schotten mengecam bagaimana studi terorisme sering memperkuat wacana hegemonik dan secara tidak langsung memfasilitasi kekerasan negara—terutama dalam isu-isu seperti genosida di Gaza. Dibutuhkan kerangka analitis baru yang: (1) menolak dominasi naratif keamanan yang bias. (2) Menerapkan lensanya pada akar ideologis serta konsekuensi pada kebijakan luar negeri dan domestik.(3) Memperluas perspektif dengan memasukkan suara yang terdampak langsung—seperti warga Muslim dan Palestina.
Kesimpulan dan rekomendasi dari artikel itu adalah (1) narasi terorisme tidak netral, ia terbangun dari fondasi ideologis (neokonservatif, Zionis) dan emosional (phobia kepunahan). (2) Wujudkan kajian kritis: memperluas remit studi terorisme tidak hanya soal kekerasan, melainkan juga asas ideologis dan rasial.(3) Pendekatan transformatif: akademisi perlu berperan dalam meredefinisi wacana, agar lebih inklusif dan adil.
Artikel tersebut membedah hubungan historis antara Zionisme, pemikiran neokonservatif, dan konstruksi wacana terorisme. Menyoroti peran “ketakutan kepunahan” dalam membentuk narasi keamanan global dan rumah tangga. Menegaskan bahwa diskursus terorisme telah memproduksi rasisme anti-Muslim, serta digunakan untuk membenarkan tindakan agresif dan diskriminatif. Mengajak akademisi dan praktisi keamanan untuk mengadopsi pendekatan kritis yang melebihi sekadar analisis taktis, melainkan mempertanyakan legitimasi struktural discourses itu sendiri.
Kontra-Hegemoni Perang Global Melawan Teror Para Neokonservatif dan Zionis
Bersambung ke halaman selanjutnya –>