1/
Sebelum kita berbicara soal prinsip reduksionisme, atau simplifikasi, atau penyederhanaan di dalam sains, pelajari dulu prinsip dasar soal metodologi sains dengan benar. Sekarang kutanya: “Apakah Anda sudah benar-benar paham prinsip pisau bedah Occam atau Ockham di dalam sains modern?” Prinsip ini dipakai oleh semua saintis kelas dunia dan diakui sebagai prinsip penting dalam sains modern. Leibniz, Spinoza, Neils Bohr, Einstein, Kurt Godel, John Ness, Bertrand Russell, dll. menggunakan prinsip reduksionisme metodologis ini di dalam karya-karyanya. Stephen Hawking di dalam bukunya yang terkenal “The Brief Of History Time”, juga dengan jelas mengungkapkan prinsip pisau bedah Occam ini sebagai metodologi fisika teoritisnya. Nah, sekarang saya kutipkan satu pengertian yang paling “sederhana” soal prinsip pisau bedah Occam:
“Pisau Occam (juga Pisau Ockham atau beberapa ejaan lain) adalah sebuah prinsip yang dilontarkan William Ockham, seorang pendeta Ordo Fransiskus dan ahli logika Inggris dari abad ke-14. Prinsip ini membentuk dasar reduksionisme metodologis, dan juga disebut prinsip hemat. Prinsip ini justru tidak bertentangan dengan prinsip kejelasan, tetapi dibuat untuk mengarahkan satu argumen saintifik agar menjadi jelas, meski terbatas.
“Dalam bentuknya yang paling sederhana, prinsip rosesPisau Occam menyatakan bahwa seseorang sebaiknya tidak berasumsi lebih dari yang diperlukan. Bila terdapat banyak penjelasan untuk sebuah fenomena, pilihlah versi yang paling sederhana, yang paling bisa dibuktikan. Sebuah pohon hangus di tanah bisa disebabkan oleh mendaratnya pesawat makhluk luar angkasa atau sambaran petir. Menurut Pisau Occam, sambaran petir adalah penjelasan yang dipilih karena memerlukan asumsi yang paling sedikit.”
Kalau yang Anda maksud kejelasan di dalam retorika atau narasi atau argumen adalah hal yang detail sedetail-detailnya, dalam arti sebanyak-banyaknya asumsi dituliskan untuk menguatkan pembuktian, berarti Anda masih belum paham prinsip-prinsip dasar sains. Selain itu, prinsip pisau Occam juga diterapkan di dalam seni. Pada prosa sastra dunia, ada yang namanya aliran “minimalisme” pada awal abad ke-20 di Amerika Serikat, yang dipelopori oleh F. Scott Fitzgerald dan Ernest Hemingway, yang kemudian dilanjutkan oleh generasi sastrawan 90-an seperti Chuck Palahniuk. Pada puisi modern dunia, Ezra Pound dengan prinsip ideogramik dan jukstaposisi dalam ars poetica imajisme jelas menghadirkan prinsip simplifikasi. Pada seni rupa modern dunia, gerakan seni rupa minimalisme yang terinspirasi dari lukisan-lukisan Cy Twombly, juga menerapkan prinsip simplifikasi ini. Sebelumnya, di Timur, haiku-haiku Matsuo Basho dan lukisan sumi-e (tinta cina) juga secara tak langsung menerapkan prinsip ini. Jadi, pemahaman soal simplifikasi sebagai lawan dari kejelasan di dalam retorika atau argumen justru yang tidak jelas dan menunjukkan Anda belum paham prinsip dasar sains dan estetika dunia.
Beberapa waktu lalu, saya pernah menonton video tentang seorang fisikawan teoritis dari Indonesia, Husin Alatas, yang pernah berkata, teori fisika yang ia pelajari dibangun berdasarkan paham “reduksionistis”. Begitu juga, menurut saya, proses pembentukan sains secara umum.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>