Prabowo Setyadi
Moel Sunarko, seniman grafis kelahiran Banjarmasin menggelar pameran tunggal seni grafis nya yang ketiga dengan tema “Aku dan Dunia” di Galeri Wastu Sekolah Tinggi Desain Indonesia (STDI), Jalan Wastukencana 52, Kota Bandung.
Dengan metode cukil kayu dan etsa, Moel Sunarko memaknai apa yang dilihatnya mengenai kondisi alam Indonesia, sosial masyarakat Indonesia, dan budaya Indonesia.
Ada gambar tentang wayang, tempat berlindung dari serangan udara pada masa perang, seorang ibu yang menggendong anaknya dengan kain, serta keadaan Sungai Martapura dan Karimun Jawa yang penuh dengan perahu-perahu nelayan.
Garis-garis pendek banyak dijumpai pada karyanya untuk meraba bentuk tiap objek gambarnya. “Lubang Perlindungan” merupakan salah satu contoh karya grafisnya yang dipamerkan.
“Lubang Perlindungan” tersebut merupakan hasil jelajah memori Moel Sunarko saat masih kecil dimana banyaknya terjadi serangan udara ketika belanda masih menjajah Indonesia pada masa perang saat itu. Masa dimana aroma kematian begitu dekat
Heru Hikayat, kurator pameran tunggal Moel Sunarko mengatakan, Moel Sunarko sebenarnya menggubah proporsi dan bentuk benda sesuai dengan sudut pandangnya.
“Bu Moel tidak mengkhawatirkan bagian konstruksi benda yang tidak terlihat langsung olehnya. Yang penting adalah benda sebagaimana tertampakkan, bukan benda sebagai sebuah kenyataan objektif. Namun dalam merinci bentuk tetap mengacu pada kenyataannya,” ungkap Heru.
Kebiasaan Moel Sunarko dalam menyulam dengan pola jahitan dan simpul benang mempengaruhi moel dalam proses pembuatan karya grafisnya. Garis-garis pendek banyak terlihat pada karya dalam pameran tunggalnya ini.
“Saya menduga kebiasaan Bu Moel menyulam sangat mempengaruhi gambar-gambarnya dengan garis-garis pendek yang tegas, sehingga dibutuhkan suatu rancang pola untuk membentuk gambar secara keseluruhan,” ungkap Heru mencermati karya-karya Moel Sunarko.
Devy Ferdianto selaku Kepala Laboratorium Kreatif Sekolah Tinggi Desain Indonesia mengatakan, Moel Soenarko tidak hanya pandai beradaptasi terhadap lingkungan sosial dan seni. Tetapi juga terhadap media dan pemikiran-pemikiran baru.
“Filosofi grafis yang bersandar pada realitas sangat disukainya. Ia tampak menikmati tiap laku ritus dalam mempersiapkan acuan cetak, mengasam, dan mencetak. Dengan sabar Bu Moel tampak bertahan mengikuti untai proses yang bakal terasa sangat panjang bagi mereka yang baru menekuni grafis,” papar Devy.
Devy juga menambahkan bahwa proses etsa yang dilakukan oleh Moel Soenarko sebenarnya berlawanan dengan proses cukil kayu dari karya sebelumnya. Namun dengan keterbukaan dan kemampuan beradaptasi, Moel Soenarko mampu menghasilkan karya-karya etsa yang berkualitas.
Pameran tunggal “Aku dan Dunia” karya Moel Soenarko berlangsung sampai tanggal 12 april 2013. Sebanyak 35 karya seni grafis dipamerkan Moel Soenarko dalam pameran tunggalnya kali ini. []