More

    Dilema Beasiswa Rokok Untuk Mahasiswa

    Laporan : Hartanto Ardi Saputra

     Dana pendidikan dari yayasan perusahaan rokok memiliki andil dalam membantu proses belajar mahasiswa di kampus.  Sumbangan dana pendidikan  tersebut bentuknya beragam, ada yang berupa beasiswa, pelatihan ketrampilan, dan pengembangan  infrastruktur kampus”.

    Adventa Deonadalina (20) atau yang akrab dipanggil Venta masih mengingat dengan baik kenangan manis itu. Bahkan, mahasiswa semester 6 jurusan Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada (UGM) tersebut sampai sekarang masih ingat persis hari dan tanggalnya.

    Ya, pada Selasa, 12 September 2016, menjelang sore, telepon genggam milik Venta berdering. Ada sebuah pesan singkat (SMS) untuknya dari yayasan Djarum Foundation yang menyatakan Venta lolos seleksi penerimaan Djarum Beasiswa Plus.

    - Advertisement -

    “Pengumuman beasiswa Djarum bikin saya deg-degan sekaligus gembira. Gembira karena beasiswa ini membantu pembiayaan kuliah saya yang cukup mahal,” ujar Venta saat ditemui Kabarkampus.com di teras perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi UGM, Jumat (31/03) sore.

    Venta mengaku cukup kerepotan dalam pembiayaan perkuliahnnya selama ini. Dalam satu semester, ia harus membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan besaran mencapai 13 juta rupiah. Angka tersebut masih ditambah dengan biaya membeli peralatan kedokteran seperti kaca mulut, sonde, dan kawan klamer.

    “Sebentar lagi di awal tahun 2018 saya juga berencana pendidikan profesi atau koas di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo. Biaya koas itu bisa mencapai 10 juta rupiah,” ujar Venta yang berasal dari Yogyakarta.

    Gedung UGM

    Venta merupakan salah satu dari 45 mahasiswa penerima Djarum Beasiswa Plus regional provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) periode 2016-2017. Puluhan mahasiswa tersebut berasal dari lima perguruan tinggi di Yogyakarta yakni, Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Seni Indonesia (ISI), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga dan Universitas Sanata Dharma.

    Berdasarkan data yang dihimpun kabarkampus.com, penerima Djarum Beasiswa Plus di lima perguruan tinggi tersebut memiliki kuota yang berbeda. Rinciannya yaitu, 21 mahasiswa dari UGM, 4 mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga, 2 mahasiswa dari ISI, 9 mahasiswa dari UAJY dan 9 mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma.

    Para mahasiswa penerima Djarum Beasiswa Plus mendapatkan bantuan biaya pendidikan sebesar  9 Juta Rupiah pertahun. Biaya pendidikan tersebut dengan rincian 750 Ribu Rupiah perbulan terhitung mulai September 2016-September 2017.

    Setelah dinyatakan lolos Djarum Beasiswa Plus, 45 mahasiswa tersebut mendapat pelatihan ketrampilan (soft skills) selama sepekan di Semarang, 11-17 November 2016 silam. Mereka bersama 525 peserta lainnya dari 33 provinsi di Indonesia mendapat pelatihan keterampilan seperti membatik, keterampilan berbicara di muka umum, dan bermain teater.

    “Selain mendapat pelatihan keterampilan, kami juga diajak pabrik Djarum untuk melihat cara pembuatan rokok,” imbuh Venta.

    Beasiswa Putra Samporna Fondation

    Selain dari Djarum Foundation, Universitas Gadjah Mada (UGM) juga menerima program beasiswa dari yayasan perusahaan rokok, Putera Sampoerna Fondation (PSF), pada November 2016. Yayasan PSF memberikan beasiswa pendidikan melalui program bernama Sampoerna Corner yang diperuntukan bagi mahasiswa berprestasi dari latar belakang keluarga kurang mampu secara ekonomi.

    Agtha Desya Pratitah (20) atau yang akrab dipanggil Agtha merupakan salah satu penerima beasiswa Sampoerna Corner periode 2016-2017. Mahasiswa yang menempuh studi tingkat strata satu (S1) di Fakultas Kehutanan UGM tersebut berasal dari latar belakang keluarga kurang mampu secara ekonomi.

    “Ayah saya bekerja sebagai karyawan di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Sedangkan ibu saya bekerja di rumah saja,” cerita  Agtha saat ditemui Kabarkampus.com di ruang tunggu Fakultas Kehutanan UGM, Selasa (11/4/2017) siang.

    Dalam proses seleksi, Agtha mengaku, mengumpulkan beberapa berkas kepada panitia seleksi beasiswa Sampoerna Corner. Berkas tersebut meliputi surat keterangan keluarga kurang mampu yang diterbitkan dari kelurahan domisili keluarga, slip gaji orang tua, slip rekening listrik, dan Indeks Prestasi  Kumulatif (IPK) terbaru.

    Agtha yang memiliki IPK sempurna 4,0 pada awal semester, dinyatakan lulus seleksi beasiswa Sampoerna Corner melalui surat edaran No. 1984/OM/psf/11/16. Dalam surat edaran tersebut ada 12 nama mahasiswa UGM yang lolos seleksi.

    Sejumlah mahasiswa UGM yang menerima beasiswa Sampoerna Corner berasal dari fakultas yang berbeda. Empat mahasiswa berasal dari Fakultas Kehutanan, 2 mahasiswa dari Fakultas Biologi, 1 mahasiswa dari Fakultas Sosial dan Politik (FISIPOL), 1 mahasiswa dari Fakultas Pertanian, dan 4 mahasiswa dari Fakultas Teknik UGM.

    Dalam surat edaran, juga terdapat keterangan bahwa PT HM Sampoerna Tbk merupakan pemberi dana beasiswa. Para penerima beasiswa mendapatkan biaya pendidikan sebesar satu juta rupiah tiap bulan berlaku selama 4 tahun, terhitung mulai 2016-2020 mendatang.

    “Kami (penerima beasiswa Sampoerna Corner) juga mendapat biaya pengganti uang UKT semester satu,” imbuh Agtha.

    Infrastruktur Kampus

    Ruang Sampoerna Corner UGM.

    Yayasan perusahaan rokok juga membantu proses belajar mahasiswa dengan memberi sumbangan pengembangan infrastruktur kampus. Di Universeitas Gadjah Mada (UGM) misalnya, yayasan perusahaan rokok menyediakan ruang baca Samporna Corner di Perpustakaan Pusat UGM.

    Ruang baca Sampoerna Corner berukuran 7×10 meter. Ruangan tersebut beralas karpet warna merah. Pengunjung ruangan ini dapat menggunakan fasilitas seperti mengakses internet dengan 6 komputer umum  yang tersedia.

    Di dalam ruang baca Sampoerna Corner terdapat buku yang tersusun pada rak di tiap sudut ruangan. Beberapa buku yang disajikan ada yang bertema Filsafat, Ilmu Agama, Psikologi, Ilmu Politik, Ekonomi, Hukum, Geografi, dan kesusastraan. Semua buku tersebut masing-masing ditempeli label bertulsikan “Sampoerna”.

    Ciri khusus ruang baca Samporna Corner yaitu menyediakan puluhan film tentang tokoh-tokoh Indonesia. Ada film tentang kritikus sastra Hans Bague Jassin atau yang dikenal H.B. Jassin, ada film tokoh pemimpin Sarekat Islam Oemar Said Tjokroaminoto, dan film Presiden pertama Indonesia  Ir. Soekarno.

    Kepala Bidang Layanan Perpustakaan UGM, Wahyu Suprianto menjelaskan, Ruang baca Sampoerna Corner merupakan bentuk kerjasama kemitraan oleh UGM dengan yayasan perusahaan rokok, Putera Sampoerna Fondation (PSF). Kerjasama ini dimulai sejak tahun 2012 hingga habis masa kerjasama pada Februari 2017 lalu.

    “Kerjasama antara UGM dengan dengan PSF melalui pengadaan ruang baca Sampoerna Corner berhenti pada Februari 2017. Seluruh aset di ruang baca tersebut dihibahkan untuk perpustakaan UGM,” ujar Wahyu saat ditemui pada Jumat, (31/3) lalu.

    Wahyu menjelaskan, yayasan PSF selama ini telah mengadakan kegiatan pendidikan kepada mahasiswa UGM di ruang baca Sampoerna Corner. Kegiatan tersebut misalnya workshop kewirausahaan, pelatihan bahasa asing, dan pelatihan menyusun karya tulis ilmiah.

    “Kegiatan pelatihan dan workshop tersebut dilaksanakan sebanyak 5 kali dalam waktu satu tahun pada 2015. Anggaranya mencapai 40 juta rupiah,” ujar Wahyu.

    Sepeda Hijau UGM sumbangan PT Wismilak

    Sepeda Hijau UGM

    Yayasan perusahaan rokok juga memberi hibah berupa penyediaan sepeda kampus di UGM pada 2006 silam. Sepeda tersebut dikenal dengan nama, Sepeda Hijau UGM.

    Pengelola unit sepeda hijau di Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Wahyuntoro, menjelaskan Sepeda Hujau UGM merupakan kerja sama antara PT Wismilak Inti Makmur dengan UGM. PT Wismilak Inti Makmur menghibahkan 100 unit sepeda yang tersebar di unit-unit UGM seperti areal rektorat, fakultas, perpustakaan, dan lain-lain.

    “Jadi PT Wismilak Inti Makmur membelanjakan sepeda yang kemudian dihibahkan pada UGM,” ujar  Wahyuntoro, Kamis (14/4/2017).

    Menurut Wahyuntoro, besaran hibah sepeda dari PT Wismilak Inti  Makmur  mencapai 50 juta rupiah. Angka tersebut dengan rincian tiap unit sepeda senilan 500 ribu rupiah.

    “Waktu itu besaran nilai tiap unit sepeda sebesar Rp.500.000,” ujarnya.

    Wahyuntoro menambahkan, program Sepeda Hijau UGM bertujuan untuk membiasakan civitas akademik UGM terbiasa menggunakan sepeda di areal kampus, sehingga tercipta kampus yang ramah lingkungan. Hal tersebut juga sejalan dengan program pemerintah DIY yang saat itu mencanangkan program bersepeda.

    “Lahirnya Sepeda Hijau UGM sejalan dengan program Sego Segawe (Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe) yang dinyatakan oleh Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X bersama Wali Kota Yogyakarta, Herry Zudianto,” ujar  Wahyuntoro.

    Perpustakaan Fakultas Teknik

     Yayasan perusahaan rokok, Djarum Fondation, juga pernah membantu renovasi perpustakaan Fakultas Teknik (FT) UGM pada 2011-2012. Perpustakaan yang sudah dibangun sejak 1998 tersebut pernah mengalami kerusakan akibat gempa yang mengguncang Yogyakarata pada 2006 silam.  

    CD sumbangan Sampoerna Foundation. Foto : Rimba

    Perpustakaan FT UGM terletak di sebelah selatan gedung Kantor Pusat Tata Usaha (KPTU) Fakultas Teknik UGM. Perpustakaan tersebut memiliki koleksi buku sejumlah 23.402 eksemplar yang terdiri dari 9.834 judul buku, 15.039 jurnal ilmiah dan 1.139 majalah.

    Perpustakaan FT UGM terdiri dari tiga lantai gedung. Lantai pertama berupa ruang baca serta tersusunan meja belajar yang sering dimanfaatkan mahasiswa mengerjakan tugas perkuliahan. Lantai kedua merupakan deretan buku yang tersusun rapih di rak dan komputer umum. Sedangkan lantai tiga, terdapat ruang diskusi dan tempat ibadah.

    Harto Gunarto, Kepala Kantor Adminitrasi FT UGM mengakui bahwa Djarum Fondation memberikan bantuan dalam proses renovasi perpustakaan FT UGM. Pemberian bantuan tersebut sifatnya adalah hibah atau sumbangan.

    “Waktu itu sifatnya hanya bantuan, bukan kontrak. Jadi Djarum Fondation tidak membangun gedung, tapi memberi bantuan renovasi,” ujar Senin, (19/04/2017).

    Ia menjelaskan, bantuan renovasi interior tersebut mulai dari kramik lantai, pengecatan dinding, eternit, penyekat ruangan, dan lain-lain. Selain renovasi ruangan, Djarum Fondation mengubah konsep perpustakaan FT UGM dari berkonsep manual menjadi E-Library atau secara digital.

    “Jadi bantuannya bukan berupa uang, kita tidak membelanjakan apa-apa,” imbuhnya.

    Auditorium Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM

    Djarum Fondation pernah memberikan sumbangan kelengkapan sarana belajar berupa fasilitas auditorium di gedung Pertamina Tower pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, 2011-2012. Auditorium yang terletak di lantai 6 tersebut bernama Auditorium Djarum Fondation.

    Auditorium Djarum Fondation memiliki kapasitas 123 bangku penonton. Setting ruangannya ditata berbentuk prosenium dengan tatanan bangku penonton bertingkat seperti ruang bioskop film. Selain itu, pada dindingnya dilengkapi peredam guna meredam bunyi dari pengeras suara.

    Kelengkapan sarana belajar dari auditorium ini adalah adanya alat teleconference. Teleconference adalah komunikasi langsung di antara beberapa orang yang biasanya dalam jarak jauh atau dalam satu ruangan melalui suatu sistem telekomunikasi.

    Pengunjung Auditorium Djarum Fondation dapat mengikuti kuliah umum dengan teleconference bersama mahasiswa dari daerah lain maupun  luar negeri. Selain itu, auditorium ini juga ditujukan guna pagelaran kesenian baik musik, teater, dan tari.

    Plakat kampus bebas asap rokok di kampus Atma Jaya Yogyakarta. Foto : Rimba

    Peraturan Kampus Tentang Rokok

    Meskipun menerima manfaat dari dana pemberian yayasan perusahaan rokok, sejumlah kampus di Yogyakarta tetap tegas dalam mengatur kawasan bebas rokok dan sponsorship kerjasama. Sejumlah kampus bahkan mengeluarkan peraturan setingkat putusan rektor yang kaitannya dengan rokok.

    Universitas Gadjah Mada (UGM) pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 77/PII/SK/HT/2005. Salah satu butir dalam SK tersebut, pasal 9 ayat 3 mengatur larangan memasang sarana iklan atau sponsorship seluruh produk rokok dan produk minuman yang mengandung alkhol di dalam kegiatan yang diselenggarakan di UGM.

    UGM juga pernah mengeluarkan SK Rektor Nomor 29/P/SK/2008 tanggal 2 Januari 2008 yang berisi tentang kawasan bebas rokok.  SK tersebut menyebutkan dalam BAB II, Pasal 3, yakni yang termasuk kawasan bebas rokok meliputi tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, dan tempat ibadah.

    Dalam SK Rektor Nomor 29/P/SK/2008, juga dijelaskan dalam BAB V tentang tempat khusus kawasan merokok yakni tempat terpisah yang secara fisik tidak tercampur dengan kawasan larangan merokok. Tempat khusus kawasan merokok harus dilengkapi dengan alat penghisap udara atau sistem sirkulasi udara, asbak untuk puntung rokok, dan papan informasi bahaya rokok bagi kesehatan.

    SK Rektor tersebut sekaligus mengatur sanksi adminitrasi bagi civitas akademik yang terbukti merokok di kawasan bebas rokok. Sanksinya berupa teguran lisan dan peringatan tertulis.

    Hal yang sama juga dilakukan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 53/HP/KBAR/2012 Tentang Kawasan Bebas Asap Rokok (KBAR). Dalam BAB 1 Ketentuan Umum ayat 2 berbunyi, yang dimaksud KABR meliputi ruangan atau area di UAJY yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, berjualan, iklan, promosi, dan mengonsumsi rokok.

    Turunan dari Surat Keputusan (SK) Rektor yang mengatur kawasan bebas rokok antara lain dengan pemasangan plakat berisi pengumuman. Plakat tersebut bertuliskan larangan merokok di tempat yang sudah ditetapkan sebagai kawasan bebas asap rokok.

    Berbeda dengan yang terjadi di Institut Seni Indonesia (ISI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Kedua kampus ini tidak mengeluarkan SK Rektor sebagai acuan penetapan kawasan bebas rokok.

    Koordinator Akademik UIN Sunan Kalijaga, Imam Mahmudi, menjelaskan selama ini pihaknya memasang plakat berisi pengumuman larangan merokok di lingkungan kampus merujuk pada peraturan negara secara umum. Peraturan yang dimaksud adalah undang-undang Nomor 23 Tahun tentang 1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    “Selama ini UIN belum mengeluarkan aturan khusus tentang kawasan bebas rokok. Plakat-plakat yang dipasang itu rujukannya pada aturan negara secara umum saja,” ujar Muhamdi saat ditemui kabarkampus.com, pada Rabu (5/4/2017).

    Meski demikian, menurut Mahmudi, pihaknya juga telah menyediakan kawasan untuk merokok seperti di parkir area dan tempat terbuka hijau lainnya. Pemasangan plakat kawasan bebas rokok tersebut bukan berarti melarang perokok.

    Selain penetapan kawasan bebas rokok, ada juga lembaga pelaksana yang bergerak di bidang penelitian dan pengawasan rokok di lingkungan kampus. Seperti di UGM terdapat, Quit Tobacco Indonesia Fakultas Kedokteran (FK) UGM di bawah Pusat Studi Prilaku dan Promosi Kesehatan serta Pusat Studi Bioetika dan Humaniora Kedokteran.

    Yayi Suryo Prabandari, Koordinator Quit Tobacco Indonesia FK UGM menjelaskan, pihaknya pernah melakukan kampanye guna mensosialisasikan SK Rektor mengenai rokok di tiap fakultas yang ada di UGM pada 2012 lalu. Menurutnya, UGM harus tegas menolak segala atribut yayasan perusahaan rokok di kampus.

    “Waktu itu tim kami (Quit Tobacco Indonesia FK UGM) melakukan road show ke seluruh fakultas di UGM pasca dikeluarkannya SK Rektor. Harusnya  UGM wajib melepas segala atribut simbol rokok dengan adanya SK Rektor,” jelas Yayi, Jumat (31/03/2017).

    Selain itu, Yayi juga menjelaskan, berdasarkan putusan SK Rektor Nomor 77/PII/SK/HT/2005, semestinya UGM menolak beasiswa dari yayasan perusahaan rokok. Ia menusulkan agar pemberian beasiswa pada mahasiswa itu diambil dari penggalangan dana dari dosen-dosen yang ada di UGM.

    “UGM harusnya menolak beasiswa dari industri rokok, karena kalau mau digalang dari para dosen, masih mampu memberikan beasiswa pada mahasiswa tak mampu. Di FK UGM, kami para dosen ditawari untuk menyumbangkan sebagian honornya,” ujarnya.

    Menanggapi hal itu, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Paripurna, menjelaskan  selama ini UGM memiliki etika yang jelas dalam menjalin kerjasama dengan suatu yayasan atau foundation sebuah perusahaan. Misalnya, UGM menolak berkerjasama apabila foundation sebuah perusahaan melakukan promosi produknya di lingkungan UGM.

    “UGM adalah lembaga pendidikan. Jadi UGM tidak ingin tempatnya atau institusinya dijadikan ajang promosi produk dari suatu yayasan perusahaan yang menjalin kerjasama,” tegas Paripurna saat ditemui di kantor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Kamis (13/04/2017).

    Menurut Paripurna, UGM menyadari jika sebagian struktur perusahaan di Indonesia bersistem korporasi, yang artinya memiliki afiliasi dengan prusahaan-perusahaan lain. Afiliasi tersebut dapat tewujud antara lain dengan adanya  yayasan perusahaan yang memberi dana perusahaan atau CSR.

    “Tujuan yayasan atau foundation tersebut adalah kegiatan sosial dan pendidikan. Nah, yayasan atau fondation yang fokus di bidang pendidikan itulah yang memungkinkan bekerjasama dengan UGM,” ujarnya.

    Berkaitan dengan yayasan perusahaan rokok, Paripurna menilai UGM sah-sah saja bekerjasama dengan yayasan rokok. Kerjasama UGM dengan sejumlah yayasan perusahaan rokok selama ini, seperti Djarum Fondation, Putra Sampoerna Fondation, dan PT Wismilak Inti  Makmur, tidak cacat hukum.

    Sebelumnya, UGM pernah mengeluarkan Surat Keputusan Rektor  No. 77/PII/SK/HT/2005, pasal 9 ayat 3. Pasal tersebut tentang pelarangan sponsorship dari industri rokok dan minuman yang mengandung alkohol untuk kegiatan di UGM.

    Menurut Paripurna, meski telah terbit surat keputusan rektor tentang pelarangan sponsorship dari industri rokok, UGM tidak secara frontal menolak kerjasama dari semua pihak yang berafiliasi dengan perusahaan rokok. Hal itu karena yayasan perusahaan rokok memiliki badan hukum tersendiri di luar dari sebuah industri induknya.

    “Yayasan atau fondation itukan badan hukum tersendiri, terpisah dari induknya (perusahaan rokok). Itu pun dengan catatan tidak ada promosi rokok di UGM,” jelas paripurna.

    Selain karena yayasan perusahaan rokok memiliki badan hukum yang berbeda, Paripurna menjelaskan bahwa UGM juga mempertimbangkan azas manfaat dari sebuah kerjasama. Yayasan perusahaan harus memberi manfaat di bidang pendidikan bagi civitas akademik.

    “Misalkan renovasi perpustakaan di Fakultas Teknik, sepeda kampus, Hall di FEB, ruang baca Sampoerna Coener, itu kan manfaatnya besar bagi dunia pendidikan,” ujarnya.

    Paripurna menambahkan, pada prinsipnya UGM selalu berusaha mandiri dalam membiayai segala pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana akademik. Namun, karena tidak mampu membiayai semuanya secara mandiri, maka UGM memilih jalur kerjasama.

    “Kalau UGM punya uang sendiri dalam jumlah besar untuk menyelenggarakan dan meningkatkan kualitas pendidikan, maka UGM tidak perlu bekerjasama dengan siapapun itu, bukan hanya yayasan perusahaan rokok saja, perusahaan yang mengeksploitasi alam dan lain sebagainya,” imbuh Paripurna.

    Selain itu, Paripurna juga menjelaskan sampai saat ini UGM memberi keleluasaan dalam menentukan kerjasama pada tiap masing-masing fakultas di UGM. Kerjasama tersebut tentu sesuai dengan rambu-rambu aturan Universitas dan menimbang azas manfatnya bagi dunia pendidikan.

    “Jadi kami menyerahkan kepada masing-masing fakultas untuk menentukan kerjasamanya dengan siapapun asalkan berdasarkan azas manfaat. Sehingga tidak tepat jika disimpulkan bahwa kami (UGM) pro atau kontra pada prihal rokok,” imbuh Paripurna.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here