Ahmad Fauzan
Sore itu Suyadi tengah sibuk merapihkan kumis palsunya. “Madun, Madun…” ia memanggil seseorang untuk membantu merekatkan kumisnya yang agak miring. Kumis besar dan melintang itulah yang membuat dirinya dikenal sebagai Pak Raden.
Dunia anak-anak seperti menenggelamkan nama asli Pak Raden. Tapi karena dedikasi dan kecintaanya yang dalam kepada anak Indonesia, ia rela nama itu tenggelam. Pak Raden adalah salah satu tokoh boneka yang sangat fenomenal. Banyak anak-anak kecil nggak suka sama Pak Raden. Karena Pak Raden pelit.
“Badanku sudah semakin besar. Baju sudah sempit,” kata Pak Raden dengan logat Jawanya yang khas. Ia meminta kepada Madun untuk mengambil beskap berwarna merah.
Suyadi atau Pak Raden lahir di Jember, 28 November 1932. Ia lulusan Seni Rupa ITB tahun 1952-1960. Tamat dari ITB ia meneruskan kuliah animasi di Perancis tahun 1961-1963. Ia adalah pencipta tokoh Si Unyil dan tokoh-tokoh boneka lain dalam film Si Unyil.
Dalam serial film boneka si Unyil, Pak Raden memiliki ciri khas menggunakan blangkon, beskap, sarung batik, kumis tebal naik ke atas, dan alis tebal. Suaranya pun besar dan lantang. Selain itu tokoh ini juga dikenal pandai bernyanyi. Nama asli Pak Raden adalah Raden Mas Singomenggolo Jalmowono. Tapi untuk mempermudah, warga desa Sukamaju eh maksudnya boneka-boneka, memanggilnya dengan nama Pak Raden.
Serial film boneka ini menemani pemirsa Televisi Republik Indonesia (TVRI) setiap Minggu pagi. Pada masa jayanya, serial Si Unyil telah mencapai lebih dari 603 seri film boneka. Si Unyil merupakan film yang paling ditunggu-tunggu anak Indonesia. Pertama kali mengudara pada 5 April 1981 hingga 1991.
Film boneka ini digagas oleh Drs. Gufran Dwipayana. Waktu itu ia menjabat sebagai Pimpinan Perum Produksi Film Negara (PPFN). Ia gelisah melihat televisi Indonesia dipenuhi dengan film-film anak produksi luar negeri. Ia berfikir kapan film yang diperuntukkan bagi anak-anak bikinan orang Indonesia menjadi tuan rumah sendiri.
Gagasan ini disambut oleh Suyadi. Ia yang lulusan seni rupa berpikir keras untuk menciptakan tokoh-tokoh anak Indonesia yang bisa diterima dari Sabang-Merauke. Jadilah tokoh Si Unyil. Tokoh ini masih anak-anak. Sedangkan konsep cerita ditulis oleh Kurnain Suhardiman.
Si Unyil merupakan film pemerintah dibawah Departemen Penerangan. Artinya pemerintah berhak mengintruksikan kepada Si Unyil untuk bicara tentang apa saja. Misalkan tentang kesehatan, lingkungan hidup, ABRI masuk desa, gotong royong dan sebagainya.
Si Unyil adalah tokoh utama, bersama Ucrit dan Usro. Selain mereka ada beberapa tokoh lain yang membuat greget film si Unyil, yaitu Pak Ogah, Bu Bariah, Ableh, Meilani, Cuplis, Kinoi, Bu Unyil dan tentunya Pak Raden.
Jika negeri Barat memiliki tokoh boneka Pinokio maka Indonesia punya tokoh Si Unyil.
Pak Raden Saat Ini
Dalam film boneka Si Unyil, anak-anak di desa Sukamaju suka sekali mencuri jambu Pak Raden. Untuk menakuti mereka, Pak Raden mengeluarkan suara mendehem. Unyil dan kawan-kawan langsung lari tunggang langgang. Pasti ingatkan adegan itu?
Kini ia tidak bisa lagi mengejar anak-anak yang mencuri jambu yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Ia sudah tua.
Dua orang anak kecil tiba-tiba masuk ke dalam rumah. Mendengar mereka, Pak Raden kemudian mendehem. “Emmmmmmm.” Suaranya menggelegar memenuhi ruangan. Suara itu membuat kabur anak-anak yang masuk ke rumahnya. Anak-anak itu tertawa terbahak. Pak Raden berusaha untuk mengejar mereka.
Dari tempat duduknya, ia berlahan berdiri dengan tongkat. Berjalan terbata-bata mencari anak-anak kecil di sekitaran rumahnya.
“Mana anak-anak itu, biasanya mereka sering keluar masuk rumah saya. Kok menghilang.”
Pak Raden celingak-celinguk sambil mengelus kumis tebalnya. “Emmmmmm…” Ia selalu berusaha kuat meski umurnya tak lagi muda. Ia selalu ingin membahagiakan anak-anak. Pak Raden biasanya menggunakan kursi roda.
Tapi hari itu ia memaksakan diri. Berjalan dengan tongkatnya.
Anak anak tetangga sering keluar masuk rumah Pak Raden tanpa sungkan. Mereka senang melihat Pak Raden melukis dan melihat boneka-boneka yang terpajang. “Pak Raden orangnya lucu,” kata Ikbal, seorang pelajar Sekolah Dasar tetangga Pak Raden. Ikbal sering bermain ke rumah Pak Raden bersama temannya.
Ia masih mengelus kumis tebalnya. Sementara orang-orang sudah ramai berkumpul di rumah Pak Raden. Ia mau ngamen.
“Selamat datang, hari menjadi indah karena kehadiranmu. Selamat datang, suasana ceria karena kehadiranmu. Langit cerah, bunga bermekaran karena kehadiranmu. Semua indah, semua jadi cerah karena kehadiranmu. Terima kasih karena kehadiranmu.”
Ia pun bernyanyi di depan masyarakat dan sejumlah awak media. Ia menyanyikan lagu “Iwak Peyek” sebagai lagu pembuka dan “Sol Do Iwak Kebo” sebagai lagu penutup. Lagu itu adalah lagu dalam serial si Unyil. Suara Pak Raden keras, nyaring, dan lantang. Suaranya masih sama seperti dulu.
Dari pukul 16.00 – 20.00 Pak Raden tak beranjak dari tempat duduknya. Bak mendongeng, ia selalu menjawab setiap pertanyaan dari wartawan dengan suara dan jawaban yang konsisten. Tak sedikit pertanyaan berulang. Tapi Pak Raden terus menjawab dengan sabar. Pak Raden memang ceria dan mengeluarkan suara lantang ketika ditanya. Wajah itu memang tersenyum riang gembira namun hatinya hancur.
Pak Raden tidak pernah mendapatkan royalti dari Si Unyil yang masih tetap digunakan oleh suatu institusi, perusahaan, dan perorangan. Bahkan Si Unyil akan dibuat film 3 Dimensi oleh sebuah perusahaan di Batam.
Sejak film Unyil tak lagi tayang pada tahun 1991. Tiada dalam benak Pak Raden untuk memikirkan hak cipta. Saat itu ia masih gesit dan menghasilkan uang. Ia masih mendongeng kemana-mana. Kini usia Pak Raden bertambah. Fisik tak seperti dulu.
“Baru sekarang terasa. Tadinya saya tidak setua ini masih lincah biasa kemana-mana. Sekarang saya merasa bahwa matahari kehidupan saya sudah condong ke barat, makin lama makin condong. Sebentar lagi terbenam. Sebelum terbenam saya ingin ada hadiah, yaitu hak cipta dikembalikan ke saya. Saya tidak bicara tentang uang. Tapi bukan orang orang lain yang menari di badan orang.”
Sampai saat ini tokoh Si Unyil tak terganti. Meski pernah ada usaha untuk menghidupkan kembali kejayaan serial Si Unyil tapi usaha itu tak berhasil. Salah satu versi Si Unyil yang terakhir adalah program acara “Laptop Si Unyil”. Program ini dikembangkan oleh perusahaan besar TRANS Corp di Jakarta yang dipancarkan melalui saluran TRANS 7.
Si Unyil versi Trans 7 punya banyak iklan, tapi tak sepeser pun royalti diterima oleh Pak Raden.
Pak Raden tinggal seorang diri di sebuah rumah di jalan Petamburan III No. 27 RT 003/ RW 04. Rumah peninggalan kakak Kandung Pak Raden. Ia tidak memiliki istri dan anak. Sehari-hari ia menghabiskan waktunya untuk melukis. Di rumahnya itu Pak Raden memelihara 2 ekor kucing.
Rumahnya terdiri dari dua kamar yang masing masing berukuran 3 x 4 Meter. Satu kamar untuk tidur dan satunya lagi untuk melukis. Sedangkan boneka-boneka Si Unyil disimpan di ruang tengah dan dapur. Boneka-boneka itulah yang dulunya selalu menemani hari Minggu anak-anak Indonesia.
Di rumahnya Pak Raden dibantu oleh Madun dan Nanang. Madun dan Nanang secara bergantian membantu pekerjaan Pak Raden dari memasak dan membersihkan rumah. Madun bekerja pada hari Sabtu hingga Selasa, sedangkan Nanang bekerja dari hari Selasa hingga Sabtu.
“Pak Raden kalau pagi biasanya makannya bubur. Ia lebih senang makan roti dan ngemil daripada makan nasi,” kata Madun yang sudah bekerja selama dua tahun dengan Pak Raden.
Kini usianya 79 tahun. Masih dengan kumis tebal melintang, alis tebal dan bersuara lantang. Ia masih terus berjuang. Dialah, Suyadi, seorang pencipta boneka paling fenomenal di Indonesia.[]