Ahmad Fauzan Sazli
Mahasiswa terus melakukan demonstrasi menolak kenaikan BBM. Ada yang ditangkap, dipukuli, ditendang bahkan ditembak pihak kepolisian. Di berbagai daerah mahasiswa terus melawan.
Di tengah hiruk pikuk aksi penolakan BBM, Hj. Rogayah selalu berdoa dan menunggu anaknya pulang dengan selamat. Ia tahu anaknya pergi berjuang demi rakyat.
Tapi malam itu ia tidak nafsu makan dan tidak bisa tidur. Baru saja ia mendapat kabar anaknya tak menginap di rumah tapi menginap di Polda Metro Jaya. Anak Hj. Rogayah bernama Destrian Rahmad N bersama 51 mahasiswa lainnya ditangkap pihak kepolisian.
Mereka ditangkap karena melakukan aksi demonstrasi menolak kenaikan BBM. Mereka ditangkap karena diduga melakukan aksi yang menyebabkan mobil polisi dibakar. Mereka ditangkap karena dianggap menganggu ketertiban umum. Mereka ditangkap saat sedang istirahat di dalam Kantor LBH/YLBHI Jakarta, Kamis malam (29/03).
Meski sudah mendengar anaknya ditahan, ia belum bisa menjenguk Destrian. Hati Rogayah semakin tak tenang. Ia khawatir terjadi apa-apa dengan anaknya. Terlebih ia melihat bagaimana mahasiswa yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan pihak kepolisian di media massa. Sungguh menakutkan.
Ia hanya tahu, bahwa anaknya pergi untuk berjuang menolak kenaikan BBM. Ia hanya tahu anaknya tak ingin rakyat Indonesia menderita jika harga BBM naik. Ia pun berdoa.
Esok paginya sejumlah teman Destrian mendatangi Ibu Roqayah memastikan bahwa Destrian benar-benar ditahan pihak kepolisian di Polda Metro Jaya. Teman teman Destrian itu adalah pengurus Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nasional. Destrian adalah salah satu pengurusnya. Di depan teman Destrian Ibu Roqayah juga tak kuasa menahan tangis. Ibu Roqayah semakin tak tenang.
Sabtu malam (30/03) Ibu Roqayah pergi ke Polda Metro Jaya menjenguk anaknya.
Dengan baju yang telah lusuh dan kotor Destrian menemui Ibunnya. Ia datang dengan kaki agak pincang akibat di tendang hingga tersungkur ke tangga saat penangkapan sejumlah mahasiswa di Kantor LBH Jakarta.
Tangan Destrian juga bengkak dan luka. Pada malam itu polisi menggeledah kantor YLBHI/LBH Jakarta. Puluhan mahasiswa dikumpulkan ruangan lantai empat, lampu dimatikan, mahasiswa dipukuli aparat kepolisian. Saat dipukuli dengan gagang senjata Destrian berusaha menangkis pukulan polisi ke belakang kepalanya hingga tangan kanannya terluka.
Melihat kondisi anaknya itu Hj. Roqayah hanya bisa tersenyum. Ia yakin bahwa anaknya tidak turut membakar mobil seperti yang dituduhkan polisi. Ia juga yakin bahwa anaknya berjuang membela rakyat kecil menolak kenaikan BBM.
Roqayah tahu anaknya pernah mengkritisi pemerintah dengan aksi damai di depan istana negara.
Malam itu Ibu Roqayah memberikan baju, peralatan mandi, sikat gigi, dan sejumlah makanan kepada Destrian. Destrian diperiksa sehari penuh dari pukul 12.00 malam hingga pukul pukul 05.30. Kemudian dilanjutkan lagi dari pukul 12.30 hingga sore. Berjam-jam Destrian ditanya ini dan itu.
Dua hari kemudian, Senin, (02/03), sejumlah aktivis sebelumnya meminta kepada Kapolda Metro Jaya untuk membebaskan mahasiswa. Dan Kapolda pun mengamini permintaan aktivis. Semuanya riang gembira. Tapi tetap ada dua mahasiswa yang harus menjalani pemeriksaan karena menurut pihak kepolisian mereka terlibat membakar mobil polisi.
“Atas kebijakan Bapak Kapolda mengguhkan penahanan 50 orang yang ditahan sebelumnya dalam kaitan kasus salemba. Namun dua orang ditahan untuk kasus selanjutnya.” Kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, kepada media.
Seperti dahaga yang tersiram air, ia mendengar kabar mahasiswa yang ditangkap polisi akan dilepaskan. Ibu Roqayah menjemput anaknya di Polda Metro Jaya. Ia menunggu di ruang tunggu. Rogayah duduk di kursi. Ia begitu tenang. Selang beberapa waktu akhirnya anaknya muncul.
Senyum bahagia terpancar dari wajah Roqayah. Ia hanya tersenyum melihat anaknya bebas. Tanpa berlama-lama Roqayah meninggalkan Polda. Ia bergegas menyiapkan nasi goreng kesukaan Destrian di rumah. Usai berkumpul dengan mahasiswa lain, Destrian pun bergegas pulang melepas rindu dengan Ibunya.
Ini adalah pelajaran penting bagi Detrian. Namun bagi Roqayah apa yang terjadi pada anaknya adalah resiko sebagai aktivis mahasiswa. “Karena memang pemerintah itu lambat.”[]