Ahmad Fauzan Sazli
YOGYAKARTA, KabarKampus – Meski secara konseptual radikalisme tidak identik dengan terorisme, namun radikalisme kaum muda muslim Indonesia saat ini seringali diasosiasikan dengan kekerasan, bahkan terorisme. Hal ini tidak lepas dari meningkatnya aksi kekerasan dan terorisme yang dilakukan kaum muda muslim di Indonesia belakangan ini khusunya pasca runtuhnya rezim orde baru.
M. Najib Azca, S.Sos, MA, Ph.D, Sosiolog UGM mengatakan, pemuda sebagai agensi memiliki kecenderungan lebih kuat dan kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam gerakan radikal dibandingkan dengan orang dewasa. Dari penelitian yang pernah dilakukannya terungkap bahwa maraknya gerakan radikal Islam pada masa awal orde baru sebagai ‘aksi identitas’ sebab hal itu merupakan akibat, atau merupakan respon, terhadap schismogenesis, perubahan drastis yang terjadi dalam konteks transisi demokrasi di Indonesia.
“Schismogenesis ini misalnya muncul dalam maraknya beraneka kelompok sosial dan politik baru pasca orde baru yang meningkatkan kontestasi dan ketegangan politik dan ideologis antar kelompok,” kata M. Nazib dalam pidatonya pada Dies Natalis Fisipol UGM yang berjudul yang Muda, Yang Radikal : Refleksi Sosiologis terhadap Fenomena Kaum Muda Muslim di Indonesia Pasca Orde Baru, Rabu, (05/12/12).
Nazib mencontohkan salah satu bentuk schismogenesis yang paling dramatis adalah terjadinya peperangan komunal agama di Maluku, Maluku Utara dan Poso, Sulawesi Tengah, yang telah menciptakan moral shock pada sejumlah besar pemuda muslim untuk terlibat dalam gerakan jihad.
“Aksi radikal untuk terlibat dalam gerakan jihad bisa dilihat sebagai ‘aksi identitas’ untuk mengakhiri krisis mendalam yang terjadi antara identitas dan diri-sutobiografis, yang terjadi pada aras personal maupun dalam konteks societal,” jelas Najib.
Meskipun memiliki kecenderungan yang kuat terlibat dalam gerakan sosial radikal, menurut Najib cukup sembrono untuk menarik kaitan langsung antara kaum muda, kemiskinan, pengangguran dan kecenderungan munculnya perilaku terorisme di kalangan kaum muda muslim. Ia mencontohkan kasus 11 September justru berasal dari kalangan terdidik yang berlatar belakang keluarga kelas menengah.
“Di sini salah satu variabel penting yang menjelaskan keterlibatan pemuda ke dalam kelompok dan aksi radikalisme adalah variabel ideologi dan jejaring sosial,” jelasnya.[]