More

    Dosen ITB Kembangkan Teknologi Deteksi Petir

    Ilustrasi petir / MASSIMILIANO CLARI/ALAMY STOCK PHOTO

    BANDUNG, KabarKampus – Indonesia merupakan negara tropis yang rawan terjadinya petir. Bahkan kerapatan petir di Indonesia tertinggi sampai 24 sambaran per kilometer persegi per tahun.

    Energi yang dapat dilepaskan petir ini melebihi pusat pembangkit listrik di Amerika. Sehingga dapat dibayangkan bencana yang mungkin saja terjadi akibat sambaran petir.

    Hal ini mendorong, Dr. Ir. Syarif Hidayat, peneliti petir Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengembangakan teknologi deteksi peringatan dini petir. Ia menamakannya dengan Early Warning Lighting Detection.

    - Advertisement -

    Syarif yang merupakan lektor kepala di Kelompok Keahlian Teknik Ketenagalistrikan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menjelaskan, Indonesia memiliki kerapatan petir tertinggi yang jumlahnya 10 kali lipat dari Jepang. Sementara dibandingkan Florida, Amerika mencapai dua kali lipat. Jumlah kerapatan petir tertinggi di Indonesia ada di Kota Bogor yang mencapai 24 kali sambaran per kilometer persegi pertahun.

    Menurut Syarif,  sistem Kerja Early Warning Lighting Detection yang dikembangkannya terdiri dari dua bagian utama, yaitu sensor dan prosesor. Sensor memiliki diameter 20 cm dan tinggi 15 cm, diletakkan di atas tiang dengan minimal ketinggian satu meter dengan jarak minimal 3 kali dari ketinggian bangunan terdekatnya. Sedangkan prosesor dari alat pendeteksi petir ini berupa personal komputer yang dihubungkan dengan sensor melalui kabel data dan diberi daya sebesar 10 watt.

    Prinsip kerja dari alat ini adalah mendeteksi aktivitas medan elektrostatik di awan dengan radius dua kilometer. Berdasarkan prinsip tersebut, sebuah perangkat yang disebut electric field mill monitor, dapat memberikan prediksi mengenai sejauh mana aktivitas pemisahan muatan tersebut terjadi, sehingga dapat memberikan peringatan dini sebelum petir benar-benar terjadi.

    Selanjutnya, terdapat empat tahapan peringatan yang dapat diberikan oleh Early Warning Lighting Detection. Tahapan pertama ketika sudah terdeteksi adanya aktivitas pemisahan muatan di awan, yang artinya mulai waspada akan potensi terjadinya petir.

    Kemudian tahap kedua, diberikan ketika mulai terjadi pelepasan muatan sebelum petir turun ke bumi. Selanjutnya di tahap ketiga, terakhir,  ketika petir sudah turun ke bumi.

    Tahap terakhir itu diberikan ketika sudah tidak terjadi aktivitas baik pemisahan maupun lepasnya muatan pada awan. Sehingga masyarakat dapat melanjutkan aktivitas tanpa harus ditakutkan dengan terjadinya petir susulan yang tidak diduga. Namun Syarif menyarankan peringatan maksimum diberikan pada dua tahapan pertama, sehingga daerah yang harus dilindungi sudah harus dikosongkan.

    “Daerah yang cocok untuk Early Warning Lighting Detection ini adalah daerah-daerah tempat dilaksanakannya kegiatan outdoor seperti lapangan golf, daerah pertambangan, pertanian, rekreasi dan lain-lain yang merupakan daerah terbuka,” ujarnya.

    Saat ini, Early Warning Lightning Detection sedang dalam proses mendapatkan hak paten. Sementara satu lagi perangkat lunak assesment bahaya petir juga sedang dalam proses mendapatkan hak cipta.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here