SURABAYA, KabarKampus – Setiap orang yang dinyatakan reaktif atau positif Covid-19 diharuskan untuk melakukan isolasi mandiri. Namun persolalannya adalah tidak semua masyarakat dapat menjaga kedisipilan.
Untuk tim mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil menggagas sebuah alat yang akan memastikan bahwa pasien reaktif tetap berada di rumah. Mereka menamakannya dengan “Sukses Isolasi Mandiri-Box (SIMBOX): Sistem Monitoring Disiplin dan Kesehatan Masyarakat Berbasis IoT sebagai Inovasi Penunjang Keberhasilan Isolasi Mandiri.”
Tim mahasiswa ITS yang memiliki nama INSecuriteam ini terdiri dari Eko Rian Fauzi, Mia Dwi Susanti, Arinditya Berlinda Putri Susanto, Aldy Ramadhan Syahrudin, Irga Merdiansyah, dan Tiffany Rachmania Darmawan. Gagasan mereka ini pun telah berhasil menjuarai LKTI Olimpiade Vokasi Indonesia (OLIVIA) 2020 Sub Kategori Saintek, beberapa waktu lalu.
Eko Rian, Ketua INSecuriteam ini menjelaskan, terdapat beberapa fitur yang akan memudahkan petugas kesehatan untuk memastikan pasien reaktif dan anggota keluarga tetap disiplin dalam melakukan isolasi mandiri. Salah satunya dilengkapi dengan alat presensi berbasis face detection.
Selain itu, juga dilengkapi dengan fitur untuk melihat perkembangan pasien berupa sensor temperatur dan sensor denyut jantung. Hasil pengukuran alat ini akan dikirimkan ke database yang juga bisa diakses oleh petugas medis di puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya.
Untuk mengoperasikan alat ini, SIMBOX terlebih dahulu harus di-setting oleh petugas Puskesmas atau tenaga kesehatan yang bertanggung jawab melalu aplikasi. Diantaranya petugas memasukkan Nomor Induk Kependudukan, sehingga data-data pasien otomatis masuk.
“Bagi yang belum memiliki KTP, data akan dimasukkan secara manual,” imbuh mahasiswa angkatan 2018 ini.
Selanjutnya, alarm akan mati dan alat akan menyalakan sensor temperatur serta denyut jantung. Pengukuran suhu akan dilakukan secara otomatis, sedangkan pembacaan denyut jantung akan dioperasikan oleh pasien menggunakan pulse sensor.
“Data yang telah didapat akan dikirimkan dan disimpan di dalam cloud storage yang kemudian dapat diakses oleh operator petugas medis,” papar Eko.
Alat gagasan tim yang berisi mahasiswa angkatan 2018 dan 2019 ini terinspirasi dari alat presensi berbasis face detection yang sudah beredar di pasaran. Alat semacam ini sering digunakan di berbagai tempat seperti perkantoran untuk presensi para karyawan.
“Selain itu juga biasa banyak digunakan sebagai sistem keamanan seperti pada apartemen atau hotel,” ungkapnya.