More

    Membumikan Sains: Sebuah Tanggung Jawab dan Kutukan bagi Akademisi

    Oleh: Asmana*

    Ilustration by unsplash.com/@dollargill

    Perkembangan teknologi di masa globalisasi seperti sekarang sangatlah cepat. Hanya dalam beberapa dekade, manusia mampu menciptakan teknologi yang mampu berpikir dan menggantikan kekuatan manusia, baik itu dalam berpikir, menulis, dan juga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar. Dalam hal ini berupa Artificial Intelligence (AI).

    Siapapun yang tidak bisa mengikuti pesatnya kemajuan zaman akan tergerus oleh derasnya arus perkembangan teknologi yang semakin tidak bisa dibendung lagi kekuatannya. Para generasi muda, selain harus mampu menyesuaikan diri agar dirinya mampu bertahan, juga harus mampu untuk memberikan pengetahuannya dalam kehidupan bermasyarakat.

    - Advertisement -

    Hal itu sudah seperti keharusan dengan tanggung jawab ganda, baik untuk dirinya dan juga untuk masyarakat di sekitarnya sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. Hal ini berarti, seorang generasi akademisi muda harus mampu membumikan sains terhadap para non-akademisi serta memberikan jawaban berupa solusi atas fenomena yang ada.
    Namun, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mengenalkan solusi berbasis sains untuk masalah-masalah yang ada dan sebelumnya tidak bisa dijelaskan bagi kalangan non-akademis bagaikan sebuah kutukan yang melekat dalam kehidupan generasi melek sains saat ini. Di mana hambatan demi hambatan tentu saja akan mempersulit aplikasi sains secara masif di masyarakat Indonesia. Terutama di kalangan yang tidak mampu beradaptasi terhadap cepatnya perkembangan teknologi.

    Perbedaan cara pandang dan juga pola pikir antara generasi melek sains dan teknologi juga berbeda dengan generasi yang gagap sains dan teknologi. Di mana saat menemukan suatu fenomena, generasi yang paham akan sains cenderung menggunakan penyelesaian masalah yang didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah yang ada sampai ditemukan jawaban yang pasti. Berbeda dengan generasi gagap sains dan teknologi, di mana saat menemukan suatu masalah, penyelesaian yang dilakukan akan didasarkan berdasarkan pengalaman yang ada. Di mana di sini akan ditemukan berbagai masalah baru yang disebabkan solusi yang tidak sesuai.

    Memang, pengalaman bisa dijadikan acuan untuk mengatasi suatu masalah yang ada dan timbul di dalam masyarakat. Namun, terkadang penyelesaian berdasarkan pengalaman ini tidak lagi bisa digunakan dalam dunia yang mengalami perkembangan yang pesat. Suatu masalah bisa saja memiliki ciri, gejala, dan dampak yang sama. Namun, hal itu bisa saja merupakan masalah yang mengharuskan solusi yang berbeda agar bisa diatasi.
    Pada zaman dulu, orang-orang berpikir bahwa sekolah bertujuan untuk mengajarkan bagaimana cara baca-tulis-hitung saja. Namun, sekarang sudah tidak lagi demikian adanya. Sekolah tidak hanya mengajarkan bagaimana bisa seseorang tahu bagaimana caranya baca-tulis-hitung, tapi juga mengajarkan bagaimana menyelesaikan suatu masalah yang mungkin saja akan dihadapi nantinya. Hanya bermodalkan kemampuan tersebut tidak bisa membuat seseorang akan sukses tanpa ada kemampuan yang tidak semua orang miliki.

    Generasi sekarang, selain diajarkan baca-tulis-hitung, juga diajarkan kemampuan-kemampuan yang membuatnya mampu bertahan di masa depan. Berbagai soft skill dan hard skill diasah dan dipertajam melalui berbagai presentasi dan juga organisasi yang ada, baik di lingkungan sekolah atupun lingkungan kampus. Nah, dengan adanya pengembangan skill-skill tersebut, generasi sekarang juga diharuskan mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan masyarakat. Sesuai dengan tujuan negara, yaitu “… mencerdaskan kehidupan bangsa …”

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here