ENCEP SUKONTRA
Roti Cari Rasa mungkin satu-satunya roti bumbu yang menginspirasi mahasiswa untuk menyusun tugas akhir skripsi. Dalam setahun, sedikitnya ada 10 mahasiswa yang magang sekaligus membuat skripsi mengulas roti Cari Rasa.
Toko roti Cari Rasa berdiri di pojok depan Pasar Kosambi, bergadapan dengan Jalan A Yani, Bandung. Hampir setiap hari toko roti ini dijejali pembeli. Di toko ini terdapat foto H Ama mengenakan seragam veteran. H Ama atau Katmajaya adalah pendiri CV Cari Rasa.
Sedangkan pabrik roti berdiri di belakang pasar, menempati sebuah rumah tua dengan halaman yang dipenuhi roda-roda roti bertuliskan “Cari Rasa” berwarna merah. Roda roti Cari Rasa banyak berkeliling di seputaran Bandung.
Setiap hari tukang-tukang roti keliling mengambil roti di rumah itu. Di bagian dalam rumah, para karyawan sibuk membuat roti dengan cara tradisional. Oven yang digunakan masih peninggalan jaman kolonial Belanda.
Tata Gunawan, Pemimpin CV Cari Rasa, menuturkan perusahaan rotinya didirikan ayahnya, H Ama yang merupakan veteran perang di jaman prakemerdekaan. Tata Gunawan adalah putra ketiga H Ama (alm).
H Ama bekerja di dapur orang Belanda. Dari situlah ia mempelajari resep membuat roti. Pada jaman perang, ia kemudian bekerja di dapur tentara republiken. Pascakemerdekaan sekitar 1960, ia merintis roti bumbu dengan nama Cari Rasa.
Meski republik baru berdiri, Haji Ama terus melakukan sejumlah terobosan bisnis rotinya. Ia pun memperkenalkan sejumlah produk baru dengan bumbu baru. Semula ia hanya menyajikan roti sarikaya, kemudian ditambah rasa nanas, cokelat, kacang dan seterusnya. Ia juga mulai membuat roti bakar.
Terobosan ini mampu menarik pembeli yang segera berubah menjadi pelanggan. Hingga ia berhasil membuat lapangan kerja. Saat ini CV Cari Rasa memiliki 200 roda dorong dan 20 becak roti. Dalam sehari CV Cari Rasa memproduksi 5 kuintal adonan roti yang dibuat tanpa bahan pengawet.
Perjalanan bisnis roti Cari Rasa itulah yang membuat banyak mahasiswa tertarik melakukan riset untuk tugas akhir. Menurut Tata Gunawan, dalam setahun bisa terjadi dua gelombang mahasiswa yang magang atau membuat skripsi di perusahannya.
“Tahun ini sudah ada 10 mahasiswa yang sudah beres dan ada 10 lagi yang masuk,” kata Tata Gunawan, kepada KabarKampus, baru-baru ini.
Mahasiswa yang magang kebanyakan berasal dari Universitas Islam Bandung, Universitas Pasundan, dan Sekolah Tinggi Pariwisata Indonesia.
“Alhamdulillah semua mahasiswa yang magang di sini semua berhasil (lulus). Saya memberi motivasi mereka sebisanya, agar semangat di masyarakat. Kuliah akan lebih baik jika di tambah dengan praktek kerja,” kata ayah empat anak ini.
Ia tidak khawatir banyaknya mahasiswa yang magang membuat resep roti Cari Rasa tersebar ke mana-mana. “Kita mah yang penting percaya kepada Allah yang mengatur rejeki. Kalau resep kita sebenarnya biasa, cuman Allah memberi kita rejeki lebih,” katanya.
Setiap selesai magang, mahasiswa biasanya memberi skripsinya kepada Tata Gunawan. Skripsi-skripsi tersebut tersimpan baik di rumahnya. Salah satu skripsi disusun Desi Marlindawati, mahasiswa jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan. Ia menyusun skripsinya pada 2015.
Desi Marlindawati mengulas salah satu kelebihan roti Cari Rasa. Ia menulis, salah satu roti yang dihasilkan oleh CV Cari Rasa adalah roti tawar cadet. Proses pengolahan roti tawar cadet dihasilkan secara alamiah dan tradisional. Hal inilah yang membedakan dengan produk roti lainnya.
“Metode tradisional yang tetap dipertahankan mengakibatkan ciri, rasa, dan karakteristik yang khas pada roti ini. Selain itu produk roti yang dihasilkan tidak menggunakan bahan pengawet dan zat pewarna,” tulis Desi Marlindawati dalam laporannya.
H Ama meninggal 2006 lalu. Ia mewariskan CV Cari Rasa bagi anak cucunya. H Ama menikah dengan Hj Hayati. Pernikahan mereka dikaruniai delapan anak, lima di antaranya menggurus CV Cari Rasa. Dari anak-anaknya, H Ama memperoleh 20 cucu yang sebagian besar bekerja di CV Cari Rasa. []