YOGYAKARTA, KabarKampus – Lima inovator muda Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil menjuarai kompetisi “Cisco Global Problem Solver Challenge” 2019. Mereka terpilih sebagai People’s Choice Award Winner dalam kompetisi tersebut dengan inovasi teknologi perikanan berbasis IOT yang dinamai Banoo.
Inovator muda UGM ini terdiri dari Azellia Alma Shafira (Manajemen 2016), Muhammad Adlan Hawari (Elektronika dan Instrumentasi 2015), dan Fakhrudin Hary Santoso (Perikanan 2015) serta alumni Teknik Mesin 2014 yaitu Katya Dara Ozzilenda Soegiharto dan Ryan Wiratama Bhaskara. Inovasi yang mereka buat mengalahkan ribuan proposal proyek karya inovator muda dari berbagai belahan dunia.
Alma Shafira, ketua tim mengatakan, inovasi “Banoo” dibuat berawal dari keprihatinan melihat kondisi budi daya perikanan di Indonesia yang belum maksimal, karena masih konvensional dan ekstensif. Oleh karena itu, mereka membangun ekosistem budi daya perikanan yang lebih efisien, intensif dan inklusif sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan para petani ikan.
“Banoo merupakan inovasi teknologi berbasis IoT dan energi terbarukan untuk memberdayakan petani ikan di Indonesia, terutama di daerah terpencil dan mewujudkan Sustainable Development Goals (SGDs),” jelas Azellia Alma Shafira, ketua tim “Banoo” dalam keterangan pers yang dikeluarkan UGM, Selasa (18/06/2019).
Alma menjelaskan, teknologi “Banoo” menggunakan teknologi microbubble generator dengan bantuan Internet-of-Things (IoT) yaitu sensor yang berfungsi untuk mengaktifkan microbubble generator secara otomatis. Teknologi ini mampu meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air sehingga pertumbuhan ikan dapat dipercepat, memperpendek masa panen dan meningkatkan hasil panen ikan.
“Dengan Banoo bisa meningkatkan produktivitas hingga 40 persen dan masa panen lebih pendek yaitu 3 bulan,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, Banoo menggunakan sumber energi terbarukan dari panel surya. Kemudian juga pompa mesin menggunakan daya yang rendah sebesar 85 watt untuk menghemat konsumsi listrik. Sehingga dapat digunakan di seluruh Indonesia, yang juga tidak memiliki akses listrik.
Fakhrudin melajutkan, Banoo dapat digunakan untuk budi daya ikan nila dan lele dengan ukuran kolam 3×4 meter dan kedalaman 80 cm-1 meter. Alat akan bekerja saat kadar oksigen dalam air mengalami perubahan.
Sensor IoT mendeteksi fluktuasi kadar oksigen terlarut dalam air. Apabila kadar oksigen menurun akan mengirim sinyal untuk menghidupkan microbubble generator.
“Kita setting sensor akan mengaktifkan microbubble generator di ambang batas 8.0 ppm. Jadi, misal kadar oksigen terlarut dalam kolam 5.0 ppm maka akan mengirim sinyal ke microbubbule generator untuk menyala dan jika sudah melampaui 8.0 maka alat akan mati secara otomatis,” paparnya.
Banoo sendiri telah dikembangkan sejak tahun 2018 lalu. Kedepan tim akan melakukan beberapa penambahan fungsi salah satunya untuk deteksi tingkat keasaman air (pH).
“Kita terus kembangkan alat ini dan harapannya dengan Banoo petani ikan dapat secara mandiri memperoleh sumber pangan dan mata pencaharian yang berkelanjutan,” terangnya.[]