MALANG, KabarKampus – Razia buku yang dilakukan oleh Komando Distrik Militer (Kodim) 0809 Kediri sepekan lalu, mendapat banyak tanggapan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari dosen Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam razia tersebut Kodim 0809 Kediri menyita beberapa buku di antaranya Komunisme ala Aidit, The Missing Link G 30 S, Siapa Dalang G30S dan Kabut G30S. Buku-buku ini dianggap mempropagandakan ideologi Komunisme di Kediri, Jawa Timur.
Hutri Agustino, S.Sos., M.Si, Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengatakan, razia tersebut adalah lelucon bagi kalangan akademisi di era reformasi seperti saat ini. Karena baginya di era reformasi, keterbukaan informasi publik, eksistensi masyarakat madani harusnya betul-betul dihargai.
“Maka yang perlu dikedepankan adalah sisi-sisi edukatif dan literatif,” ungkapnya, seperti yang dilansir di laman UMM, Kamis, (03/01/2019).
Menurut Hutri, pengedukasian terhadap masyarakat, bisa dilakukan melalui panggung-panggung resmi. Dengan begitu, bagi pendiri Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara tersebut, perkembangan literasi di Indonesia tentu harus dibarengi dengan kebebasan masyarakat memiliki buku.
“Bagaimana masyarakat tahu bahwa Komunis berbahaya bila pengetahuan terhadap Komunis disimpan dalam peti,” katanya.
Hutri menjelaskan, selain Komunis, negara juga seharusnya melindungi dari paham-paham yang membahayakan ideologi pancasila. Namun hanya ideologi Komunis dan Radikla saja yang digaungkan berbahaya.
“Mengapa tidak dengan Kapitalisme juga? Jangan sampai yang seolah-olah musuh Indonesia ini hanya dua, Komunis dan Radikal. Sedangkan satunya melenggang,” katanya.
Lanjut Hutri, jika saja merujuknya kepada simbol, seharusnya Kapitalisme yang berwujud ke beberapa produk besar yang merajai pasar Indonesia, juga menjadi perhatian. Sehingga ke depan, ia berharap ada regulasi yang jelas dan kongkrit terkait model pelarangan-pelarangan ideologi yang bertentangan dengan deologi Pancasila.
“Jika buku, ya perlu dijelaskan yang seperti apa isinya dan lain sebagainya,” kata Hutri.
Ini perlu dilakukan, kata Hutri agar masyarakat tidak mudah dalam menghakimi. Masyarakat juga tidak mudah melabeli seseorang.
Selain itu, Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kabupaten Malang ini juga mengharapkan, gerakan literasi perlu dukungan yang serius dari negara. Menurutnya, penutup-nutupan terhadap sumber literasi bukanlah tindakan yang benar.
“Tentu ke depan harus ada edukasi-edukasi masif ke tataran grass root. Seperti sosialisasi ideologi apa-apa saja yang bertentangan dengan Pancasila,” tukasnya.[]