Ahmad Fauzan Sazli
Udin Tambun, sopir bus metromini Manggarai – Kampung Melayu. FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
Waktu menunjukkan pukul empat sore. Udin Tambun (52) sudah gelisah. Dia menggosok-gosokan jam tangannya dengan kaos yang ia pakai. Saat itu Tambun tengah menunggu mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) yang sedang menggelar aksi di depan gedung DPR RI Jakarta.
Tambun adalah supir bus Metromini jurusan Manggarai – Kampung Melayu. Sudah 30 tahun ia menjalani profesi sebagai sopir. Namun sejak jaman pemerintahan Gusdur, Tambun tidak mau menyewakan Metromininya kepada mahasiswa untuk demonstrasi.
“Saya sudah malas menyewakan bus pada mahasiswa sejak jaman Gusdur. Mereka suka naik atap bus. Kemudian kalau demo waktunya sering tidak jelas,” kata Tambun saat ditemui KabarKampus di depan Gedung DPR RI, Senin, (03/06/2013).
Ia juga mengatakan, bahwa membawa mahasiswa resikonya besar. Mahasiswa suka bentrok dengan aparat Kepolisian.
Tambun menyewakan Metromininya kepada mahasiswa sebesar Rp. 400 ribu. Ia telah menjemput mahasiswa sejak pukul 13.00 WIB di kampus UBK Salemba. Dan tiba di DPR RI pukul 14.30. Namun hingga pukul 16.15 WIB aksi tak kunjung usai.
Tambun tak menyangka, Metromini yang biasa ia bawa bakal disewa oleh mahasiswa untuk demonstrasi. Dari sumber mulut ke mulut, ia mengetahui bahwa metromininya akan disewa oleh demonstran bayaran. “Kalau tahu mahasiswa, saya ngga mau,” terang Tambun.
Tambun paling suka, kalau Metromininya disewa oleh masa demonstran bayaran. Baginya demonstran bayaran itu waktu demonya lebih jelas alias tidak lama.
“Satu jam turun aksi, mereka langsung masuk ke dalam bus,” ungkap Tambun.
Menurut Tambun, demonstran bayaran paling lama turun aksi tidak lebih dari dua jam. Kalau disuruh bubar oleh polisi, mereka langsung kabur.
Tambun mengenali demonstran bayaran dari pembicaraan mereka di dalam bis. Selain itu, ia mengenali mereka dari gayanya. “Gaya mereka, gaya pemuda pengangguran,” kata Tambun tersenyum.
Menurut Tambun, demonstran bayaran itu orangnya itu-itu saja. Mereka turun aksi untuk berbagai macam isu. Karena sering membawa demonstran bayaran. Tambun sudah mengenali sebagian dari mereka.
Tambun lahir di Jakarta pada bulan Mei 1962 dan telah memiliki anak dua. Ia membawa bus Metromini untuk waktu setengah hari.
Dalam waktu tersebut, Tambun harus setoran kepada pemilik Metromini sebesar Rp.200 ribu. Sementara untuk operasional, ia menghabiskan Rp.200 ribu.
Jalur Manggarai – Kampung Melayu adalah jalur mati alias sepi. Tambun mengaku hanya mengantongi bersih untuk dapur Rp.50 ribu – Rp. 100 ribu.
Sore itu Tambun kembali melihat jam tangannya. Waktu menunjukkan puku 16.30. Demontrasi selesai. Mahasiswa berbondong-bondong masuk ke dalam mobil. Tambun menghela nafas.[]