More

    Negara Menggusur Sawah Untuk Bandara, Petani Gigit Jari

    IMAN HERDIANA

    Selepas magrib, wajah lesu Carisman bin Dani (44), Sunardi bin Wasman (45) dan Darni bin Narmin (66) tiba di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Kamis (24/11/2016). Mereka baru saja keluar dari penjara Polda Jabar.

    Para petani Majalengka (kedua, ketiga, dan keempat dari kanan) Darni bin Narmin (66), Sunardi bin Wasman (45), dan Carisman bin Dani (44), di setelah keluar dari tahanan Polda Jabar di Kantor LBH Bandung, Kamis (24/11/2016). FOTO: Iman Herdiana
    Para petani Majalengka (kedua, ketiga, dan keempat dari kanan) Darni bin Narmin (66), Sunardi bin Wasman (45), dan Carisman bin Dani (44), di setelah keluar dari tahanan Polda Jabar di Kantor LBH Bandung, Kamis (24/11/2016). FOTO: Iman Herdiana

    Ketiga petani yang jadi tersangka dalam bentrok mempertahankan tanahnya sendiri dari pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) itu, didampingi para istri, keluarga, dan tim advokasi dari berbagai organisasi.

    - Advertisement -

    Mereka habis menempuh kemacetan kronis Kota Bandung dari Markas Polda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta ke Kantor LBH Bandung di Jalan Sido Mukti. Setelah istirahat sejenak untuk makan malam, ketiga petani memulai konperensi pers terkait penangguhan penahanan.

    “Saya bahagia,” kata Carisman bin Dani, menanggapi penangguhan penahanan oleh Polda Jabar.

    Dengan penangguhan itu, ia dan dua rekannya bisa pulang ke kampung halaman di Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, tidak lagi mendekam di tahanan Polda Jabar.

    “Saya tak menyangka akan masuk tahanan, sebelumnya saya tak punya pikiran maling, minum (mabuk) dan tidak pernah melanggar aturan pemerintah dan undang-undang,” ujar pria yang sempat sakit akibat pukulan aparat gabungan. Pukulan itu membuat matanya merah dan harus diobati dokter mata.

    Menanggapi lahan Desa Sukamulya yang akan tergerus pembangunan BIJB, sebagai petani, Carisman berharap tetap bisa bertani, menanam padi, palawija dan sejenisnya. Ia tidak memiliki keahlian lain selain bercocok tanam.

    Pertanian menjadi pekerjaan yang menghidupi anak istrinya.

    “Saya ingin bisa tetap bekerja di bidang keahlian saya menanam padi,” ujarnya, logat Majalengkanya cukup kental.

    Menjelang bentrokan Kamis 17 November lalu, Carisman bin Dani dan Sunardi bin Wasman termasuk ratusan petani yang melihat jalannya pengukuran lahan untuk bandara. Pengukuran tanpa surat pemberitahuan kepada warga itu mendapat pengawalan ketat dari ribuan aparat gabungan.

    Aparat keamanan berjaga di area persawahan Desa Sukamulya saat proses pengukuran tanah untuk pembangunan bandara internasional Jawa Barat. FOTO : LBH Bandung.
    Aparat keamanan berjaga di area persawahan Desa Sukamulya saat proses pengukuran tanah untuk pembangunan bandara internasional Jawa Barat. FOTO : LBH Bandung.

    Bentrok pecah ketika dialog petani dan aparat mengalami kebuntuan. Carisman bin Dani dan Sunardi bin Wasman yang berada di tengah bentrokan, langsung diciduk aparat. Darni bin Narmin yang berada di rumah saat terjadi bentrokan, juga ikut diciduk. Mereka ditetapkan sebagai tersangka.

    “Kami bukan menolak pembangunan bandara, tapi kami menolak penggusuran kami dari tanah kami yang sudah puluhan tahun menghidupi kami. Nenek moyang kami memperjuangkan tanah ini dengan darah,” kata Bambang Nurdiansyah, Sekjen Front Perjuangan Rakyat Sukamulya (FPRS).

    BIJB membutuhkan lahan 1.800 hektar dari 11 desa di Majalengka, namun baru terpenuhi 900 hektar, 700 hektar di antaranya lahan sawah Desa Sukamulya. Warga Desa Sukamulya 90 persen hidup dari pertanian. Dalam sekali musim padi, sekitar 700 hektar lahan sawah tersebut menghasilkan 4.900 ton gabah kering senilai 23 milyar.

    Belum lagi dari hasil panen palawija seperti mentimun, kacang panjang, semangka, cabai merah dan lainnya. Ketika harga cabai merah melonjak, hasil panen cabai di Desa Sukamulya bisa mencapai Rp1 milyar perharinya.

    “Itu data dari pengepul. Jadi kalau kami mau dipindahkan, apakah tempat kami akan sesubur dan sebagus Desa Sukamulya?” ujar Bambang Nurdiansyah.

    Mayoritas warga Desa Sukamulya menolak penggusuran lahan mereka. Warga belum menentukan tuntutan ganti rugi dan sejenisnya mengingat masalah mereka belum dibicarakan dengan pihak bandara maupun pemerintah.

    “Kami menuntut Pemprov Jabar, Pemkab Majalengka, datang ke Sukamulya. Pembicaraan ini tak bisa diwakilkan, mereka harus menemui kami warga Desa Sukamulya, menjelaskan solusi apa yang akan ditawarkan,” katanya.

    Masalah Desa Sukamulya harus diselesaikan lewat dialog kemanusiaan, bukan dengan menerjunkan ribuan aparat yang represif. “Tiga rekan kami ini adalah para pejuang agraria, bukan kriminal dan penjahat yang harus ditahan,” tandasnya. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here